Profil Mantan Dirut Investree Adrian Gunadi yang Ditangkap di Qatar

Admin

No comments

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama dengan Kepolisian RI berhasil memulangkan dan menahan Adrian Asharyanto Gunadi, mantan Direktur Utama PT Investree Radhika Jaya (Investree), pada Jumat, 26 September 2025. Penangkapan ini merupakan tindak lanjut atas penetapan Adrian sebagai tersangka dalam kasus penghimpunan dana masyarakat tanpa izin dari OJK. Selama ini, Adrian diketahui berada di Doha, Qatar.

Penetapan Adrian sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) dan penerbitan red notice menjadi dasar bagi kerja sama internasional dalam penangkapannya. Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK, Yuliana, menjelaskan bahwa pemulangan Adrian ke Indonesia terlaksana melalui mekanisme kerja sama National Central Bureaus (NCB) to NCB. “Saat ini, tersangka berstatus tahanan OJK dan akan dititipkan di rumah tahanan Bareskrim Polri untuk menjalani proses hukum lebih lanjut,” ungkap Yuliana di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Jumat lalu.

Investree, perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending yang didirikan oleh Adrian Asharyanto Gunadi, Amiruddin, dan KC Lim, dilaporkan telah menyalurkan pinjaman senilai Rp 25,59 miliar sepanjang tahun 2024. Data dari situs resmi Investree pada Oktober 2024 juga menunjukkan bahwa sejak berdiri pada tahun 2015, Investree telah melayani 93.769 borrower, baik individu maupun institusi. Dari jumlah tersebut, tercatat 44.714 penerima pinjaman aktif.

Secara kumulatif, Investree telah menyalurkan fasilitas pinjaman senilai Rp 14,53 triliun dari tahun 2015 hingga 2024. Dari total tersebut, nilai pinjaman yang berhasil dilunasi mencapai Rp 13,36 triliun. Namun, masih terdapat nilai pinjaman outstanding atau belum dibayarkan sebesar Rp 402,13 miliar.

Adrian Gunadi memegang peranan kunci dalam perkembangan Investree sejak awal pendiriannya pada Oktober 2015. Sebagai pendiri atau Co-Founder sekaligus CEO, ia memimpin Investree selama kurang lebih 8 tahun 4 bulan.

Sebelum berkecimpung di dunia fintech P2P lending, Adrian memiliki pengalaman luas di sektor perbankan. Ia pernah menjabat sebagai Cash and Trade Product Manager di Citi dari tahun 1998 hingga 2002. Setelah meninggalkan Citi, lulusan Akuntansi Universitas Indonesia angkatan 1995 ini melanjutkan pendidikan dengan meraih gelar Master of Business Administration (MBA) dari Rotterdam School of Management, Erasmus University (2002-2003).

Pada tahun 2005, Adrian kembali ke dunia perbankan sebagai product structuring di Standard Chartered Bank hingga 2007. Kemudian, dari tahun 2007 hingga 2009, ia kembali ke Indonesia dan menjabat sebagai head of sharia banking di Permata Bank.

Sebelum mendirikan Investree, Adrian menjabat sebagai Managing Director, Retail Banking di PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. selama enam tahun (Juni 2009 – September 2015). Pengalaman inilah yang kemudian membawanya mendirikan Investree pada tahun 2015, menjadi salah satu pionir fintech P2P lending di Indonesia.

Namun, perjalanan Adrian di Investree harus berakhir. Pada 2 Februari 2024, ia diberhentikan dari jabatannya sebagai CEO Investree di tengah sorotan terhadap tingginya tingkat kredit macet perusahaan. Data dari laman resmi Investree pada saat itu menunjukkan Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB90) Investree berada di angka 83,56 persen.

TKB90 merupakan indikator penting dalam industri P2P lending, mengukur kemampuan platform dalam memfasilitasi penyelesaian kewajiban pinjam meminjam dalam jangka waktu hingga 90 hari sejak tanggal jatuh tempo. Sebaliknya, tingkat wanprestasi atau TWP90 digunakan untuk mengukur tingkat kredit macet dalam platform P2P lending.

Anastasya Lavenia Yudi, Adil Al Hasan, dan Defara Dhanya turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Mengapa Proyek Food Estate Berulang Kali Gagal

Tags:

Share:

Related Post