Data Ekonomi BPS Diragukan? Ini Pembelaan Pemerintah Soal Kejujuran Data!

Admin

No comments

Kepala Kantor Kepresidenan (KSP), Hasan Nasbi, menanggapi keraguan sejumlah ekonom terhadap data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang dirilis pemerintah sebesar 5,12%. Menurutnya, keraguan tersebut berakar dari pembingkaian atau *framing* negatif terhadap kinerja ekonomi Indonesia.

“Pertumbuhan ekonomi kita positif, tetapi ada yang melihatnya dengan cara yang tidak positif,” ujar Hasan di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis, 7 Agustus 2025. Ia menegaskan bahwa pemerintah selalu menyajikan data ekonomi secara jujur dan transparan.

Hasan mencontohkan, saat Presiden Prabowo Subianto menjabat pada kuartal IV-2024, Badan Pusat Statistik (BPS) di bawah pemerintahannya mengumumkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02%. Selanjutnya, pada kuartal I-2025, BPS kembali mengumumkan penurunan pertumbuhan menjadi 4,87%. “Turun kan? Penurunan itu dikeluarkan oleh pemerintahan yang sama oleh BPS di bawah pemerintahan yang sama. Turun kita bilang turun,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa banyak pihak terpaku pada data konsumsi dan belanja pemerintah, tanpa memperhatikan data investasi yang signifikan. Hasan menunjuk data dari Menteri Investasi yang menunjukkan realisasi investasi mencapai Rp 942,9 triliun, hampir 50% dari target tahunan sebesar Rp 1.900 triliun. Realisasi investasi ini juga telah menyerap 1,25 juta tenaga kerja hingga Agustus 2025.

“Jadi ada konsumsi, ada investasi, ada *government*,” jelas Hasan. “Di sektor lapangan usaha misalnya, sektor industri manufaktur kita tumbuh 5,6 persen. Investasi yang tadi ini tumbuh 6,99 persen.”

Namun, data pertumbuhan ekonomi 5,12% yang dirilis BPS memang memicu perdebatan. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mempertanyakan kejanggalan pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 yang lebih tinggi dibandingkan kuartal I. Padahal, secara historis, pertumbuhan ekonomi tertinggi biasanya terjadi pada momen Hari Raya Idul Fitri. “Kuartal I-2025 saja hanya tumbuh 4,87 persen. Jadi cukup janggal ketika pertumbuhan kuartal II mencapai 5,12 persen,” kata Nailul dalam keterangan tertulis pada Selasa, 5 Agustus 2025. Perlu diingat, Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah jatuh pada 31 Maret 2025, yang masuk dalam kuartal I.

Kejanggalan lain yang disoroti Celios adalah data pertumbuhan industri pengolahan. Meskipun BPS mencatat pertumbuhan 5,68% secara tahunan dengan kontribusi 1,13% terhadap pertumbuhan ekonomi, data *purchasing managers’ index* (PMI) manufaktur Indonesia justru menunjukkan kontraksi di bawah 50 poin selama April-Juni 2025. “Artinya, perusahaan tidak melakukan ekspansi secara signifikan,” ucap Nailul. Ia menilai bahwa industri manufaktur sedang mengalami penurunan, yang tercermin dari meningkatnya jumlah tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada periode Januari-Juni 2025.

Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 42.385 pekerja terkena PHK pada periode tersebut, meningkat 32,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (32.064 orang).

Celios juga menyoroti pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,96%. Meskipun konsumsi rumah tangga berkontribusi 54,25% terhadap produk domestik bruto (PDB) dan menyumbang 2,64% terhadap pertumbuhan ekonomi, Nailul mempertanyakan momentum yang mendorong peningkatan tajam tersebut. “Ketidaksinkronan antara data pertumbuhan ekonomi dengan *leading indicator*, membuat saya pribadi tidak percaya terhadap data yang dirilis oleh BPS,” tegas Nailul.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) juga mempertanyakan data pertumbuhan ekonomi versi BPS. Mereka menyoroti pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran yang mencapai 5,37% secara tahunan. Berdasarkan konfirmasi Indef kepada pelaku retail dan asosiasi, pertumbuhan di lapangan usaha perdagangan besar dan eceran pada kuartal II tidak setinggi yang dilaporkan. Indef juga menyinggung fenomena “Rojali” (rombongan jarang beli) dan “Rohana” (rombongan hanya nanya) yang mempengaruhi kinerja industri retail.

“Bahkan fenomena Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya) jadi salah satu yang mendorong perdagangan di industri retail tidak seperti tahun-tahun sebelumnya,” kata Kepala Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho dalam diskusi publik pada Rabu, 6 Agustus 2025.

Indef juga mempertanyakan pertumbuhan lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum yang melesat 8,04%, mengingat efisiensi yang dilakukan pemerintah justru dianggap sebagai faktor kontraksi pada sektor tersebut.

Terakhir, Indef menyinggung investasi yang diukur melalui Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), yang tumbuh 6,99% secara tahunan. Meskipun data pertumbuhan investasi kuartal II-2025 dari Kementerian Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan kenaikan, Indef mencatat bahwa kenaikan tersebut tidak sebesar kuartal II tahun sebelumnya.

Melynda Dwi Puspita, Anastasya Lavenia Yudi dan Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor: Mengapa Angka Pertumbuhan Ekonomi versi BPS Meragukan

Tags:

Share:

Related Post