Presiden Prabowo Subianto mengadakan rapat terbatas (ratas) dengan sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di kediamannya, Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, pada Minggu malam, 12 Oktober 2025. Rapat ini menjadi sorotan karena membahas isu-isu krusial terkait perekonomian nasional.
Rapat yang dimulai pukul 19.30 WIB itu turut dihadiri Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Beberapa menteri dan kepala lembaga penting juga tampak hadir, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara, Menteri Perumahan dan Permukiman Maruarar Sirait, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, Kepala Badan Intelijen Negara Muhammad Herindra, Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Budi Revita, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa ratas tersebut membahas evaluasi program-program pemerintah yang sedang berjalan, dengan fokus utama pada sektor ekonomi. Salah satu topik yang mendalam dibahas adalah mengenai sistem keuangan dan perbankan Indonesia.
“Salah satunya mengenai sistem keuangan dan sistem perbankan kita,” ujar Prasetyo usai rapat yang berlangsung selama tiga jam tersebut.
Lebih lanjut, Prasetyo menjelaskan bahwa salah satu poin penting yang dibahas adalah masalah Devisa Hasil Ekspor (DHE). Presiden Prabowo secara khusus menyoroti hasil penerapan Peraturan Pemerintah (PP) terkait DHE yang telah diterbitkan pada Maret 2025. Pemerintah ingin memastikan efektivitas kebijakan ini dalam meningkatkan perekonomian.
“Jadi tadi membahas untuk melakukan evaluasi sejauh mana efektivitas dan dampak terhadap diberlakukannya DHE,” kata Prasetyo.
Sayangnya, penerapan DHE dinilai belum memberikan hasil yang optimal. Devisa yang kembali ke dalam negeri belum sesuai harapan. Hal ini mendorong Presiden untuk meminta kajian ulang terhadap implementasi kebijakan DHE.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan aturan yang mewajibkan penyimpanan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) di bank dalam negeri, yang mulai berlaku sejak 1 Maret 2025.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025, yang bertujuan untuk meningkatkan manfaat DHE SDA bagi perekonomian nasional. “Dalam rangka memperkuat dampak dari pengelolaan DHE SDA. Maka pemerintah menetapkan PP nomor 8 tahun 2025,” tegas Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 17 Februari 2025.
Presiden menekankan bahwa selama ini, hasil ekspor SDA Indonesia banyak disimpan di bank luar negeri. Dengan adanya PP ini, devisa hasil ekspor SDA Indonesia wajib ditempatkan di bank-bank nasional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan bahwa eksportir wajib menyimpan 100 persen Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam di dalam negeri selama satu tahun, dengan batas minimal US$ 250 ribu.
“(Wajib mengendapkan DHE SDA) 100 persen. Retainer dalam negeri 100 persen. (Nominal) di atas US$ 250 ribu,” jelas Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Januari 2025.
Kebijakan ini merupakan perubahan signifikan dari aturan sebelumnya yang hanya mewajibkan eksportir memarkirkan minimal 30 persen DHE SDA selama tiga bulan. Namun, pemerintah menjanjikan berbagai insentif menarik bagi para eksportir, termasuk insentif perbankan seperti pengaturan terkait cash collateral.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: Aturan Perdagangan Indonesia Paling Ribet di Dunia