NEW YORK. Harga minyak dunia mencatatkan kenaikan sekitar 1% dan mencapai level tertinggi dalam sepekan pada hari Rabu (8/10/2025). Pendorong utama kenaikan ini adalah kekhawatiran pasar yang dipicu oleh ketidakpastian produksi minyak Rusia akibat sanksi dan konflik berkelanjutan di Ukraina. Selain itu, meningkatnya konsumsi minyak di Amerika Serikat (AS) turut memperkuat sentimen positif di pasar.
Kontrak berjangka Brent mengalami penguatan sebesar 80 sen atau setara dengan 1,2%, sehingga mencapai US$ 66,25 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami kenaikan sebesar 82 sen atau 1,3%, dan berada di posisi US$ 62,55 per barel.
Kenaikan ini menandai penutupan tertinggi untuk Brent sejak 30 September dan untuk WTI sejak 29 September. Kondisi geopolitik memegang peranan penting dalam pergerakan harga minyak.
Sentimen pasar semakin terpengaruh oleh pernyataan seorang diplomat senior Rusia yang menyatakan bahwa peluang untuk mencapai kesepakatan damai dengan Ukraina semakin menipis. Situasi ini meningkatkan kekhawatiran terkait kelanjutan pasokan minyak dari Rusia.
Para analis berpendapat bahwa jika perdamaian berhasil dicapai, hal itu berpotensi membuka kembali keran ekspor minyak Rusia ke pasar global. Perlu diingat bahwa Rusia tercatat sebagai produsen minyak mentah terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat pada tahun 2024.
Meskipun masih dikenakan sanksi, Rusia secara bertahap meningkatkan produksi minyaknya. Bahkan, menurut Wakil Perdana Menteri Alexander Novak, produksi minyak Rusia pada bulan lalu hampir menyamai kuota yang ditetapkan oleh OPEC+, sebuah kelompok yang terdiri dari negara-negara pengekspor minyak OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia.
Namun demikian, industri energi Rusia saat ini menghadapi tekanan berat akibat serangan drone Ukraina yang dalam dua bulan terakhir banyak menyasar fasilitas kilang minyak. Serangan ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi gangguan pasokan minyak dari Rusia.
Selain faktor geopolitik, kenaikan harga minyak juga didukung oleh ekspektasi pasar terhadap langkah bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), yang diperkirakan akan kembali memangkas suku bunga. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi.
Notulen rapat The Fed pada tanggal 16–17 September menunjukkan adanya kekhawatiran terhadap potensi pelemahan pasar tenaga kerja, meskipun inflasi masih menjadi perhatian utama. Hal ini membuka peluang bagi The Fed untuk mengambil langkah-langkah pelonggaran moneter.
Pasar saat ini memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan yang dijadwalkan pada tanggal 28–29 Oktober mendatang. Suku bunga yang lebih rendah berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dan secara signifikan meningkatkan permintaan energi.
Di sisi lain, laporan mingguan dari Badan Informasi Energi AS (EIA) juga memberikan dukungan terhadap sentimen positif di pasar. Laporan ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang dinamika permintaan dan penawaran minyak di AS.
Meskipun persediaan minyak mentah AS mengalami kenaikan sebesar 3,7 juta barel pada pekan yang berakhir pada tanggal 3 Oktober—lebih besar dari perkiraan analis—konsumsi minyak justru menunjukkan peningkatan yang signifikan. EIA mencatat bahwa total produk minyak yang disuplai mencapai 21,99 juta barel per hari, angka tertinggi sejak Desember 2022. Hal ini menunjukkan kuatnya permintaan energi di AS.
“Angka permintaan terlihat cukup kuat, dan itu akan menjaga pasar tetap solid,” ujar Phil Flynn, seorang analis senior dari Price Futures Group, menekankan pentingnya data permintaan dalam menjaga stabilitas pasar.
Secara keseluruhan, harga minyak dunia telah mengalami kenaikan sekitar 3% sepanjang pekan ini. Kenaikan ini juga didorong oleh keputusan OPEC+ pada hari Minggu lalu yang hanya menambah produksi sebesar 137.000 barel per hari mulai bulan November.
Angka ini lebih kecil dari ekspektasi pasar, sehingga meredakan kekhawatiran akan terjadinya kelebihan pasokan minyak di pasar global. Keputusan OPEC+ ini memberikan sinyal bahwa kelompok produsen minyak tersebut berupaya menjaga keseimbangan pasar.