Sibisnis JAKARTA. Harga saham PT Bank Mandiri (BMRI) mengalami penurunan pada penutupan perdagangan Senin (27/10/2025) setelah pengumuman kinerja keuangan untuk periode sembilan bulan pertama tahun 2025.
Tercatat, harga saham BMRI menyusut 1,76% menjadi Rp 4.470 per saham pada hari Senin. Secara year to date (YTD), saham BMRI telah terkoreksi sebesar 21,58%. Namun, terdapat sinyal positif dalam jangka pendek, di mana saham BMRI menguat 3,95% dalam sepekan dan 1,13% dalam sebulan terakhir.
Dalam laporan kinerja yang dipaparkan, Bank Mandiri mencatatkan laba sebesar Rp 37,75 triliun pada kuartal III 2025. Angka ini menunjukkan penurunan sekitar 10,14% secara tahunan (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebesar Rp 42,01 triliun.
Di sisi lain, pendapatan bunga bersih Bank Mandiri tumbuh 4,9% secara tahunan menjadi Rp 78,3 triliun. Penyaluran kredit konsolidasi bank dengan kode saham BMRI ini juga mengalami peningkatan, mencapai Rp 1.764,32 triliun, atau tumbuh 11% secara tahunan (YoY).
Pertumbuhan kredit ini berdampak positif pada total aset konsolidasi Bank Mandiri, yang turut meningkat menjadi Rp 2.563 triliun, naik 10,3% secara YoY.
“Kami fokus menjaga pertumbuhan yang berkualitas, didukung oleh tata kelola risiko yang disiplin, serta sinergi lintas segmen dan sektor yang memperkuat daya saing ekonomi nasional,” ujar Direktur Finance & Strategy Bank Mandiri, Novita Widya Anggraini, saat memberikan paparan kinerja, Senin (27/10/2025).
Saham Big Banks Kompak Melemah, BMRI Catat Penurunan Terdalam Selasa (14/10)
Dari aspek pendanaan, Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Mandiri menunjukkan pertumbuhan yang solid, yaitu sebesar 13% YoY menjadi Rp1.884 triliun hingga akhir kuartal III 2025.
Sesuai Ekspektasi Pasar
Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, berpendapat bahwa meskipun laba Bank Mandiri (BMRI) belum menunjukkan pertumbuhan yang agresif, kinerja emiten perbankan pelat merah ini masih berada dalam koridor ekspektasi pasar.
Menurutnya, penurunan laba bersih lebih disebabkan oleh meningkatnya biaya dana (cost of fund) dan beban provisi kredit yang sedikit bertambah sepanjang tahun berjalan.
“Secara keseluruhan, performa Bank Mandiri masih sejalan dengan ekspektasi analis. Pertumbuhan kredit tetap terjaga di level double digit, sementara rasio dana murah (CASA) juga masih kuat,” jelas Wafi.
Ke depannya, prospek fundamental Bank Mandiri dinilai tetap kokoh. Pertumbuhan kredit di segmen korporasi dan konsumer diperkirakan akan terus tumbuh di kisaran 9%–10% secara tahunan (yoy) hingga akhir tahun. Selain itu, pendapatan berbasis komisi (fee-based income) juga diprediksi akan menjadi penopang kinerja.
Dengan mulai terlihatnya tren penurunan cost of fund secara bertahap, margin bunga bersih (NIM) Bank Mandiri berpotensi mengalami perbaikan pada kuartal IV tahun ini.
Wafi menambahkan, meskipun prospeknya positif, Bank Mandiri masih menghadapi tantangan terkait likuiditas dan risiko kredit di segmen komersial yang dapat menekan margin. Selain itu, tekanan dari faktor global dan fluktuasi nilai tukar berpotensi memengaruhi sentimen jangka pendek di pasar saham.
Namun, secara struktur, Bank Mandiri dipandang sebagai salah satu bank dengan fundamental terkuat di sektor perbankan nasional, baik dari sisi permodalan maupun efisiensi operasional.
BBRI dan BMRI Terbesar, Cek Saham yang Banyak Diborong Asing Sepekan Terakhir
Dari sisi valuasi, saham BMRI dinilai cukup menarik dengan price to book value (PBV) sekitar 1,4 kali dan dividend yield mendekati 6%.
“Dengan valuasi yang menarik dan fundamental yang tetap solid, kami mempertahankan rekomendasi Beli untuk BMRI dengan target harga di level Rp7.200 per saham,” ungkap Wafi.
Valuasi Masih Menarik
Sementara itu, Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menilai bahwa kinerja Bank Mandiri (BMRI) yang terlihat kurang memuaskan dalam beberapa waktu terakhir masih dalam batas wajar. Penurunan laba sejalan dengan pertumbuhan kredit yang belum sepenuhnya pulih, sehingga capaian kinerja perseroan belum memenuhi ekspektasi sebagian analis dan pelaku pasar.
Investor juga masih menunjukkan sikap hati-hati terhadap saham perbankan, termasuk Bank Mandiri, mengingat kondisi makroekonomi yang penuh tantangan.
“Tingginya suku bunga, ketatnya likuiditas, serta persaingan industri perbankan yang semakin kompetitif memberikan tekanan tersendiri terhadap margin dan profitabilitas. Meskipun demikian, dari sisi fundamental, Mandiri tetap dianggap sebagai salah satu bank dengan struktur keuangan paling solid di tanah air,” jelasnya.
Menjelang akhir 2025 hingga memasuki 2026, peluang perbaikan fundamental Bank Mandiri masih cukup terbuka. Pertumbuhan kredit dan pendapatan bunga bersih berpotensi meningkat seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga, stimulus fiskal pemerintah, serta dukungan likuiditas melalui kebijakan penempatan dana di sektor keuangan.
Namun, sejumlah tantangan tetap perlu diwaspadai, mulai dari biaya dana (cost of fund) yang belum sepenuhnya turun, aktivitas ekonomi domestik yang masih dalam tahap pemulihan, hingga risiko global yang berpotensi menciptakan volatilitas baru di pasar keuangan.
Bank Mandiri (BMRI) Bidik Pertumbuhan Berbasis Dana Murah di Tengah Tekanan Margin
Dari sisi valuasi, saham BMRI saat ini dinilai sudah berada pada level yang menarik. Secara teknikal, pergerakan harga saham BMRI mulai menunjukkan potensi rebound, didukung oleh akumulasi investor asing dalam beberapa pekan terakhir.
Ekky menyebutkan, untuk jangka pendek hingga menengah, harga saham Bank Mandiri berpotensi menguji level Rp5.000 per saham sebagai area konfirmasi reversal, dengan catatan sentimen sektor perbankan dan kondisi pasar tetap stabil.
“Dengan fundamental yang kuat dan dukungan kebijakan makro yang lebih longgar, Bank Mandiri diperkirakan dapat kembali mencatatkan kinerja yang solid pada 2026, seiring dengan membaiknya momentum pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkasnya.
Bank Mandiri (BMRI) Hadapi Tekanan Margin, Tapi Prospek Tetap Tangguh di 2025





