Bank Indonesia (BI) terus memantapkan komitmennya dalam memperkuat praktik keberlanjutan dan transisi menuju ekonomi hijau. Sebagai wujud nyata, BI menerapkan kebijakan makroprudensial yang memberikan insentif kepada perbankan yang aktif menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor berkelanjutan. Langkah ini menjadi bagian integral dari strategi besar BI untuk mewujudkan sistem keuangan nasional yang lebih ramah lingkungan dan mendukung pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan.
Insentif Makroprudensial Dorong Pembiayaan Hijau
Menurut Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, hingga 1 November 2025, insentif makroprudensial yang telah digelontorkan BI kepada perbankan mencapai angka yang signifikan, yaitu Rp36,38 triliun. Lebih dari sekadar memberikan insentif, BI juga aktif mendampingi 159 UMKM hijau melalui program pengembangan usaha dan fasilitasi *business matching* pembiayaan. Tujuannya jelas, agar sektor usaha ramah lingkungan dapat berkembang semakin pesat dan memberikan dampak positif yang lebih luas.
Kalkulator Hijau: Inovasi untuk Pengukuran Emisi
Selain kebijakan moneter dan insentif finansial, BI juga mengembangkan inovasi berupa Kalkulator Hijau. Alat bantu ini dirancang untuk memberikan standar pengukuran dalam menghitung estimasi emisi dari berbagai aktivitas ekonomi. Dengan adanya Kalkulator Hijau, pelaku ekonomi diharapkan memiliki acuan yang terukur dalam upaya mereka mereduksi emisi gas rumah kaca.
“Seluruh kebijakan dan inisiatif ini kami susun untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif,” ujar Destry Damayanti di Bali, pada 23 November lalu.
Aksi Nyata: Pengurangan dan Penyeimbangan Emisi Karbon
Komitmen BI terhadap kebijakan hijau juga tercermin dalam aksi nyata pengurangan dan penyeimbangan emisi karbon. Selain melakukan pembelian kredit karbon sebesar 150 ton CO₂e, BI juga aktif melaksanakan penanaman 37 ribu pohon di berbagai wilayah di Indonesia. Program ini melibatkan seluruh Kantor Perwakilan BI di daerah, menunjukkan upaya bersama untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon secara nasional.
Memahami Kredit Karbon untuk Transisi Ekonomi Hijau
Pemahaman tentang mekanisme kredit karbon terus diperkuat, mengingat perannya yang krusial dalam transisi ekonomi hijau. Kredit karbon adalah sertifikat yang merepresentasikan penyerapan emisi gas rumah kaca sebesar 1 ton CO₂e. Sertifikat ini diberikan kepada proyek-proyek yang terbukti berhasil menurunkan emisi, seperti proyek energi terbarukan dan penanaman pohon. Perusahaan dapat membeli kredit karbon melalui Bursa Efek Indonesia untuk mengkompensasi emisi yang mereka hasilkan.
Konsep *carbon offset* juga semakin diperkenalkan kepada pelaku usaha dan masyarakat luas sebagai cara untuk mengurangi jejak karbon dari aktivitas ekonomi dan konsumsi sehari-hari. Melalui kombinasi kebijakan yang komprehensif, pendampingan intensif, insentif yang menarik, dan aksi nyata di lapangan, BI berharap ekosistem keuangan nasional dapat semakin adaptif terhadap prinsip keberlanjutan. Dengan demikian, terciptalah ekonomi hijau yang inklusif dan berdaya saing, memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.





