PT Elnusa Tbk (ELSA) melakukan perubahan signifikan dalam jajaran kepemimpinannya melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar pada Senin, 25 Agustus 2025. Salah satu sorotan utama adalah penunjukan Vitri Chayaningsih Mallarangeng, seorang politisi dari Partai Demokrat, sebagai komisaris perusahaan.
Kehadiran Vitri Cahyaningsih memperkuat deretan komisaris Elnusa, bersanding dengan Purwadi Arianto yang dipercaya mengemban amanah sebagai Komisaris Utama. Selain itu, Abdul Hakim dan Farazandi Fidinansyah tetap menduduki posisi strategis sebagai Komisaris Independen, memastikan pengawasan yang objektif dan profesional.
Tak hanya jajaran komisaris, RUPSLB juga membawa angin segar bagi susunan direksi Elnusa. Litta Indriya Ariesca kini memegang tampuk kepemimpinan sebagai Direktur Utama, didampingi oleh Nelwin Aldriansyah yang menjabat sebagai Direktur Keuangan. Andri Haribowo dipercaya untuk mengendalikan operasional perusahaan sebagai Direktur Operasi, sementara Arief Prasetyo Handoyo didapuk menjadi Direktur Pengembangan, dan Hera Handayani memimpin sebagai Direktur SDM & Umum.
“Selamat datang dan selamat bertugas kepada Dewan Komisaris dan jajaran Direksi yang telah resmi diangkat,” tulis manajemen Elnusa melalui unggahan di akun Instagram resmi perusahaan pada Jumat, 29 Agustus 2025. “Semoga amanah baru ini menjadi langkah besar dalam menguatkan peran Elnusa untuk menghadirkan solusi terbaik bagi ketahanan energi nasional.” Ungkapan ini mencerminkan harapan besar terhadap kepemimpinan baru dalam memajukan Elnusa.
Vitri Chayaningsih Mallarangeng, sebelum terjun ke dunia korporasi, memiliki latar belakang pendidikan yang solid. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan jurusan Komunikasi pada tahun 1989. Semangat belajarnya terus membara, hingga ia meraih gelar Master of Science in Home Economics dari Northern Illinois University, Amerika Serikat pada tahun 1995. Puncak pencapaian akademiknya adalah gelar doktor di bidang Manajemen dari Universitas Indonesia pada tahun 2012.
Pengalaman profesional Vitri juga terbilang kaya dan beragam. Ia pernah berkiprah sebagai Independent Consultant on Small and Medium Enterprises, memberikan konsultasi keuangan untuk Petronas Petroleum Indonesia, serta menjadi konsultan CSR di PT Tempo Scan.
Selain itu, Vitri juga pernah memegang peran penting sebagai Pemimpin Redaksi KRIYA Magazine, sebuah publikasi yang berada di bawah naungan Dewan Kerajinan Nasional. Ia juga pernah menjadi konsultan manajemen untuk JBIC Japan Bank di Bappenas, menunjukkan kemampuannya dalam mengelola dan memberikan arahan strategis.
Saat ini, Vitri aktif dalam dunia politik sebagai Ketua Umum (Ketum) Perempuan Demokrat RI (PDRI) periode 2024–2029, setelah dilantik secara resmi pada Juni 2024.
Namun, di balik kariernya yang gemilang, Vitri juga sempat diterpa isu kurang sedap. Berdasarkan data yang diperoleh Tempo, terdapat indikasi bahwa Vitri menyembunyikan asal-usul sejumlah dana yang masuk ke rekeningnya. Tercatat ada setoran senilai Rp 8,3 miliar yang tersebar di tiga bank, yaitu BCA sebesar Rp 639 juta, Bank Yudha Bhakti Rp 1,6 miliar, dan Bank CIMB Niaga dengan setoran rutin Rp 35 juta per bulan.
Selain itu, Vitri juga diduga menerima aliran dana dari seorang notaris bernama Fatmahasiah, masing-masing sebesar Rp 1 miliar melalui rekening di PR Mandiri Sekuritas dan Rp 990 juta di Bank Yudha Bhakti.
Namanya juga tercatat mengajukan kredit senilai Rp 1 miliar di Bank CIMB Niaga. Dana tersebut digunakan untuk membeli sebuah apartemen di Oakwood Cozmo yang dibangun oleh PT Cozmo International. Meskipun apartemen itu dinyatakan lunas pada 31 Agustus dengan nilai Rp 920 juta, namun kemudian dibeli kembali oleh pihak Cozmo dengan harga lebih rendah, yakni Rp 675 juta.
Tak hanya itu, suaminya, Andi Alifian Mallarangeng, juga memiliki catatan kelam. Ia merupakan salah satu terdakwa dalam kasus korupsi proyek Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang, Bogor. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis empat tahun penjara terhadap Andi, setelah dinyatakan terbukti menerima aliran *fee* proyek Hambalang melalui adiknya, Choel Mallarangeng.
Hakim menilai bahwa perbuatan Andi Mallarangeng mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai Rp 461 miliar, meskipun sebagian dana yang diterima Choel kemudian dikembalikan kepada penyidik KPK.
Zed Abidien dan Ahmad Nurhasim turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Penjelasan Manajemen soal Lowongan Kerja Fiktif di Elnusa