JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berjuang untuk mempertahankan posisinya di zona hijau pada sesi perdagangan pertama hari Rabu, 1 Oktober 2025.
Data dari RTI menunjukkan pergerakan IHSG cenderung datar, naik tipis 0,01% atau 1,014 poin ke level 8.062,076.
Aktivitas perdagangan hari ini cukup ramai, dengan 353 saham menunjukkan penguatan, sementara 292 saham mengalami penurunan, dan 150 saham stagnan. Total volume perdagangan mencapai 36,3 miliar saham dengan nilai transaksi mencapai Rp 12,4 triliun.
Secara sektoral, enam indeks sektor berhasil menopang penguatan IHSG. Sektor teknologi (IDX-Techno) memimpin dengan kenaikan signifikan sebesar 4,94%, diikuti oleh sektor barang baku (IDX-Basic) dan sektor barang konsumsi siklikal (IDX-Cyclic) yang masing-masing naik 1,08%.
Saham-saham yang menjadi pemimpin penguatan (Top Gainers) di kelompok LQ45 meliputi:
* PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) melonjak 19,05% ke harga Rp 400.
* PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) naik 2,55% menjadi Rp 2.010.
* PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN) meningkat 1,93% ke level Rp 4.750.
Di sisi lain, saham-saham yang mengalami penurunan terbesar (Top Losers) di kelompok LQ45 adalah:
* PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) merosot 3,11% ke Rp 7.000.
* PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) turun 2,89% menjadi Rp 1.175.
* PT Vale Indonesia Tbk (INCO) terkoreksi 2,50% ke level Rp 4.290.
Risiko Shutdown AS dan Pengaruhnya pada Pasar Asia
Bursa saham Asia memulai perdagangan di bulan Oktober dengan sentimen positif, mencoba untuk memulihkan kerugian yang terjadi pada sesi sebelumnya. Bursa Malaysia mencatatkan level tertinggi dalam sembilan bulan terakhir, sementara indeks Taiwan hampir mencapai rekor tertingginya. Pergerakan positif ini sejalan dengan kenaikan tipis yang terjadi di Wall Street.
Di pasar mata uang, pergerakan cenderung terbatas. Rupiah dan baht sama-sama melemah sebesar 0,2%, sementara peso Filipina dan dolar Taiwan menunjukkan stabilitas.
Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama, berada di dekat level terendahnya dalam satu minggu terakhir, di tengah kekhawatiran tentang potensi *shutdown* pemerintah AS.
*Shutdown* parsial pemerintah AS menjadi kenyataan setelah Kongres dan Gedung Putih gagal mencapai kesepakatan mengenai pendanaan.
Kekhawatiran investor meningkat karena jika *shutdown* berlanjut, rilis data penting mengenai pasar tenaga kerja akan tertunda. Hal ini dapat menyebabkan Federal Reserve kehilangan informasi penting menjelang pertemuan kebijakan mereka yang dijadwalkan pada 29 Oktober.
Christopher Wong, seorang analis mata uang di OCBC, menyatakan bahwa mata uang Asia diperdagangkan dengan tenang karena kurangnya katalis baru. Selain itu, pasar onshore China sedang libur, sehingga memberikan sedikit petunjuk arah bagi pasar. Ia menambahkan bahwa investor cenderung bersikap *wait-and-see*, menunggu perkembangan terkait risiko *shutdown* AS yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Di pasar saham, indeks acuan Taiwan melonjak hingga 2%, mendekati rekor tertinggi. Sementara itu, indeks MSCI Asia Emerging Markets naik 0,7%, mencatatkan kenaikan untuk hari ketiga berturut-turut, dan indeks gabungan ASEAN bertambah 0,3%.
Wall Street ditutup lebih tinggi dalam sesi perdagangan yang fluktuatif, memberikan dukungan terhadap pergerakan indeks di Taipei.
Bursa Kuala Lumpur naik hingga 0,7%, menembus level tertinggi sejak Januari, sementara bursa Singapura bertambah 0,8%, mencapai level tertinggi sejak 17 September, melanjutkan tren kenaikan selama tiga hari berturut-turut.
Menurut analis Maybank, meskipun indeks *mid-cap* dan *small-cap* mengalami penurunan, saham-saham dengan kapitalisasi besar (*big-cap*) tetap menjadi fokus utama pasar.
Di Manila, saham-saham yang mengalami penurunan sebesar 3,3% sepanjang bulan September kini menguat 0,8% setelah mengalami pelemahan selama tujuh hari berturut-turut.





