JAKARTA. Saham-saham emiten lapis kedua semakin dilirik investor pada tahun 2025 ini. Daya tarik saham-saham ini didorong oleh pergeseran preferensi investor domestik yang kini aktif berburu peluang capital gain yang lebih menjanjikan di luar saham-saham berkapitalisasi besar atau yang sering disebut sebagai saham big caps.
Performa yang menggembirakan tercermin dari data Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menunjukkan bahwa hingga Kamis, 4 September, indeks IDX SMC Composite telah meroket sebesar 16,41% secara year to date (ytd). Angka ini jauh melampaui pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang hanya mencatatkan kenaikan sebesar 9,83% pada periode yang sama. Sementara itu, indeks IDX SMC Liquid juga menunjukkan tren positif dengan kenaikan sebesar 8,37% sejak awal tahun.
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menjelaskan bahwa pergeseran minat investor ini dipicu oleh derasnya arus keluar dana asing dari saham-saham big caps. Dalam sepekan terakhir, investor asing tercatat melakukan jual bersih (net sell) sebesar Rp 5,3 triliun, termasuk penjualan sebesar Rp 305 miliar pada hari Kamis (4/9). “Ruang kenaikan saham-saham berkapitalisasi besar dinilai relatif terbatas dalam jangka pendek, sehingga investor domestik lebih banyak mengalihkan dana mereka ke saham-saham lapis kedua,” ungkap Ekky.
Daya pikat saham-saham second liner semakin kuat seiring dengan perbaikan fundamental yang ditunjukkan oleh sebagian emiten. Kinerja yang konsisten dari beberapa emiten menjadi stimulus tambahan yang mendorong kenaikan harga saham.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, berpendapat bahwa sektor konsumer, properti, dan industrial yang mulai menunjukkan pemulihan dapat memberikan sentimen positif bagi pergerakan saham-saham lapis kedua.
Namun demikian, para analis mengingatkan investor untuk tetap berhati-hati dan selektif dalam memilih saham. Tidak semua lonjakan harga saham didukung oleh fundamental yang solid. Beberapa emiten justru mencatatkan penurunan margin dan laba bersih. Oleh karena itu, investor perlu waspada agar tidak terjebak dalam euforia jangka pendek yang berpotensi merugikan.
Ekky Topan menyoroti saham MBMA yang dinilai berpeluang menguat hingga level Rp 600. Selain itu, ia juga melihat potensi menarik pada saham TINS yang dianggap masih undervalued dibandingkan emiten sejenis, dengan target harga Rp 1.200–Rp 1.300 per saham dalam jangka menengah.