Government Shutdown AS Ancam Ekspor Indonesia dan Kepastian Investasi
Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengalami government shutdown sejak Rabu, 1 Oktober 2025. Kondisi ini memicu kekhawatiran akan dampaknya terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia. Deni Friawan, Peneliti Senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), menjelaskan bahwa penutupan layanan pemerintahan ini berpotensi mengganggu ekspor Indonesia ke AS, menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan, dan menghambat proses negosiasi tarif yang sedang berjalan.
Besarnya dampak shutdown ini, menurut Deni, sangat bergantung pada durasinya. Jika penutupan berlangsung kurang dari dua atau tiga minggu, efeknya diperkirakan tidak akan terlalu signifikan. Namun, apabila berlangsung lebih lama, bahkan hingga sebulan seperti yang pernah terjadi di masa lalu, dampaknya bisa sangat terasa.
“Mengingat AS adalah salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia, efek rambatannya tidak hanya terasa di dalam negeri AS, tetapi juga meluas ke perekonomian global, termasuk Indonesia,” ujarnya saat dihubungi Tempo pada Minggu, 5 Oktober 2025.
Lebih lanjut, Deni menjelaskan bahwa shutdown dapat memicu penurunan konsumsi domestik di AS. Akibatnya, permintaan terhadap barang-barang ekspor dari berbagai negara, termasuk Indonesia, berpotensi menurun. Sektor-sektor yang diperkirakan paling terdampak adalah tekstil, garment, alas kaki, produk elektronik, dan lainnya.
Selain ancaman terhadap ekspor, government shutdown yang berkepanjangan juga berpotensi meningkatkan ketidakpastian di pasar keuangan internasional. Investor cenderung mencari aset yang lebih aman atau melakukan flight to safety. Hal ini dapat menyebabkan arus modal keluar dari negara-negara berkembang seperti Indonesia menuju negara-negara dengan ekonomi yang lebih stabil, seperti AS, Jepang, atau Eropa. Pengalihan investasi juga mungkin terjadi dari obligasi atau saham negara berkembang ke aset yang dianggap lebih aman, seperti emas atau obligasi pemerintah negara maju.
Dampak lain dari terhentinya operasional pemerintah AS adalah terganggunya negosiasi bilateral dengan negara lain, termasuk Indonesia. Negosiasi antara Indonesia dan AS, yang bertujuan untuk mendapatkan pengecualian tarif untuk barang-barang tertentu, terpaksa ditunda hingga shutdown berakhir.
Saat ini, Pemerintah Indonesia harus menunggu atau menerima keputusan tarif 19 persen yang sebelumnya telah disepakati. “Yang ingin kita minta adalah adanya pengecualian untuk barang-barang tertentu. Sampai shutdown selesai, pengecualian itu tentu belum bisa kita dapatkan,” kata Deni.
Sebagai informasi, sebagian besar operasional pemerintah Amerika berhenti sementara setelah Kongres gagal menyetujui undang-undang alokasi anggaran belanja federal sebelum tahun fiskal baru dimulai. Akibatnya, sejumlah layanan publik di negara tersebut terhenti. Penutupan sebagian operasional pemerintah AS telah memasuki hari kelima pada Minggu, 5 Oktober 2025.
Dilansir dari USA Today, pimpinan Senat AS sejauh ini belum mampu mengumpulkan 60 suara yang dibutuhkan untuk meloloskan rancangan undang-undang tersebut. Artinya, government shutdown akan berlanjut setidaknya hingga Senin, 6 Oktober 2025.
Pilihan Editor: Untung-Rugi Kesepakatan Dagang Indonesia-Eropa