Sibisnis JAKARTA. Euforia laporan keuangan kuartal III-2025 telah usai, kini giliran musim dividen interim yang dinanti para investor. Sejumlah emiten mulai berlomba-lomba mengumumkan jadwal pembagian dividen interim dari tahun buku 2025, menghadirkan angin segar di pasar modal.
PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) menjadi salah satu yang terbaru, dengan pengumuman pembagian dividen interim sebesar Rp 305,73 miliar. Tak ketinggalan, anak usahanya, PT Surya Citra Media Tbk (SCMA), juga akan membagikan dividen interim senilai Rp 571,20 miliar.
Yang menarik, rasio pembagian dividen atau dividend payout ratio SCMA terbilang fantastis. SCMA memutuskan untuk membagikan 96,55% dari laba bersih yang mereka raih per 30 September 2025, yang mencapai Rp 591,57 miliar. Sebuah angka yang menggiurkan bagi para pemburu dividen.
Bahkan, emiten yang baru saja melantai di bursa, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), tak mau ketinggalan dalam memanjakan investornya. AADI akan membayarkan dividen sebesar US$ 250 juta.
Namun, di balik manisnya pembagian dividen interim ini, tersimpan pula potensi tantangan yang perlu diwaspadai. Aksi profit taking kerap membayangi, berpotensi menekan pergerakan pasar dan menjebak investor dalam fenomena yang disebut dividend trap.
Head of Research KISI Sekuritas, Muhammad Wafi, menjelaskan bahwa dividen interim umumnya menjadi katalis positif karena memberikan sinyal kuat tentang cash flow dan profitabilitas emiten, terutama di tengah pasar yang cenderung wait and see.
“Namun, setelah cum date, harga saham biasanya mengalami koreksi akibat aksi profit taking dan penyesuaian dividen payout,” jelas Wafi kepada Kontan, Selasa (11/11).
Meski demikian, Wafi menilai koreksi harga setelah cum date adalah fenomena yang wajar. Ia menegaskan bahwa koreksi tersebut tidak serta merta menjadi indikasi fundamental emiten pembagi dividen memburuk.
Sebagai contoh, saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) terkoreksi 3,04% ke posisi Rp 1.275 pada penutupan perdagangan Selasa (11/11). Cum dividen interim MEDC sendiri telah berakhir pada 10 November 2025.
Kondisi serupa juga dialami oleh saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO), yang melemah 1,77% ke level Rp 555 setelah melewati tanggal cum date pada 10 November 2025.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menambahkan bahwa likuiditas dan volatilitas pergerakan saham emiten yang tidak termasuk dalam indeks High Dividend 20 biasanya akan meningkat setelah pengumuman pembagian dividen.
“Sementara, saat memasuki tanggal ex-dividend, muncul potensi dividend trap. Terlebih lagi, jika harga saham mengalami lonjakan disertai volatilitas sebelum tanggal cum date,” imbuhnya.
Senada dengan Nafan, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisory, Ekky Topan, mencermati adanya kecenderungan harga saham turun sebesar nominal dividen yang dibagikan saat memasuki ex-date.
Menurut Ekky, hal ini sangat bergantung pada fundamental emiten dan posisi harga saham sebelum cum date. Koreksi ini juga dapat berdampak pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), tergantung pada kapitalisasi dan likuiditas emiten yang membagikan dividen.
“Jika emiten yang membagikan dividen memiliki kapitalisasi besar dan likuiditas tinggi, maka dampaknya bisa memberikan sedikit tekanan terhadap indeks,” kata Ekky.
Namun, Ekky meyakini bahwa tekanan tersebut hanya bersifat sementara. Selama fundamental emiten big caps tersebut tetap kuat dan aliran dana asing positif, harga saham biasanya akan kembali stabil.
Saham Pilihan
Dari sekian banyak emiten yang mengumumkan pembagian dividen, Ekky menilai saham AADI dan SCMA menarik untuk dicermati.
Menurutnya, kedua emiten ini menawarkan kombinasi yang menarik antara payout dividen yang atraktif, kinerja fundamental yang solid, serta potensi upside harga saham yang masih terbuka.
Ekky mencermati bahwa SCMA berpotensi melanjutkan penguatan ke level Rp 450–Rp 470. Sementara itu, AADI dinilai memiliki ruang untuk menguat ke level Rp 9.750–Rp 10.000 dalam jangka menengah, didukung oleh valuasi yang menarik dan prospek kinerja yang positif di sisa tahun ini.
Sementara itu, saham pilihan Nafan jatuh pada AADI dan ITMG. Ia merekomendasikan add untuk AADI dengan target harga Rp 9.225 per saham. Untuk ITMG, ia menyarankan accumulative buy dengan target harga Rp 26.000.
Di sisi lain, Wafi mengingatkan investor ritel untuk menghindari dividend trap dengan cara mencermati valuasi dan momentum teknikal suatu saham. Jika saham sudah mengalami rally sebelum cum date, Wafi menyarankan untuk melakukan take profit.
“Jika saham sudah rally sebelum cum date, ada baiknya take profit dulu. Kemudian, bisa kembali membeli saat tanggal ex dividend serta fokus ke saham dengan yield stabil dan pertumbuhan yang kuat,” pungkas Wafi.





