APSyFI Minta Menkeu Selamatkan Industri Film: Ada Apa?

Admin

No comments

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) telah mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk membahas langkah-langkah strategis penyelamatan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Sorotan utama dalam surat tersebut adalah dampak negatif dari praktik impor ilegal dan *dumping* produk yang semakin meresahkan.

Ketua APSyFI, Redma Gita Wirawasta, mengungkapkan bahwa perhatian Menkeu Purbaya terhadap masalah kuota impor ilegal menjadi secercah harapan baru bagi kelangsungan industri tekstil dalam negeri. “Hubungan sinergis dan harmonis antara pemerintah dan pelaku usaha adalah kunci yang perlu terus kita jaga dan tingkatkan,” ujar Redma dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu, 12 Oktober 2025, seperti dikutip dari Antara.

APSyFI menyoroti bagaimana rantai pasok industri TPT yang selama ini terintegrasi dari hulu hingga hilir kini mengalami disrupsi yang signifikan akibat membanjirnya produk impor ilegal. Kondisi ini, menurut mereka, mengancam keberlangsungan industri secara keseluruhan.

Lebih lanjut, Redma menjelaskan adanya kesenjangan yang mencolok antara data perdagangan Indonesia dan negara-negara mitra dagang. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa sejumlah besar barang impor masuk ke Indonesia tanpa tercatat secara resmi dalam sistem Bea Cukai. Akibatnya, negara mengalami kerugian ganda, baik dari sisi penerimaan pajak maupun persaingan pasar yang tidak sehat.

Untuk mengatasi masalah ini, APSyFI mendesak Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai untuk memperkuat sistem pengawasan dan memperbaiki prosedur penerimaan barang impor di pelabuhan-pelabuhan. Salah satu poin krusial yang disoroti adalah belum optimalnya pemanfaatan sistem *port to port manifest*.

“Saat ini, importir dapat membuat dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) tanpa mengacu pada *Master Bill of Lading* (B/L). Celah ini sangat berpotensi membuka ruang bagi praktik *misdeclare*, *under invoicing*, dan pelarian HS code,” tegas Redma. Praktik-praktik curang ini semakin merugikan industri tekstil nasional yang tengah berjuang.

Selain itu, APSyFI juga menyoroti minimnya pemeriksaan menggunakan AI Scanner serta pemberian fasilitas impor yang berlebihan, yang berpotensi disalahgunakan oleh importir nakal. Pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas menjadi kunci untuk menutup celah-celah yang dimanfaatkan para pelaku impor ilegal.

Oleh karena itu, APSyFI sangat berharap dapat segera beraudiensi bersama Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai kondisi terkini industri TPT. Audiensi ini diharapkan dapat menjelaskan dampak berganda (*multiplier effect*) dari penerapan kebijakan *trade remedies* terhadap impor ilegal.

Asosiasi ini mengingatkan bahwa langkah tegas pemerintah sangat dibutuhkan untuk melindungi industri tekstil nasional dari risiko kehilangan daya saing dan potensi peningkatan angka pengangguran. Imbas dari lemahnya daya saing ini dapat dirasakan oleh banyak pihak.

“Penyelamatan industri tekstil bukan hanya soal keberlangsungan pabrik, tetapi juga menyangkut nasib jutaan tenaga kerja dan keberlanjutan ekonomi daerah yang sangat bergantung pada sektor ini,” pungkas Redma. Perlindungan terhadap industri tekstil nasional adalah investasi jangka panjang bagi kemakmuran bangsa.

Pilihan Editor: Banjir Produk Impor Cina Makin Deras. Apa Imbasnya?

Tags:

Share:

Related Post