Bisnis JAKARTA. Rupiah kembali harus mengakui keunggulan dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan hari Kamis (21 Agustus 2025). Tekanan ini memperpanjang rekor negatif rupiah menjadi lima hari berturut-turut.
Data Bloomberg menunjukkan, rupiah di pasar spot ditutup pada angka Rp 16.288 per dolar AS. Angka ini mencerminkan pelemahan sebesar 0,10% dibandingkan posisi hari sebelumnya yang berada di Rp 16.272 per dolar AS.
Sri Mulyani Wanti-Wanti Dampak Gejolak Global pada Rupiah dan APBN
Dari kancah global, pergerakan nilai dolar AS turut dipengaruhi oleh isu politik yang mengusik independensi bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed).
Presiden Donald Trump kembali melancarkan serangan verbal kepada The Fed, kali ini mendesak Gubernur The Fed Lisa Cook untuk mengundurkan diri. Desakan ini terkait tuduhan kepemilikan hipotek di Michigan dan Georgia yang dianggap tidak pantas.
Meskipun Cook dengan tegas menolak tunduk pada tekanan politik, laporan Wall Street Journal mengindikasikan bahwa Trump bahkan mempertimbangkan langkah hukum untuk memakzulkannya.
Rupiah Spot Melemah 0,05% ke Rp 16.280 per Dolar AS pada Kamis (21/8/2025) Siang
“Situasi ini berpotensi memunculkan keraguan terhadap fungsi pengawasan dan regulasi The Fed, meskipun dampaknya terhadap kebijakan moneter dalam jangka pendek masih terbilang minimal,” jelas Prashant Newnaha, Senior Asia-Pacific Rates Strategist di TD Securities, mengenai potensi dampak dari gejolak politik di AS.
Reaksi pasar global terhadap isu tersebut relatif terbatas. Dolar AS sempat mengalami sedikit pelemahan, namun kemudian kembali stabil dalam perdagangan di pasar Asia.
Indeks dolar AS saat ini berada di level 98,301, mengarah pada kenaikan sebesar 0,4% sepanjang minggu ini. Bagaimana dengan mata uang lainnya?
Mata uang utama lainnya cenderung menunjukkan stabilitas. Yen Jepang bertahan stabil di angka 147,36 per dolar AS, sementara euro bertahan di level US$ 1,1646.
Rupiah Spot Melemah 0,10% ke Rp 16.289 per Dolar AS pada Kamis (21/8/2025) Pagi
Di sisi lain, pound sterling bergerak di angka US$ 1,3454, mendekati posisi terendah dalam satu minggu terakhir. Hal ini terjadi setelah inflasi Inggris pada bulan Juli mencapai titik tertinggi dalam 18 bulan.