Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, angkat bicara terkait batalnya rencana PT Vivo Energy Indonesia (Vivo) dan APR (perusahaan gabungan BP-AKR) untuk membeli base fuel atau bahan bakar minyak (BBM) dasar dari Pertamina. Pembatalan ini sebelumnya diungkapkan oleh Wakil Direktur Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), serta perwakilan badan usaha SPBU swasta pada Rabu, 1 Oktober 2025.
Menanggapi hal ini, Bahlil menegaskan bahwa proses business-to-business (B2B) antara Pertamina dan perusahaan swasta tersebut masih terus berjalan. “Proses B2B-nya masih dalam tahap komunikasi. Seperti yang sudah saya sampaikan, B2B ini adalah kolaborasi antara swasta dengan swasta. Jadi, masih terus berjalan,” jelas Bahlil usai menghadiri acara di Kantor Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Jakarta Selatan, Kamis, 2 Oktober 2025.
Lebih lanjut, Bahlil meyakinkan masyarakat bahwa stok BBM nasional saat ini berada dalam kondisi aman, mencukupi untuk kebutuhan 18 hingga 21 hari ke depan. Pemerintah, kata Bahlil, memiliki kewajiban untuk memastikan ketersediaan stok BBM bagi masyarakat. “Tidak ada alasan atau persepsi yang menyebutkan bahwa ketersediaan BBM kita menipis. Kuota impor pun sudah kami berikan sesuai dengan kebutuhan yang disampaikan sebelumnya,” tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Direktur Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, menjelaskan secara rinci alasan di balik pembatalan pembelian base fuel impor oleh PT Vivo Energy Indonesia. Menurutnya, kedua badan usaha SPBU swasta tersebut awalnya telah menyatakan minat untuk membeli base fuel dari Pertamina, bahkan kesepakatan awal sempat tercapai pada Jumat, 26 September 2025.
Namun, setelah melalui proses uji coba produk, Vivo dan APR akhirnya memutuskan untuk membatalkan kerja sama tersebut. “Kemarin, sebelum pukul 6 sore, AKR sudah menyatakan tidak melanjutkan. Kemudian, setelah diskusi lebih lanjut, Vivo juga membatalkan pada pukul 19.40 WIB. Akhirnya, APR pun memutuskan untuk tidak melanjutkan,” ungkap Achmad dalam RDP tersebut.
Achmad menjelaskan bahwa kandungan etanol dalam base fuel menjadi faktor utama yang menyebabkan pembatalan pembelian tersebut. Hasil uji laboratorium terhadap kargo dari MT Sakura menunjukkan kadar etanol sebesar 3,5 persen.
Meskipun kadar etanol tersebut masih berada di bawah ambang batas yang diizinkan oleh regulasi, yaitu 20 persen, keberadaan etanol tersebut menjadi pertimbangan utama bagi SPBU swasta. “Teman-teman SPBU swasta menyampaikan kesediaan untuk bernegosiasi terkait kargo berikutnya, asalkan kontennya sesuai dengan spesifikasi masing-masing merek. Karena setiap merek memiliki spesifikasi yang berbeda,” imbuh Achmad.
Selain masalah kandungan etanol, Pertamina juga masih melakukan pembahasan terkait beberapa aspek teknis dan komersial dengan SPBU swasta, termasuk skema transaksi, jumlah kebutuhan base fuel, dan pola biaya plus imbal jasa (cost plus fee).
Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Penyebab Pasokan Bensin di SPBU Swasta Seret