JAKARTA, Sibisnis – PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dijadwalkan merilis laporan kinerja keuangan untuk periode sembilan bulan pertama tahun 2025 pada hari ini, 20 Oktober 2025. Antisipasi terhadap pengumuman ini tampaknya menjadi katalis positif bagi saham BCA, yang menunjukkan rebound menjanjikan pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Perlu dicatat bahwa saham BBCA berhasil menguat sebesar 2,74%, mencapai harga Rp 7.500 per saham pada hari Jumat, 19 Oktober 2025. Kenaikan ini menandai hari kedua berturut-turut saham BCA ditutup di zona hijau, setelah sebelumnya juga mencatat penguatan sebesar 0,69% pada hari Kamis, 16 Oktober 2025.
Menariknya, performa positif saham BCA ini terjadi di tengah koreksi signifikan yang dialami Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada penutupan akhir pekan lalu, IHSG anjlok 2,57% ke level 7.915.
Kondisi pasar yang kurang menggembirakan ini juga berdampak pada saham-saham yang terkait dengan beberapa konglomerat besar. Sebagai contoh, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) mengalami penurunan sebesar 7,12%, PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) terperosok 8,72%, dan PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU) bahkan merosot lebih dalam dengan penurunan sebesar 13,88%.
Sektor finansial secara umum juga tidak luput dari tekanan jual. Saham BBRI dan BMRI masing-masing terkoreksi sebesar 0,85% dan 0,98%, sementara BBNI mencatat penurunan sebesar 1,3% pada hari Jumat, 17 Oktober 2025.
Laba BCA Diproyeksi Tertekan Margin pada Kuartal III-2025, Ini Penjelasannya
Analis Trimegah Sekuritas, Jonathan Gunawan, berpendapat bahwa ketahanan harga saham BBCA di tengah pelemahan IHSG yang dalam disebabkan oleh ekspektasi investor terhadap earnings call BBCA untuk kuartal III-2025 yang akan dilaksanakan hari ini.
Hingga akhir kuartal II-2025, BBCA menjadi satu-satunya bank besar yang mampu mencatatkan pertumbuhan positif, sementara bank-bank lain menunjukkan perlambatan.
“Secara valuasi, BBCA saat ini berada pada level yang relatif terdiskon dibandingkan dengan rata-rata historisnya. Koreksi yang terjadi pada sektor perbankan lebih disebabkan oleh rotasi sektor jangka pendek, bukan karena adanya perubahan fundamental. Valuasi BBCA akan dengan cepat pulih saat kondisi pasar kembali stabil,” jelas Jonathan pada hari Jumat, 17 Oktober 2025.
Berdasarkan laporan keuangan hingga Agustus 2025, BBCA berhasil mencatatkan laba bersih (bank only) sebesar Rp 39,06 triliun, yang mencerminkan pertumbuhan sebesar 8,52% secara year-on-year (YoY).
Pendapatan bunga bersih BCA juga mengalami peningkatan sebesar 5,08% menjadi Rp 53,12 triliun, sementara pendapatan non-bunga naik signifikan sebesar 18,9% menjadi Rp 18,3 triliun hingga Agustus 2025. Dari sisi efisiensi, rasio beban terhadap pendapatan (CIR) BCA berada di level 29,1%, yang merupakan salah satu yang terendah di industri perbankan nasional.
Dalam hal fungsi intermediasi, BBCA telah menyalurkan kredit sebesar Rp 920,87 triliun, tumbuh 9,28% secara tahunan, melampaui rata-rata pertumbuhan industri yang sebesar 7,3%. Dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp1.160 triliun, dengan rasio dana murah (CASA) yang sangat dominan, mencapai 83,5%.
“Dengan kombinasi likuiditas yang memadai dan CASA yang tinggi, margin bunga bersih (NIM) BBCA akan tetap solid meskipun likuiditas industri sedang ketat,” imbuh Jonathan Gunawan.
BBCA Chart by TradingView
Dari sisi valuasi, saham BBCA saat ini diperdagangkan dengan Price to Book Value (PBV) sekitar 3,45 kali, yang berada di bawah rata-rata historisnya di atas 4 kali. Dengan Cost of Capital (CoC) hanya 0,5% dan Return on Equity (ROE) 25%, BBCA masih unggul dibandingkan sektor perbankan secara umum yang rata-rata hanya mencatatkan ROE sebesar 18%.
“Harga BBCA memang premium, karena bank ini secara konsisten mencatatkan pertumbuhan yang stabil dan prudent, baik dari sisi aset maupun bottom line, selama 10-15 tahun terakhir,” ungkapnya.
Konsensus analis Bloomberg juga menempatkan BBCA sebagai saham bank dengan potensi upside tertinggi. Dari 37 analis yang terdaftar, 34 di antaranya memberikan rekomendasi beli (buy) dengan target harga rata-rata Rp10.824 per saham, yang mengindikasikan potensi kenaikan sekitar 46% dari harga saat ini.