
Sibisnis JAKARTA. Pemerintah mengambil langkah berani untuk menstabilkan industri nikel nasional dengan memberlakukan moratorium izin pembangunan smelter nikel. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko, yang secara efektif menghentikan penerbitan izin baru melalui sistem OSS untuk berbagai produk turunan nikel, termasuk FeNi, NPI, nickel matte, dan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
Lebih dari sekadar menahan izin baru, aturan ini juga membidik perizinan yang sudah terbit namun belum menunjukkan progres konstruksi yang signifikan. Eko Widodo, Kepala Tim Verifikasi Perizinan Usaha Direktorat Industri Logam (ILMATE), seperti dikutip Shanghai Metals Market (SMM), menyatakan bahwa kebijakan ini akan berdampak langsung pada proyek-proyek yang belum memasuki tahap pembangunan fisik.
Lantas, bagaimana nasib proyek yang sudah berjalan? Asosiasi Smelter Nikel Indonesia (FINI) akan membantu para pengusaha smelter untuk mengajukan dispensasi agar mereka tetap dapat melanjutkan konstruksi, dengan pertimbangan bahwa proyek-proyek ini sudah dimulai sebelum aturan baru diberlakukan. Sebaliknya, proyek yang belum melakukan pembangunan fisik akan menghadapi tantangan berat untuk memperoleh pengecualian. Pemerintah juga membuka peluang pengecualian bagi smelter yang mengembangkan fasilitas hilir seperti stainless steel atau nickel sulfate, bahkan jika mereka mengoperasikan smelter NPI, matte, atau MHP di bawah entitas terpisah. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah setelah melalui proses evaluasi yang ketat.
Analis Mandiri Sekuritas, Ariyanto Kurniawan dan Vanessa Taslim, melihat langkah ini sebagai bagian integral dari upaya pemerintah untuk mengatasi kelebihan pasokan (oversupply) yang telah membebani harga nikel global selama dua tahun terakhir. Pengetatan kuota RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) telah berhasil mendongkrak harga bijih nikel dari sekitar US$ 30 per ton menjadi US$ 53 per ton, sekaligus meningkatkan penerimaan royalti negara.
Sebagai negara yang memasok hingga 70% kebutuhan nikel dunia, Indonesia memiliki peran sentral dalam menentukan arah harga nikel global. Setiap indikasi pengurangan pasokan dari Indonesia diperkirakan akan memberikan dampak signifikan terhadap pasar nikel internasional. Pemerintah pun memiliki kepentingan besar untuk menjaga stabilitas dan meningkatkan harga nikel hilir, dengan tujuan memperbaiki monetisasi sektor hilir yang selama ini tertekan akibat kelebihan pasokan.
Moratorium ini diperkirakan akan memberikan dampak terbesar pada harga MHP, mengingat sebagian besar proyek smelter yang masih dalam tahap perencanaan menggunakan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching). Data Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi per Desember 2023 menunjukkan bahwa kapasitas terpasang industri nikel Indonesia mencapai 2,2 juta ton, terdiri dari 1,9 juta ton dengan teknologi RKEF (Rotary Kiln Electric Furnace) dan 265.000 ton dengan HPAL. Proyek yang sedang dibangun memiliki kapasitas 890.000 ton (555.000 RKEF dan 305.000 HPAL), sementara proyek yang masih dalam tahap perencanaan mencapai 659.000 ton, di mana 619.000 ton di antaranya adalah HPAL.
“Jika pemerintah benar-benar menghentikan 50% dari proyek yang masih dalam tahap perencanaan, suplai nikel global pada 2028 diperkirakan akan turun dari proyeksi awal 4,4 juta ton menjadi 4,1 juta ton,” ungkap Ariyanto dalam risetnya pada 19 November 2024. Perubahan ini cukup signifikan untuk membalikkan kondisi pasar dari surplus 178.000 ton menjadi defisit 152.000 ton.
Menurut riset analis Mandiri Sekuritas, kondisi ini akan menguntungkan pelaku industri HPAL. Salah satu emiten yang diprediksi akan merasakan dampak positifnya adalah Trimegah Bangun Persada (NCKL). NCKL diperkirakan menjadi penerima manfaat terbesar karena memiliki eksposur langsung terhadap 120.000 ton kapasitas HPAL yang telah beroperasi dengan kepemilikan hingga 45%, serta fasilitas hilir yang memproduksi nickel sulfate dan cobalt sulfate.
Selain itu, Vale Indonesia (INCO) dinilai memiliki prospek yang menjanjikan berkat proyek HPAL berkapasitas 180.000 ton yang ditargetkan selesai pada akhir 2026 hingga 2027, dengan kepemilikan 30%.
Harum Energy (HRUM) juga disebut berada dalam posisi yang menarik karena hampir menyelesaikan proyek HPAL 67.000 ton dengan kepemilikan efektif 26%.
Sementara itu, dampak terhadap Aneka Tambang (ANTM) diperkirakan netral karena eksposurnya terhadap ekspansi HPAL relatif terbatas dibandingkan para pesaingnya.
Moratorium ini menandai perubahan signifikan dalam dinamika industri nikel Indonesia dan mengirimkan sinyal kuat kepada pasar global bahwa fase ekspansi agresif yang menyebabkan kelebihan pasokan mulai dikendalikan. Jika diterapkan secara ketat, Ariyanto memperkirakan bahwa kebijakan ini berpotensi mengangkat kembali harga nikel dan MHP, memperkuat nilai ekonomi sektor hilir, dan mendorong produsen berteknologi HPAL menjadi pemain kunci dalam lanskap industri nikel dunia yang baru.
Ariyanto juga memberikan rekomendasi overweight untuk saham-saham di sektor metal. Saham INCO direkomendasikan buy dengan target harga Rp 5.500, saham NCKL direkomendasikan buy dengan target harga Rp 1.500, saham ANTM ditargetkan di Rp 4.000, dan HRUM dipasang di Rp 1.350 per saham.





