Bank Indonesia (BI), bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan PT Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI) terus bersinergi memperkuat perjanjian Repurchase Agreement (Repo), sebuah instrumen penting dalam pasar keuangan. Sinergi ini bertujuan untuk memacu pertumbuhan pasar Repo di Indonesia.
Nilai transaksi Repo saat ini menunjukkan tren positif. BI mencatat, nilai transaksi harian telah mencapai Rp 17,5 triliun. Angka ini melesat jauh dibandingkan tahun 2020 yang hanya sebesar Rp 509 miliar per hari. Peningkatan signifikan ini mengindikasikan geliat aktivitas pasar Repo yang semakin dinamis.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, mengungkapkan bahwa jumlah pelaku Repo juga mengalami peningkatan, kini mencapai 75 bank. Guna memperdalam dan memperkuat pasar Repo, BI telah meluncurkan Tri-Party Agent Repo dan memperluas penandatanganan Global Master Repurchase Agreement (GMRA) pada Senin (6/10).
“Peluncuran Tri-Party Agent Repo dan perluasan penandatanganan GMRA adalah dua langkah strategis untuk memodernisasi dan membuat pasar Repo lebih inklusif, sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan,” jelas Destry dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Rabu (8/10).
Destry menambahkan, kehadiran Tri-Party Agent Repo akan mempermudah bank dan pelaku pasar non-bank dalam melakukan transaksi Repo secara lebih efisien dan aman. Dengan demikian, semakin banyak pihak dapat berpartisipasi dalam pasar Repo.
Layanan Tri-Party Agent Repo yang dioperasikan oleh KPEI telah berjalan sejak 29 September 2025. Pada tahap awal, delapan bank turut serta sebagai pengguna jasa, yaitu Bank Mandiri, BNI, BRI, Permata, CIMB Niaga, Danamon, Maybank, dan BPD Jatim.
Pada minggu pertama operasionalnya, KPEI telah memfasilitasi transaksi Repo senilai Rp 70 miliar dengan tenor yang bervariasi, mulai dari 1 hingga 14 hari. Hal ini menunjukkan bahwa layanan ini mulai mendapatkan respons positif dari pasar.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menekankan bahwa Tri-Party Agent Repo berpotensi meningkatkan transparansi, efisiensi, dan likuiditas pasar keuangan Indonesia secara keseluruhan.
“OJK telah memberikan mandat kepada KPEI untuk memperluas perannya sebagai Central Counterparty (CCP), tidak hanya di pasar modal, tetapi juga di pasar uang dan pasar valuta asing,” ujar Inarno. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat stabilitas dan integritas pasar keuangan.
Inarno juga menilai bahwa perluasan penandatanganan GMRA sangat penting untuk meningkatkan interkoneksi antar pelaku Repo. GMRA memberikan kepastian hukum, pengelolaan risiko yang lebih baik, dan tata kelola yang transparan bagi seluruh pelaku pasar. Sebanyak 68 bank telah berkomitmen dalam penandatanganan GMRA.
Sejalan dengan upaya ini, OJK juga mendorong para pelaku pasar untuk secara berkala memperbarui dan menyesuaikan dokumen GMRA agar tetap relevan dengan praktik internasional terbaik. Hal ini penting untuk menjaga daya saing dan integritas pasar Repo Indonesia.
BI menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat ekosistem pasar Repo sebagai bagian dari upaya pendalaman pasar keuangan nasional. Pengembangan pasar Repo merupakan salah satu prioritas utama.
“Melalui pengembangan infrastruktur yang aman dan efisien, transaksi Repo diharapkan dapat meningkatkan likuiditas pasar uang dan pasar surat berharga. Hal ini akan memperkokoh ketahanan sistem keuangan Indonesia dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” pungkas Destry. Dengan demikian, pasar Repo memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Reporter: Nur Pangesti





