Sibisnis – JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan sinyal positif dengan target membidik level 7.900 dalam jangka pendek. Optimisme ini didorong oleh sentimen eksternal yang kuat, termasuk rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) dan perkembangan dinamika geopolitik global.
Pada perdagangan hari Selasa (12 Agustus 2025), IHSG mencatat lonjakan signifikan sebesar 2,44% dan berhasil mencapai level 7.791,69. Kinerja pasar yang menggembirakan ini ditunjukkan dengan 382 saham yang mengalami kenaikan, sementara 249 saham mengalami penurunan, dan 170 saham lainnya stagnan. Secara keseluruhan, kapitalisasi pasar berhasil menembus angka Rp14.043 triliun.
Muhammad Wafi, Head of Research KISI Sekuritas, mengungkapkan bahwa katalis utama di balik performa impresif IHSG kemarin adalah aksi beli bersih yang dilakukan oleh investor asing, dengan nilai mencapai Rp2,2 triliun.
“Dalam jangka pendek, masih ada potensi kenaikan (upside). Namun, perlu diwaspadai potensi koreksi dalam jangka menengah, sekitar akhir Agustus atau awal September. Hal ini disebabkan valuasi IHSG saat ini yang sudah tidak tergolong murah, berada di sekitar 15-16 kali P/E,” jelasnya kepada Bisnis pada hari Selasa (12 Agustus 2025).
Wafi menambahkan bahwa risiko koreksi ini dapat diminimalisir jika terdapat kejutan positif dari laporan keuangan emiten-emiten berkapitalisasi besar (big caps).
“Target akhir tahun IHSG masih kami pertahankan di level 7.800. Potensi kenaikan lebih lanjut bisa terjadi jika ada tambahan lighthouse IPO lagi yang dapat mendorong EPS IHSG. Dengan demikian, target harga (target price) akhir tahun berpotensi terdorong ke sekitar 7.900,” paparnya.
Terpisah, Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, memberikan proyeksi mengenai level support dan resistance IHSG untuk perdagangan hari Rabu (13 Agustus 2025). Menurutnya, level support berada di 7.659 dan 7.680, sementara level resistance diperkirakan mencapai 7.823 dan 7.854.
“Fokus pasar saat ini tertuju pada data US Consumer Price Index (CPI) dan Core CPI yang diperkirakan akan menunjukkan kenaikan tahunan dibandingkan bulan sebelumnya,” ungkap Nafan kepada Bisnis.
Meskipun tekanan inflasi masih membayangi, Nafan meyakini bahwa The Fed tetap berkomitmen untuk melanjutkan kebijakan pelonggaran moneter sesuai dengan June’s Dot Plot, yang mengindikasikan kemungkinan dua kali pemotongan suku bunga pada tahun 2025.
“Para analis memprediksi penurunan suku bunga The Fed dapat terjadi secepatnya pada bulan September, dengan gelombang kedua pada bulan Desember. Ini menjadi salah satu faktor krusial yang akan menentukan arah pergerakan pasar,” jelasnya.
Selain data ekonomi, perhatian pasar juga tertuju pada perkembangan pertemuan penting antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang dijadwalkan berlangsung di Alaska. Pertemuan tingkat tinggi ini dinilai memiliki potensi untuk memberikan sentimen positif bagi pasar saham global.
Menurut Nafan, pasar berharap pertemuan ini akan menghasilkan kesepakatan komprehensif yang dapat meredakan ketegangan politik, terutama yang berkaitan dengan tarif antara Rusia dan Ukraina.
Sentimen positif dari negosiasi tarif yang konstruktif dan meredanya tensi geopolitik secara umum dinilai dapat menjadi katalis yang signifikan bagi pergerakan IHSG dalam jangka pendek.
“Secara teknikal, IHSG saat ini masih berada dalam fase bullish dan menunjukkan tren naik (uptrend) yang kuat. Kondisi ini memberikan peluang optimisme bagi para investor,” pungkas Nafan.
Disclaimer: Berita ini disajikan semata-mata sebagai informasi dan tidak bertujuan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.