Sibisnis – JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan tren positif, namun performa sektor-sektor di pasar modal justru memperlihatkan disparitas yang mencolok. Kenaikan IHSG yang terjadi sepanjang tahun ini ternyata tidak serta merta dinikmati oleh semua sektor saham.
Sektor energi (IDXENERGY), yang mencakup emiten di bidang minyak, gas, batu bara, dan jasa pendukung, sempat menjadi bintang di tahun 2024 dengan pertumbuhan mencapai 28,01%. Sayangnya, laju pertumbuhan sektor ini melambat menjadi 12,82% secara year to date (YtD) hingga 11 Agustus 2025.
Nasib serupa dialami oleh sektor finansial yang hanya tumbuh 3,12% YtD, bahkan sektor konsumer siklikal justru mengalami koreksi sebesar 4,18% YtD.
Di sisi lain, sektor teknologi (IDXTECHNO) yang sempat terpuruk dengan penurunan 9,87% di tahun 2024, kini justru memimpin dengan lonjakan fantastis sebesar 117,95% YtD. Sektor infrastruktur (IDXINFRA) juga menunjukkan penguatan signifikan dengan pertumbuhan 31,58% YtD.
Liza Camelia, Head of Research Kiwoom Sekuritas, menjelaskan bahwa dinamika investasi di berbagai sektor pasar saham Indonesia mengalami perubahan akibat sentimen-sentimen yang berkembang sepanjang tahun 2025.
Mengenai penguatan sektor teknologi dan infrastruktur, Liza berpendapat bahwa kombinasi antara penurunan suku bunga, meredanya ketidakpastian politik global pasca-tarif Trump, dan aliran dana asing ke saham-saham berkapitalisasi besar menjadi pendorong utama kenaikan kedua sektor tersebut.
: : Rotasi Sektor Pasar Modal 2025: Teknologi Melesat Lampaui Saham Energi
Sebaliknya, sektor energi yang sebelumnya berjaya, kini tertinggal karena harga batu bara global mengalami pelemahan yang signifikan.
“Mengingat bobot terbesar sektor energi di Bursa Efek Indonesia ada pada emiten batu bara, penurunan harga komoditas ini secara langsung menekan kinerja sektor tersebut. Akibatnya, sebagian investor melakukan aksi taking profit setelah reli panjang yang terjadi di tahun 2024,” ungkap Liza saat dihubungi pada hari Selasa (12/8/2025).
: : 10 Saham Paling Cuan Saat IHSG Bullish: TNCA, PPRE, IMPC Melejit
Sementara itu, sektor konsumer, finansial, dan non-siklikal, meskipun fundamental emiten di sektor ini relatif stabil, tampaknya belum cukup untuk memicu euforia beli di kalangan investor.
Liza menambahkan bahwa saat ini investor cenderung mencari sektor-sektor yang memiliki potensi re-rating cepat atau katalis yang kuat, sehingga sektor-sektor defensif menjadi kurang menarik dibandingkan dengan kenaikan indeks acuan.
Senada dengan Liza, Retail Equity Analyst Indo Premier Sekuritas, Indri Liftiany, menyatakan bahwa pelemahan sektor energi juga dipengaruhi oleh kekhawatiran akan perlambatan ekonomi akibat tarif yang diberlakukan oleh Trump.
Menurutnya, meskipun sektor energi mendapatkan sentimen positif, dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap kinerja sektoral. Investor pun cenderung beralih dari sektor defensif karena prospek dan sentimen di sektor lain dinilai lebih menarik.
Berbeda dengan Liza, Indri berpendapat bahwa penguatan sektor teknologi dan infrastruktur lebih banyak disebabkan oleh pergerakan saham-saham berkapitalisasi besar. Ia mencontohkan PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) yang menjadi pendorong utama sektor infrastruktur, terutama setelah mendapatkan sentimen positif dari MSCI.
“Sementara itu, pergerakan sektor teknologi mayoritas dipengaruhi oleh saham DCII dan MLPT. Seperti yang kita ketahui, kedua saham tersebut dilabeli sebagai saham ‘hedging‘ karena transaksi pada saham tersebut cukup terbatas dan memiliki harga yang premium,” jelasnya.
Sepanjang tahun 2025, saham PT DCI Indonesia Tbk. (DCII) telah melonjak sebesar 560,93%, sementara PT Multipolar Technology Tbk. (MLPT) naik 234,59% YtD menjadi Rp61.900 per saham.
_______
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.