Sibisnis – JAKARTA — Sejumlah saham big caps, termasuk BBCA, AMMN, dan TLKM, terpantau menjadi pemberat utama yang menyeret turun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan ini. Kondisi ini terjadi di tengah gejolak demonstrasi massa yang berlangsung dari tanggal 25 hingga 29 Agustus 2025.
Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa saham perbankan raksasa, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), menduduki peringkat pertama sebagai saham yang paling membebani indeks komposit selama sepekan terakhir. Harga saham BBCA merosot 4,44% dan memberikan tekanan sebesar 26,76 poin terhadap IHSG.
Di urutan kedua, terdapat saham PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) yang terkoreksi tajam sebesar 8,72% dalam sepekan. Penurunan ini berkontribusi menahan laju IHSG sebesar 23,49 poin. Selanjutnya, emiten perbankan BUMN, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), juga menjadi beban bagi IHSG. Saham BMRI mengalami pelemahan 3,27% dan membebani indeks sebesar 14,00 poin.
Baca Juga: Reli IHSG Sepekan Diwarnai Rekor ATH Baru, PGUN hingga TEBE Masuk Top Gainers
Saham telekomunikasi, TLKM, turut memperberat indeks komposit dengan pelemahan 3,4% selama sepekan, menyumbang 12,53 poin terhadap penurunan IHSG. Selain itu, saham TPIA milik Prajogo Pangestu juga masuk dalam daftar saham yang paling membebani indeks, dengan kontribusi 11,82 poin, setelah saham perusahaan bahan kimia tersebut melemah 5,98% dalam sepekan.
Posisi berikutnya ditempati oleh saham ASII yang terkoreksi 3,51% dan menahan laju IHSG sebesar 8,87 poin. Saham BBRI juga turut membebani IHSG dengan tambahan 8,24 poin setelah sahamnya terkoreksi 1,22% dalam sepekan.
Baca Juga: IHSG Menguap Rp195 Triliun Imbas Demo Jakarta, Simak Saham Penekannya
Selanjutnya, saham GOTO berada di urutan ke-8 dengan pelemahan 4,92% dan berkontribusi menahan laju IHSG sebesar 6,43 poin. Di urutan ke-9 dan 10, terdapat saham KLBF dan UNTR yang masing-masing turun 10,33% dan 5,43% dalam sepekan, dengan kontribusi menahan laju indeks komposit sebesar 6,15 poin dan 4,47 poin.
Berikut Daftar Top Laggards atau Saham Penekan IHSG Pekan Ini:
Baca Juga: Membaca Arah IHSG saat Situasi Sosial-Politik RI Gonjang-ganjing
- BBCA: (-26,76 Poin)
- AMMN: (-23,49 Poin)
- BMRI: (-14,00 Poin)
- TLKM: (-12,53 Poin)
- TPIA: (-11,82 Poin)
- ASII: (-8,87 Poin)
- BBRI: (-8,24 Poin)
- GOTO: (-6,43 Poin)
- KLBF: (-6,15 Poin)
- UNTR: (-4,47 Poin)
Arah IHSG saat Situasi Sosial-Politik RI Gonjang-ganjing
Secara keseluruhan, IHSG mengalami penurunan sebesar 0,36% selama sepekan ini, ditutup pada level 7.830,49 dari 7.858,85 pada pekan sebelumnya. Meskipun demikian, rata-rata volume transaksi harian di pasar saham justru meningkat signifikan sebesar 19,56% menjadi 47,19 miliar saham dari 39,47 miliar saham pada pekan sebelumnya.
Peningkatan juga terjadi pada rata-rata frekuensi transaksi harian, yaitu sebesar 8,80% menjadi 2,31 juta kali transaksi dari 2,12 juta kali transaksi pada pekan lalu. Kapitalisasi pasar BEI juga menunjukkan peningkatan sebesar 0,36% menjadi Rp14.182 triliun dari Rp14.131 triliun pada sepekan sebelumnya.
Di tengah koreksi IHSG, beberapa saham justru mencatatkan kenaikan signifikan. PT Pradiksi Gunatama Tbk. (PGUN) menjadi top gainer dengan kenaikan 113,15% ke Rp3.080, diikuti oleh PT Ketrosden Triasmitra Tbk. (KETR) yang naik 112,84% ke Rp630, PT Perdana Bangun Pusaka Tbk. (KONI) naik 92,86% ke Rp2.430, dan PT Dana Brata Luhur Tbk. (TEBE) yang naik 67,86% ke Rp1.880.
