Sibisnis – , BALIKPAPAN — Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmen penuhnya dalam mendorong transformasi ekonomi Kalimantan Timur (Kaltim), provinsi yang selama ini dikenal sebagai penghasil batu bara terbesar di Indonesia. Upaya ini difokuskan pada strategi diversifikasi ekonomi, dengan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara diposisikan sebagai katalisator utama untuk memacu pertumbuhan ekonomi baru yang lebih berkelanjutan.
Kepala Kantor Perwakilan BI Kaltim, Budi Widihartanto, menyampaikan bahwa institusinya berdedikasi untuk mendorong pergeseran paradigma ekonomi regional. Dalam keterangan resminya, Minggu (28/9/2025), Budi menggarisbawahi pentingnya pengalihan fokus pengembangan ke sektor-sektor potensial, termasuk pertanian, perkebunan, perikanan, dan pariwisata, demi membangun fondasi ekonomi yang lebih kokoh.
Dalam rangka menggeser orientasi ekonomi dari komoditas primer, Bank Indonesia Kaltim telah mengidentifikasi tiga sektor prioritas yang dinilai mampu memberikan dampak cepat atau “quick wins“. Pertama, adalah hilirisasi produk pertanian dan perkebunan, yang selama ini masih banyak dipasarkan dalam bentuk bahan mentah, untuk meningkatkan nilai tambah. Kedua, penguatan sektor primer meliputi pertanian, perkebunan, dan perikanan melalui penerapan teknologi modern. Ketiga, ekspansi sektor jasa yang mencakup pariwisata dan transportasi, guna menciptakan peluang ekonomi dan lapangan kerja baru.
Sementara itu, pembangunan IKN Nusantara diproyeksikan sebagai mesin penggerak ekonomi yang masif. Peningkatan anggaran pembangunan, percepatan konstruksi gedung-gedung pemerintahan, serta rencana relokasi ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN) diperkirakan akan menciptakan ekosistem bisnis yang dinamis dan memacu pertumbuhan di wilayah tersebut, menjadikannya pusat aktivitas ekonomi baru.
Lebih lanjut, Bank Indonesia mengimplementasikan serangkaian inisiatif konkret untuk mendukung agenda transformasi ini. Melalui kebijakan moneter yang akomodatif, bank sentral berupaya mendorong optimalisasi penyaluran kredit perbankan ke sektor-sektor produktif yang baru. Selain itu, BI aktif menyelenggarakan Investment Forum Kaltim sebagai platform strategis yang mempertemukan proyek-proyek daerah dengan calon investor, bertujuan menjembatani kesenjangan pendanaan yang kerap menjadi kendala utama pengembangan sektor baru. Tidak kalah penting, pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi fokus intensif melalui pembinaan sektor pangan, kerajinan, dan budaya, dengan pendekatan “bottom-up” yang dinilai krusial untuk membangun fondasi ekonomi kerakyatan yang tangguh.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, implementasi kebijakan ekonomi hijau, termasuk mekanisme dana karbon, masih menghadapi sejumlah tantangan struktural. Budi mengungkapkan bahwa ketiadaan penetapan batas maksimum emisi dari pemerintah pusat untuk setiap daerah menjadi hambatan serius. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memfasilitasi pasar karbon, minimnya “ceiling” emisi regional ini mengurangi insentif bagi perusahaan untuk membeli kuota karbon, yang pada akhirnya memperlambat proses transisi menuju ekonomi berkelanjutan.
Merespons kompleksitas permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah membentuk tim transisi ekonomi yang dikoordinasikan oleh Bappeda. Tim multi-stakeholder ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari Bank Indonesia, kalangan akademisi, pelaku usaha, hingga konsultan dari Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Jerman. Melalui serangkaian Focus Group Discussion (FGD), tim tersebut berupaya merumuskan Indikator Kinerja Utama (KPI) yang disepakati bersama. Pendekatan partisipatif ini bertujuan membangun kepemilikan bersama di antara para pemangku kepentingan, memastikan implementasi kebijakan dapat berjalan efektif dan berkelanjutan demi masa depan ekonomi Kalimantan Timur.