Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menargetkan revisi atau penulisan ulang Sejarah Nasional Indonesia (SNI) akan rampung dan diluncurkan paling lambat Desember tahun ini. Proses penulisan, menurutnya, telah selesai sejak Agustus dan kini memasuki tahap penyuntingan akhir.
“Mudah-mudahan nanti bulan depan,” ujar Fadli usai menghadiri acara di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu (5/11).
Fadli Zon, yang juga merupakan politisi Partai Gerindra, menjelaskan bahwa proyek penulisan ulang SNI ini melibatkan ratusan sejarawan dari 34 perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Ia menekankan pentingnya proses penyuntingan yang cermat sebelum buku sejarah nasional Indonesia versi terbaru ini dipublikasikan. Tahapan tersebut meliputi editing konten, penyuntingan oleh editor umum, pemeriksaan bahasa (proofreading), hingga penataan fisik buku oleh editor jilid.
Lebih lanjut, Fadli Zon menyampaikan rencana penerbitan buku-buku sejarah lainnya pada tahun mendatang. Buku-buku tersebut akan mencakup berbagai periode penting, mulai dari sejarah kemerdekaan, perang mempertahankan kemerdekaan, hingga sejarah kerajaan-kerajaan besar di Nusantara seperti Majapahit, Pajajaran, dan Sriwijaya. Proyek penulisan sejarah nasional terbaru ini, ditegaskan Fadli Zon, akan menyertakan temuan-temuan mutakhir di bidang sejarah, mencakup periode prasejarah hingga perkembangan politik kontemporer.
Revisi Sejarah Nasional: Fokus pada Temuan Terbaru, Bukan Pemutarbalikan Fakta
Meskipun akan ada pembaruan, Fadli Zon menegaskan bahwa proyek pembaruan sejarah nasional ini tidak akan mengubah secara signifikan narasi sejarah terkait peristiwa-peristiwa sensitif seperti tragedi 1965 maupun masa Reformasi 1998. Tujuan utama dari pembaruan ini bukanlah untuk menghapus atau memutarbalikkan fakta sejarah, melainkan untuk memperkaya pemahaman sejarah bangsa dengan memasukkan perspektif dan temuan penelitian terbaru.
Rencana proyek penulisan ulang catatan sejarah nasional Indonesia ini telah bergulir sejak tahun lalu. Fadli Zon menjelaskan bahwa revisi akan dilakukan pada berbagai babak sejarah Indonesia, dengan fokus pada integrasi penelitian-penelitian terbaru.
Sebagai contoh, revisi sejarah zaman prasejarah akan merujuk pada penelitian terbaru yang mengungkap bahwa peradaban di wilayah Indonesia ternyata lebih tua dari perkiraan sebelumnya. Penemuan di Gua Leang-Leang Maros, yang awalnya diperkirakan berusia 5.000 tahun, kini diyakini berusia antara 40.000 hingga 52.000 tahun, menjadi salah satu dasar revisi tersebut. Hal ini menunjukkan komitmen untuk menyajikan sejarah Indonesia yang lebih akurat dan komprehensif berdasarkan bukti-bukti arkeologis dan historis yang paling mutakhir.