Sebaliknya, dari deretan saham top losers, PT Mandala Multifinance Tbk. (MFIN) memimpin penurunan dengan koreksi 26,02% ke Rp1.180, diikuti oleh PT Shield On Service Tbk. (SOSS) yang turun 22,02% ke Rp655, PT Wir Asia Tbk. (WIRG) yang turun 17,57% ke Rp183, dan PT Verona Indah Pictures Tbk. (VERN) yang turun 16,90% ke Rp118.
Secara historis, dalam lima tahun terakhir, IHSG pada periode September cenderung mengalami tren bearish, namun memasuki kuartal IV umumnya menunjukkan tren bullish.
Penggiat pasar modal Indonesia, Reydi Octa, berpendapat bahwa tren repetisi tersebut untuk tahun ini dapat terganggu oleh memanasnya situasi sosial-politik di dalam negeri. Gejolak demonstrasi yang semakin intens sejak awal pekan ini menjadi perhatian utama.
“Tren seasonal bullish IHSG di kuartal IV bisa terganggu apabila gejolak sosial-politik berlarut. Karena investor tak hanya melihat data fundamental dan ekonomi tapi juga membaca stabilitas,” ujarnya, Jumat (28/8/2025).
Perkembangan IHSG dalam sepekan ini menunjukkan fluktuasi yang cukup tinggi. Indeks menutup hari pertama dengan penguatan 0,87% ke 7.926,91, namun terkoreksi 0,27% pada penutupan hari berikutnya ke level 7.905,76.
Harapan IHSG untuk menyentuh level psikologis 8.000 kembali muncul ketika pasar ditutup menguat 0,38% ke 7.936 pada hari ketiga, dan berlanjut dengan penguatan 0,20% ke 7.952 pada hari keempat.
Meskipun demikian, dalam dua hari penguatan tersebut, terjadi arus keluar dana asing. Pada penutupan Rabu (27/8/2025), net sell asing mencapai Rp212,58 miliar, dan meningkat menjadi Rp278,76 miliar pada penutupan Kamis (28/8/2025).
“Jika demonstrasi makin liar tanpa respons konkret, capital inflow bisa tertahan dan indeks masih akan rawan koreksi,” tegas Reydi.
Respons dari sejumlah pejabat di Indonesia dinilai kurang memberikan ketenangan pada pasar. Puncaknya adalah insiden meninggalnya seorang pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan (21), yang terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob dalam kerusuhan demo di Jakarta Pusat pada Kamis (28/8/2025) malam. Kejadian ini memicu demonstrasi besar-besaran oleh ribuan pengemudi ojol di berbagai kota di Indonesia.
Reydi menekankan pentingnya tindakan cepat dari pemerintah untuk meredam aksi demonstrasi, serta komunikasi politik yang tegas dan kepastian arah kebijakan. “Agar menjelang akhir tahun bursa saham bisa rebound,” tegasnya.
Meskipun demikian, Reydi meyakini bahwa penurunan IHSG akibat situasi sosial-politik saat ini bersifat jangka pendek. Apalagi, kondisi pasar saat ini sebenarnya mendukung untuk mendorong laju IHSG.
Pertama, Bank Indonesia memberikan sinyal pelonggaran BI Rate kembali setelah pemangkasan menjadi 5% pada bulan Agustus ini. Kedua, The Fed juga diperkirakan akan memangkas suku bunga pada bulan September mendatang.
Di sisi lain, penurunan yield SBN 10 tahun di kisaran 6,3% dan SRBI sekitar 5,05% membuat pasar saham relatif lebih menarik bagi investor. Momentum ini dapat mendukung valuasi IHSG, terutama saham-saham bank jumbo yang sensitif terhadap kebijakan moneter dan memiliki bobot besar di indeks.
“Momentum suku bunga turun akan lebih dominan [pengaruhnya] ke depannya. Saya melihat koreksi yang terjadi apabila indeks bisa lebih turun lebih dalam, akan menjadi peluang yang lebih baik untuk potensi rebound ke depannya,” pungkasnya.
_____
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.