Macet Bikin Stres? Ini 5 Cara Ampuh Mengatasinya!

Admin

No comments

Ketika terjebak kemacetan, otak kita secara otomatis mengaktifkan sistem respons. Ini adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk menghadapi situasi yang dianggap sebagai “ancaman.” Tapi, bagaimana cara meredakan stres saat macet?

Psikolog Widia S. Sari menjelaskan bahwa kunci meredakan stres bukan terletak pada aktivitas yang dipilih, melainkan pada intensi di baliknya. “Apapun caranya, bukan pilihan aktivitasnya yang utama, tapi intensinya. Tergantung efeknya ke kita,” ujar Widia dalam talkshow ‘Rush Hour, Chill Mind’ yang diselenggarakan Katadata di Taman Literasi Blok M, Jakarta, Jumat (7/11).

Mendengarkan musik atau siniar (podcast) sering menjadi pilihan populer untuk mengatasi stres saat macet. Namun, Widia menambahkan bahwa aktivitas lain seperti mengeluh atau marah-marah di media sosial juga bisa efektif, asalkan dapat meredakan stres.

Baca juga:

  • Survei Katadata Insight Center: 9 dari 10 Orang Akui Uang Pengaruhi Kebahagiaan
  • Meditasi Makin Marak, jadi Sarana Healing Masyarakat Kota dari Stres
  • Survei KIC: Media Sosial Jadi Sumber Utama informasi Kesehatan Mental

Namun, penting untuk menyalurkan kemarahan dengan cara yang sehat dan tidak merugikan diri sendiri. “Ada potensi, setelah marah-marah yang tidak sehat, itu malah makin stres,” jelasnya. Selain melakukan aktivitas yang menyenangkan, Widia juga menyarankan teknik relaksasi sederhana saat terjebak macet, tentu saja dengan tetap waspada terhadap lingkungan sekitar.

Salah satu teknik relaksasi yang bisa dicoba adalah mengambil napas dalam-dalam atau deep breathing. Dengan menyadari dan mengontrol napas, tubuh akan menjadi lebih rileks dan tenang.

Stres Berlebihan Terjadi Ketika Tubuh Butuh Pertolongan

Secara umum, Widia menyebutkan empat tanda yang mengindikasikan stres berlebihan, yaitu distress, dysfunction, deviance, dan danger. Jika seseorang mengalami keempat tanda ini, itu berarti ia perlu segera mencari pertolongan.

Distress, misalnya, ditandai dengan reaksi marah berlebihan saat menghadapi kemacetan singkat, atau perasaan tidak bahagia setelah sampai di tujuan.

Dysfunction terjadi ketika tekanan stres mengganggu aktivitas sehari-hari, menyebabkan penurunan produktivitas. Kondisi disfungsi ini bisa berlanjut menjadi deviance atau penyimpangan, yang ditandai dengan munculnya perilaku tidak lazim atau perubahan emosi yang drastis.

Terakhir, stres yang berlebihan bisa mencapai tahap danger, atau membahayakan. Hal ini terindikasi dari munculnya perilaku yang membahayakan diri sendiri, seperti menyakiti diri sendiri atau perilaku depresif lainnya.

“Empat tanda tadi bisa jadi patokan untuk situasi apapun,” pungkas Widia, memberikan panduan untuk mengenali kapan stres berubah menjadi masalah serius.

Tags:

Share:

Related Post