Sibisnis JAKARTA. Di tengah gelombang penurunan harga nikel global yang melanda sepanjang tahun 2025, ada secercah harapan: beberapa emiten produsen nikel justru berhasil mencatatkan kinerja keuangan yang kokoh hingga kuartal III 2025. Bagaimana mereka bisa bertahan, bahkan berkembang, di tengah badai?
Salah satu contohnya adalah PT PAM Mineral Tbk (NICL). Hingga September 2025, perusahaan ini berhasil membukukan penjualan sebesar Rp 1,35 triliun, melonjak 64,82% secara tahunan (year-on-year/yoy). Keuntungan yang diraih pun tak kalah fantastis. Laba bersih perusahaan meroket 131,28% yoy, mencapai Rp 401,66 miliar. Sebuah pencapaian yang luar biasa di tengah kondisi pasar yang menantang.
Kisah sukses serupa juga ditorehkan oleh PT Central Omega Resources Tbk (DKFT). Penjualan mereka tumbuh 29,51% yoy menjadi Rp 1,24 triliun. Laba bersih DKFT pun ikut melesat 52,79% yoy, menjadi Rp442,36 miliar. Pertumbuhan yang signifikan ini menunjukkan ketahanan dan kemampuan adaptasi perusahaan terhadap dinamika pasar.
Sebagian Besar Emiten LQ45 Telah Rilis Kinerja Kuartal I-2025, Cek Rekomendasi Analis
Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua pelaku industri merasakan manisnya kesuksesan. Beberapa produsen nikel lainnya justru harus menghadapi kenyataan pahit berupa penurunan pendapatan dan laba hingga akhir kuartal III-2025. Ini menggarisbawahi pentingnya strategi yang tepat dan kemampuan beradaptasi dalam menghadapi perubahan pasar.
Menurut Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, kinerja positif yang diraih sebagian besar emiten nikel didorong oleh kombinasi antara lonjakan volume produksi dan penjualan, serta efisiensi operasional yang berhasil ditingkatkan.
“Pertumbuhan di sisi operasional mampu mengompensasi tekanan dari harga nikel global yang melemah,” ujarnya pada Selasa (4/11/2025), menekankan bahwa efisiensi adalah kunci untuk bertahan di tengah gejolak harga.
Data menunjukkan bahwa NICL berhasil meningkatkan volume penjualan bijih nikel sebesar 88,76% yoy menjadi 2,4 juta metrik ton pada kuartal III-2025. Sementara DKFT mencatat kenaikan sebesar 31% yoy menjadi 2,29 juta metrik ton. Angka-angka ini menggambarkan betapa agresifnya perusahaan-perusahaan ini dalam meningkatkan produksi dan penjualan.
Lebih lanjut, Ekky menambahkan bahwa hilirisasi industri nikel di dalam negeri memainkan peran krusial dalam menjaga margin keuntungan perusahaan. Inisiatif pemerintah untuk mendorong pengolahan nikel di dalam negeri terbukti memberikan dampak positif bagi kinerja emiten.
Emiten Konsumer Grup Salim Catat Kinerja Solid di Kuartal I, Cek Rekomendasi Analis
“Perusahaan yang terintegrasi dari hulu ke hilir akan mendapatkan nilai tambah dari produk olahan nikel,” jelasnya, menyoroti keuntungan yang didapat dari rantai pasok yang terintegrasi.
Senada dengan Ekky, Chief Executive Officer Edvisor Provina Visindo, Praska Putrantyo, berpendapat bahwa harga nikel yang cenderung stagnan akibat kelebihan pasokan memang menjadi tantangan tersendiri. Namun, tingginya permintaan dari industri kendaraan listrik dan baja tetap menjadi penopang utama bagi kinerja sektor ini.
“Tingginya permintaan tersebut mampu mengimbangi pelemahan harga jual rata-rata (average selling price/ASP) emiten. Dengan efisiensi operasional yang baik, tren positif kinerja nikel masih bisa berlanjut sampai akhir 2025,” ujar Praska, memberikan pandangan optimis terhadap prospek industri nikel.
Ia menekankan bahwa strategi efisiensi dan ekspansi ke hilir melalui pembangunan smelter menjadi kunci utama agar kinerja emiten nikel tetap berkelanjutan di masa depan. Investasi dalam teknologi dan infrastruktur pengolahan nikel menjadi sangat penting untuk meningkatkan nilai tambah produk.
Dari sisi pasar saham, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas, Arinda Izzaty, mencatat bahwa harga saham beberapa emiten nikel telah melonjak tajam sejak awal tahun (year-to-date/ytd). Hal ini menunjukkan bahwa investor memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap prospek sektor ini.
Kalbe Farma (KLBF) Catat Kinerja Cemerlang Kuartal III-2025, Cek Rekomendasi Sahamnya
Saham DKFT naik 250%, NICL melesat 278,85%, NCKL tumbuh 52,98%, dan INCO meningkat 27,07%. Angka-angka ini mencerminkan antusiasme investor terhadap potensi pertumbuhan emiten nikel.
Menurut Arinda, lonjakan ini mencerminkan kombinasi antara fundamental perusahaan yang kuat dan sentimen positif terhadap sektor nikel, seiring dengan agenda hilirisasi mineral dan tingginya permintaan bahan baku baterai kendaraan listrik. Kebijakan pemerintah dan perkembangan teknologi menjadi faktor kunci yang memengaruhi sentimen pasar.
Kendati demikian, ia mengingatkan bahwa tren kenaikan harga saham tersebut belum tentu akan terus berlanjut apabila harga nikel global kembali melemah atau proyek hilirisasi berjalan lambat. Investor perlu tetap waspada dan mempertimbangkan berbagai risiko yang mungkin terjadi.
“Ke depan, pergerakan saham nikel akan sangat dipengaruhi stabilitas harga global, efektivitas efisiensi perusahaan, serta arah kebijakan pemerintah terhadap industri nikel,” jelasnya, menekankan pentingnya faktor eksternal dan kebijakan pemerintah dalam menentukan arah pasar.
Pergerakan IHSG Ditopang Saham Emiten di Papan Pengembangan, Cek Rekomendasi Analis
Untuk strategi investasi, Arinda merekomendasikan saham INCO dan NCKL sebagai pilihan menarik, dengan target harga masing-masing Rp4.900 dan Rp1.280 per saham. Rekomendasi ini didasarkan pada analisis fundamental dan prospek pertumbuhan kedua perusahaan.
Sementara Praska menyarankan strategi buy on weakness untuk saham NCKL dengan target Rp1.300 per saham. Strategi ini menekankan pentingnya membeli saham saat harga sedang turun, dengan harapan akan mendapatkan keuntungan saat harga kembali naik.





