Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta masyarakat untuk tidak panik terkait temuan produk udang yang terkontaminasi isotop radioaktif. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb Haeru Rahayu, menegaskan bahwa kasus ini bersifat kasuistik. “Menurut kami, ini sifatnya kasuistik. Kita kan tidak punya reaktor nuklir,” ujarnya kepada wartawan di Balai Perikanan Budidaya Laut Batam, Kepulauan Riau, Selasa, 9 September 2025.
Pemerintah, lanjut Haeru, sedang berupaya mengambil langkah taktis untuk menyelesaikan masalah ini secepat mungkin, dengan harapan penjualan produk udang dapat segera pulih. “Kalau udangnya aman, ya tidak perlu takut untuk makan udang,” imbuhnya, meyakinkan masyarakat.
Kasus ini bermula dari laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) yang menemukan satu kontainer udang asal Indonesia mengandung radioaktif Cesium-137. Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan KKP, Ishartini, menjelaskan bahwa FDA menerima laporan tersebut dari Bea Cukai AS.
Meskipun terdeteksi adanya radiasi, Ishartini menjelaskan bahwa tingkat radiasi yang ditemukan, yaitu 68 Bq per kilogram, masih jauh di bawah ambang batas internasional yang ditetapkan, yaitu 1.200 Bq per kilogram. Namun, FDA kemudian memasukkan produk udang dari PT BMS, yang berlokasi di kawasan industri modern Cikande, Banten, ke dalam daftar merah impor khusus. “Diputuskan oleh FDA untuk memberikan red list untuk impor khusus. Jadi khusus udang yang diproduksi oleh PT BMS,” terang Ishartini.
Menindaklanjuti temuan ini, KKP bekerja sama dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) melakukan inspeksi untuk melacak rantai pasok bahan baku udang PT BMS yang berasal dari Lampung dan Pandeglang.
Hasil penelusuran menunjukkan bahwa tidak ditemukan Cesium-137 di tambak maupun bahan baku. Hal ini mengindikasikan bahwa kontaminasi kemungkinan berasal dari luar lingkungan pabrik pengolahan.
Bapeten menduga paparan radioaktif di bagian luar kawasan pabrik PT BMS di Cikande berasal dari lingkungan sekitar, yaitu cemaran dari besi tua. “Dari Bapeten mungkin nanti lebih berkompeten untuk bisa menyampaikan duga-dugaan awal seperti misalnya dari besi-besi tua yang ada di sekitar situ. Itu yang diduga bisa mencemari ke pabrik itu, karena itu bisa melalui udara,” jelasnya.
Sebagai tindakan pencegahan, pemerintah telah menyegel sementara produksi PT BMS dan melokalisasi area pabrik untuk mencegah risiko lanjutan pada produk udang. KKP juga melibatkan BRIN, kepolisian, serta Kementerian Lingkungan Hidup dalam meninjau lokasi dan memastikan penanganan menyeluruh terhadap sumber kontaminasi radioaktif tersebut. “Sekarang sudah dilokalisir lokasinya dan sementara PT BMS ini tidak memproduksi dulu udang olahannya sampai seluruh permasalahan ini bisa kita selesaikan,” tutur Ishartini.
Pabrik PT BMS diwajibkan untuk melakukan proses dekontaminasi dengan pengawasan ketat dari berbagai lembaga terkait. Proses ini dilakukan agar pabrik dapat kembali beroperasi setelah dipastikan aman untuk produksi. KKP menekankan bahwa kasus ini bersifat kasuistik dan hanya terjadi pada pengiriman tertentu, sehingga tidak mempengaruhi tambak maupun pabrik lain yang memasok ekspor udang Indonesia.
Pilihan editor: Jalan Berbatu Menteri Keuangan Baru