Bisnis JAKARTA. Investor institusi asing terlihat agresif mengakumulasi saham PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) sepanjang tahun ini. Aksi beli ini terjadi justru ketika harga saham emiten yang dikenal dengan nama Mitratel tersebut sedang mengalami penurunan *year to date* (ytd).
Pada hari Senin (20/10), harga saham MTEL sempat turun 1,8% menjadi Rp 545. Namun, data *Bloomberg* yang diakses pada Selasa (21/10) menunjukkan bahwa Blackrock justru menambah kepemilikan sahamnya sebanyak 37.900 lembar, sehingga total kepemilikannya menjadi 43,89 juta saham atau 0,05%.
Manulife Financial Corp juga tercatat menambah 22,15 juta saham, meningkatkan kepemilikannya menjadi 40,53 juta saham atau 0,05%. Sebelumnya, Vanguard Group Inc juga terpantau menambah 139.400 unit saham, sehingga total kepemilikannya mencapai 703,73 juta saham atau 0,86%.
Dayamitra Telekomunikasi (MTEL) Bersiap Buyback Rp 1 Triliun
Lantas, apa yang mendorong institusi asing begitu bersemangat menambah kepemilikan saham MTEL? *Managing Director Research & Digital Production* Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, memproyeksikan bahwa kinerja MTEL akan membaik pada tahun 2026. Pemicunya adalah perbaikan ekonomi yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan pendapatan rata-rata per pengguna (ARPU).
“Dengan adanya perbaikan profitabilitas perusahaan telekomunikasi, diharapkan akan terjadi ekspansi jaringan yang pada gilirannya meningkatkan permintaan menara telekomunikasi,” ujar Harry kepada Kontan, beberapa waktu lalu.
Selain itu, kepemilikan aset Mitratel yang tersebar merata di luar pulau Jawa menjadi nilai tambah tersendiri. Hal ini sejalan dengan rencana ekspansi operator telekomunikasi yang kini mengincar pertumbuhan di wilayah Sumatera, Sulawesi, dan Indonesia Timur.
Faktor menarik lainnya adalah posisi kas dan setara kas Mitratel yang cukup kuat, mencapai Rp 2,76 triliun. Dukungan dari induk usaha, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), yang merupakan operator telekomunikasi dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia, juga menjadi pertimbangan penting, terutama di tengah konsolidasi bisnis yang sedang berlangsung di industri telekomunikasi.
Serat Optik Imbangi Bisnis Menara Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL)
Pengamat pasar modal, Redy Octa, menilai bahwa Mitratel memiliki sejumlah sentimen positif yang dapat menopang pergerakan harga sahamnya di masa depan. Salah satunya adalah rencana pembelian kembali (*buyback*) saham dengan target dana Rp 1 triliun.
“Aksi *buyback* merupakan sinyal positif bagi sebuah emiten. Ini menunjukkan bahwa manajemen internal memiliki keyakinan terhadap kinerja fundamental perusahaan di masa depan, sehingga dapat memperkuat harga sahamnya,” jelasnya.
Manuver *buyback* MTEL akan mengurangi jumlah saham yang beredar di pasar. Hal ini berpotensi meningkatkan rasio dividen per saham (DPS) dan menstabilkan pergerakan harga saham.
Di sisi lain, struktur pemegang saham saat ini didominasi oleh investor institusi yang memiliki orientasi investasi jangka panjang. “Jika isu merger menjadi kenyataan, pergerakan harga saham MTEL akan sangat menarik karena *floating shares* sudah jauh berkurang,” tambah seorang analis lainnya.
Kinerja keuangan MTEL juga menunjukkan tren positif. Laba tahun berjalan berhasil meningkat dari Rp 1,06 triliun menjadi Rp 1,09 triliun, sehingga laba per saham emiten ini mencapai Rp 13 hingga semester I-2025. Pendapatan perseroan juga mengalami peningkatan dari Rp 4,49 triliun menjadi Rp 4,59 triliun pada periode yang sama.
Ditopang Bisnis Sewa Menara, Simak Rekomendasi Saham Mitratel (MTEL)
Pergerakan harga saham yang belum sepenuhnya mencerminkan kinerja fundamental yang solid ini mengindikasikan bahwa harga saham MTEL saat ini tergolong *undervalued*. Pada Selasa (21/10) pukul 09.14 WIB, harga MTEL sempat melonjak 1,83% menjadi Rp 555 per saham.
Analis NH Korindo Sekuritas, Leonardo Lijuwardi, mengatakan bahwa MTEL berhasil mempertahankan posisinya sebagai pemilik menara telekomunikasi terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara dengan total 39.782 menara. Segmen serat optik juga menjadi mesin pertumbuhan utama, mengimbangi pertumbuhan yang stagnan di segmen menara. Bisnis serat optik memberikan kontribusi yang semakin besar terhadap pendapatan keseluruhan perusahaan.
*Fiber to the tower* (FTTT) merupakan inisiatif utama MTEL untuk memenuhi permintaan operator seluler akan konektivitas yang lebih baik. Pendapatan dari segmen serat optik melonjak 28,1% *year on year* (yoy) menjadi Rp 287 miliar pada semester I-2025. “Kami memperkirakan bahwa serat optik akan berkontribusi 6,2% dari total pendapatan 2025, didukung oleh perluasan jaringan yang berkelanjutan,” kata Leonardo.
Harry dan Leonardo secara kompak merekomendasikan *buy* saham MTEL dengan target harga masing-masing Rp 650 per saham dan Rp 700 per saham.