CPO Melesat: Rekomendasi Saham Emiten Sawit Pilihan, Potensi Untung!

Admin

No comments

JAKARTA. Kinerja emiten di sektor perkebunan minyak kelapa sawit (CPO) diperkirakan tetap cerah pada semester II–2025. Sejumlah faktor, mulai dari geliat ekspor hingga dukungan program biodiesel pemerintah, menjadi kunci utama yang akan menentukan arah kinerja sektor ini ke depan.

Sukarno Alatas, Senior Equity Research Kiwoom Sekuritas, optimistis terhadap prospek emiten CPO di paruh kedua tahun ini. Program B50, yang merupakan kelanjutan dari inisiatif penggunaan bahan bakar nabati campuran biodiesel yang sudah berjalan, diprediksi akan menjadi pendorong utama peningkatan permintaan domestik.

Perjalanan program ini dimulai dengan B15, campuran 15% minyak nabati dan 85% solar pada tahun 2015, hingga mencapai B40 yang mulai diimplementasikan sejak Januari 2025.

“Secara keseluruhan, prospek emiten CPO hingga akhir tahun 2025 masih positif. Permintaan domestik yang kuat dan potensi ekspor yang lebih terbuka menjadi penopang utama,” ungkap Sukarno kepada Kontan, Jumat (5/7/2025).

Senada dengan Sukarno, Ahnaf Yassar, Analis Samuel Sekuritas, menekankan bahwa mandat biodiesel Indonesia yang terus berkembang memberikan fondasi struktural yang kokoh, terutama dengan adanya mandat B50.

Program B50 yang rencananya mulai berjalan pada tahun 2026 ini diperkirakan membutuhkan 15 juta hingga 16 juta ton CPO per tahun. Dengan kata lain, B50 akan menyerap sekitar 19,7% hingga 21% dari total produksi CPO nasional.

Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan, menambahkan dari sisi teknikal, harga CPO global berpotensi menguat menuju kisaran MYR 4.700 per ton, asalkan mampu bertahan di atas level krusial MYR 4.350. Peningkatan konsumsi biodiesel di Indonesia, seiring implementasi B40, menjadi pendorong utama tren positif ini.

Namun demikian, Ekky mengingatkan bahwa di balik momentum cerah sektor ini, terdapat tantangan struktural yang perlu diwaspadai, terutama tekanan dari sisi tarif dan biaya ekspor.

Pemberlakuan tarif impor hingga 32% oleh Amerika Serikat mendorong Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) untuk meminta pemerintah menurunkan tarif ekspor. Tujuannya adalah menjaga daya saing produk Indonesia di pasar global.

“Transformasi struktural dan intensitas persaingan juga menjadi faktor penting,” imbuh Ekky. Fluktuasi harga, perubahan kebijakan domestik, serta tekanan dari produsen lain seperti Malaysia berpotensi menekan margin dan pangsa pasar emiten CPO nasional.

Sukarno menyoroti bahwa arah kebijakan energi hijau global dan perkembangan implementasi program biodiesel domestik (B50) menjadi sentimen utama yang perlu dicermati untuk mengukur kinerja sektor CPO pada semester II – 2025.

Selain itu, dinamika hubungan perdagangan Indonesia–Uni Eropa yang semakin membaik membuka peluang ekspor yang lebih besar, setelah sebelumnya terhambat isu deforestasi. Kemenangan Indonesia terkait bea masuk biodiesel berbasis CPO Uni Eropa di WTO juga menjadi katalis positif yang dapat mendorong ekspor, sehingga risiko dari sisi regulasi dapat teredam sebagian.

“Tren harga minyak dunia juga patut dicermati karena berkorelasi dengan harga CPO di pasar global,” terang Sukarno.

Ekky menambahkan bahwa kebijakan biodiesel menjadi penopang utama permintaan domestik, efektif menahan risiko oversupply dan menjaga stabilitas harga di dalam negeri. Pertumbuhan volume ekspor juga menjadi faktor penting. Data terakhir menunjukkan bahwa ekspor CPO dan produk turunannya pada Juni 2025 meningkat hampir 37% dibandingkan bulan sebelumnya, mencerminkan kepercayaan pasar yang kuat terhadap produk Indonesia.

Namun, penurunan ekspor di masa depan dapat menjadi katalis positif yang mendorong pasokan domestik kembali mendukung program biodiesel secara lebih optimal.

Saat ini, Ekky melihat bahwa mayoritas saham emiten sektor CPO telah mengalami kenaikan signifikan sejak awal tahun, dan kini mulai menunjukkan gejala koreksi teknikal. Oleh karena itu, pendekatannya adalah wait and see, sambil menunggu momentum buy on weakness (BOW) yang lebih ideal.

“Strategi akumulasi sebaiknya dilakukan secara selektif, menyesuaikan dengan tren harga CPO global serta respons emiten terhadap isu-isu struktural dan kebijakan ekspor,” ucap Ekky.

Sukarno merekomendasikan trading buy saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dengan target harga di kisaran Rp 7.675 – Rp 7.825 per saham. Ahnaf merekomendasikan buy saham PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk (NSSS) dengan target harga Rp 550 per saham.

Sementara itu, Ekky merekomendasikan beli saham PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dengan target harga Rp 1.900 – Rp 2.000 per saham.
AALI Chart by TradingView

Tags:

Share:

Related Post