Pengamat ekonomi pertanian, Khudori, melayangkan kritik tajam terhadap keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menunjuk Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sebagai Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas). Menurut Khudori, langkah ini bukan hanya menyimpang dari prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dalam perumusan kebijakan pangan nasional.
Keputusan kontroversial ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 116/P Tahun 2025 yang diterbitkan pada 9 Oktober 2025. Dalam Keppres tersebut, Arief Prasetyo Adi diberhentikan dari jabatannya sebagai Kepala Bapanas, dan Andi Amran Sulaiman ditunjuk sebagai penggantinya. Dengan demikian, Amran kini memegang kendali atas dua posisi strategis sekaligus di bidang pangan.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi berdalih bahwa rangkap jabatan ini dilakukan demi efisiensi, mengingat fungsi Bapanas sebelumnya berada di bawah koordinasi Kementerian Pertanian. Namun, Khudori dengan tegas membantah alasan tersebut, menyebutnya keliru baik secara konseptual maupun kelembagaan.
“Bapanas memang berawal dari Badan Ketahanan Pangan di Kementan, tetapi sejak dibentuk melalui Perpres 66/2021, ia menjadi lembaga independen yang seharusnya mengkoordinasikan kementerian dan lembaga lain di sektor pangan,” jelas Khudori dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Selasa, 14 Oktober 2025.
Khudori menekankan bahwa Bapanas memiliki peran sentral sebagai superbody dalam merumuskan, menetapkan, dan mengkoordinasikan kebijakan pangan. Lembaga ini bertanggung jawab penuh untuk memastikan ketersediaan pangan, stabilisasi harga, diversifikasi konsumsi, hingga pengelolaan cadangan pangan nasional. “Artinya, Bapanas posisinya di atas Kementan, bukan di bawahnya. Bagaimana mungkin lembaga pengkoordinasi dipimpin oleh menteri yang seharusnya dikoordinasikan? Objektivitas akan sulit dicapai,” ujarnya.
Menurutnya, penunjukan Amran justru akan melemahkan peran koordinatif Bapanas. Ia menjelaskan bahwa Kementerian Pertanian memiliki kepentingan untuk menjaga kesejahteraan petani dan meningkatkan produksi pangan, sementara Bapanas bertugas melindungi konsumen dari gejolak harga. “Jika satu orang memegang dua kepentingan yang seringkali bertentangan, konflik kebijakan akan sulit dihindari,” tegas Khudori.
Khudori kemudian memberikan contoh konkret potensi konflik kepentingan dalam tata kelola beras. Kementerian Pertanian berkepentingan untuk menyerap gabah dari semua kualitas demi melindungi petani, sementara Bapanas harus menekan harga beras agar terjangkau oleh masyarakat. “Dua kepentingan ini seringkali berbenturan. Jika pejabatnya sama, siapa yang bisa menjamin keputusan yang diambil tidak akan memihak?” tanyanya retoris.
Lebih lanjut, Khudori menyoroti aspek hukum dari rangkap jabatan Amran. Ia merujuk pada Pasal 23 Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Kementerian Negara, yang secara jelas melarang seorang menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya. “Rangkap jabatan ini jelas melanggar semangat undang-undang tersebut,” tandasnya.
Khudori menilai bahwa rangkap jabatan ini mencerminkan permasalahan mendasar, yaitu lemahnya posisi Bapanas sejak awal pembentukannya. Sejak didirikan pada tahun 2021, lembaga ini dinilai belum sepenuhnya berdaulat, karena banyak kewenangan strategis di bidang pangan masih tersebar di Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian BUMN. “Bapanas seperti tidak pernah diberi taring,” ungkapnya.
Selain lemah dari segi kewenangan, Khudori juga berpendapat bahwa Bapanas tidak memiliki posisi yang setara dalam kabinet. Karena berstatus badan, kepala lembaganya tidak termasuk sebagai peserta rapat kabinet dan seringkali dianggap setara dengan pejabat eselon I.
Khudori menambahkan bahwa situasi ini semakin rumit dengan pembentukan Kementerian Koordinator Bidang Pangan serta Badan Gizi Nasional (BGN) oleh Presiden Prabowo. Fungsi koordinasi pangan menjadi tumpang tindih, sementara sebagian urusan gizi yang sebelumnya berada di Bapanas telah dipindahkan ke BGN. “Jika alasannya efisiensi, seharusnya yang dilakukan adalah menata ulang kelembagaan pangan agar jelas fungsi dan garis koordinasinya,” sarannya.
Khudori menegaskan bahwa alasan efisiensi tidak boleh mengorbankan prinsip check and balances dalam tata kelola pemerintahan. Ia khawatir bahwa rangkap jabatan seperti ini akan mengaburkan garis akuntabilitas. “Pada akhirnya, publik akan kesulitan menilai kebijakan mana yang diambil untuk kepentingan petani, dan mana yang benar-benar untuk kepentingan konsumen,” pungkasnya.
Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, sebelumnya juga mengkritik pengangkatan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sebagai Kepala Bapanas, dengan menyatakan bahwa hal itu melanggar Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. “Pemerintah saat ini seperti tidak mengindahkan Undang-undang, dengan melanggarnya berulang kali,” ujarnya melalui pesan singkat pada Sabtu, 11 Oktober 2025.
Nailul berpendapat bahwa pengangkatan Amran menyalahi Pasal 32 undang-undang tersebut, yang melarang menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara, komisaris, atau direksi perusahaan swasta atau negara, serta melarang rangkap posisi sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai oleh negara.
Menurut Nailul, keputusan Prabowo memilih Amran sebagai kepala badan menambah daftar panjang pimpinan kabinet yang merangkap jabatan, seperti penunjukan Menteri Investasi/Kepala BPKM Rosan Roeslani sebagai Kepala Danantara, hingga Wakil Menteri Komunikasi Digital Angga Raka yang kini menjabat sebagai Kepala Badan Komunikasi Pemerintah di Istana Negara.
Nailul juga menyampaikan kekhawatiran atas potensi konflik kepentingan karena perbedaan fungsi antara Bapanas dan Kementerian Pertanian. Ia menjelaskan bahwa Bapanas bertugas melakukan koordinasi, perumusan, dan penetapan kebijakan terkait pasokan, stabilisasi harga, hingga kerawanan pangan.
Sementara itu, Kementerian Pertanian bertanggung jawab untuk meningkatkan penyediaan pangan dalam negeri. “Bagaimana mungkin Kepala Bapanas memanggil menteri untuk berdiskusi terkait pangan tanpa adanya kepentingan organisasi?” tanya Nailul. Ia khawatir bahwa kebijakan stabilisasi harga pangan akan bias terhadap kepentingan pertanian tanpa mempertimbangkan kepentingan konsumen.
Menanggapi kritikan terkait rangkap jabatan tersebut, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan bahwa ia hanya menjalankan perintah Presiden. “Kita ini hanya ikut perintah atasan,” ujarnya usai serah terima jabatan di Jakarta, 13 Oktober 2025. Ia berpendapat bahwa rangkap jabatan ini akan mempercepat dan mengefisienkan pengambilan keputusan.
Melalui Keputusan Presiden Nomor 116/P Tahun 2025, Prabowo mengangkat Menteri Pertanian Amran Sulaiman sebagai Kepala Bapanas, menggantikan Arief Prasetyo Adi yang resmi dicopot dari jabatannya. “Mengangkat Andi Amran Sulaiman sebagai Kepala Badan Pangan Nasional,” demikian bunyi keputusan presiden yang ditetapkan di Jakarta, dikutip pada Sabtu, 11 Oktober 2025.
Dalam salinan dokumen yang dilihat Tempo, keputusan tersebut ditetapkan oleh Kepala Negara pada 9 Oktober 2025 dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Melalui dokumen itu pula, Prabowo menetapkan Amran Sulaiman sebagai pengganti Arief, yang telah menjabat sejak 2022 setelah dilantik oleh Presiden Jokowi kala itu sebagai Kepala Bapanas.
Dengan penetapan tersebut, Amran Sulaiman mendapatkan hak keuangan dan fasilitas lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Menurut dokumen keputusan presiden itu, pertimbangan Prabowo mencopot Arief dari jabatannya adalah untuk meningkatkan efektivitas dalam tugas pemerintahan.
Pemberhentian Kepala Bapanas mengacu pada ketentuan Pasal 41 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa kepala badan diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
Alfitria Nefi Pratiwi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Penyebab Beras Menumpuk hingga Turun Mutu di Gudang Bulog