Defisit Transaksi Berjalan Mengkhawatirkan? Proyeksi BI Terbaru & Dampaknya

Admin

No comments

Sibisnis – , JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memproyeksikan prospek Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada tahun 2025 akan tetap kuat dan sehat. Optimisme ini didasari perkiraan defisit transaksi berjalan yang rendah, diperkirakan berada dalam kisaran 0,5% hingga 1% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Meskipun demikian, data terbaru menunjukkan adanya pelebaran defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia pada kuartal II/2025. Defisit tercatat mencapai US$3,0 miliar, atau setara dengan 0,8% dari PDB. Angka ini merupakan peningkatan signifikan jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, di mana CAD pada kuartal I/2025 hanya sebesar US$0,2 miliar atau 0,1% dari PDB. Tren pelebaran ini terjadi setelah CAD sempat menyusut secara bertahap sejak kuartal IV/2024, yang tercatat sebesar US$1 miliar, turun dari US$2 miliar pada kuartal III/2024.

Menyikapi dinamika perekonomian global yang terus berubah dan berpotensi memengaruhi prospek NPI, Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat respons bauran kebijakan. Langkah ini akan didukung oleh sinergi kebijakan yang erat dengan pemerintah serta otoritas terkait lainnya, bertujuan untuk memantapkan ketahanan sektor eksternal Indonesia. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Junanto Herdiawan, pada Kamis (21/8/2025), menjelaskan, “Kinerja NPI 2025 diprakirakan tetap sehat ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial serta defisit transaksi berjalan yang rendah dalam kisaran defisit 0,5% sampai dengan 1,3% dari PDB.” Proyeksi positif ini juga didorong oleh optimisme investor terhadap fundamental ekonomi domestik yang kuat dan daya tarik imbal hasil investasi di Indonesia, yang memicu aliran masuk modal asing.

Secara lebih terperinci, pelebaran defisit transaksi berjalan pada kuartal II/2025 dapat dianalisis dari komponen-komponennya. Neraca perdagangan nonmigas, meskipun masih membukukan surplus sebesar US$14,8 miliar, menunjukkan penurunan dibandingkan surplus pada kuartal sebelumnya yang mencapai US$17,7 miliar. Penurunan surplus ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan fluktuasi harga komoditas. Di sisi lain, neraca perdagangan migas menunjukkan perbaikan, dengan defisit yang menyusut menjadi US$4,2 miliar pada kuartal II/2025 dari sebelumnya US$4,7 miliar pada kuartal I/2025, seiring dengan tren harga minyak global yang lebih rendah.

Sementara itu, defisit neraca pendapatan primer tercatat meningkat menjadi US$9,8 miliar pada kuartal II/2025, lebih tinggi dari US$9,3 miliar pada kuartal I/2025. Kenaikan defisit ini sebagian besar dipengaruhi oleh peningkatan pembayaran dividen dan bunga/kupon, sesuai dengan pola triwulanan. Sebaliknya, neraca pendapatan sekunder justru mencatatkan surplus yang meningkat menjadi US$1,7 miliar pada kuartal II/2025, dari US$1,6 miliar pada kuartal sebelumnya. Peningkatan surplus ini, menurut Junanto, dipengaruhi oleh kenaikan hibah dan remitansi dari Pekerja Migran Indonesia (PMI) di luar negeri.

Adapun kinerja transaksi modal dan finansial tetap menunjukkan ketahanan, kendati pasar keuangan global masih diliputi ketidakpastian tinggi. Investasi langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) membukukan peningkatan surplus yang positif, mencapai arus masuk neto sebesar US$2,6 miliar pada kuartal II/2025, sedikit naik dari US$2,5 miliar pada kuartal I/2025. Angka ini mencerminkan persepsi positif investor yang terjaga terhadap prospek ekonomi dan iklim investasi di Indonesia. Namun, berbeda dengan investasi langsung, investasi portofolio mencatat defisit yang signifikan hingga US$8 miliar pada kuartal II/2025, berbalik arah dari surplus US$1,5 miliar pada kuartal I/2025. Defisit ini terutama didorong oleh aliran keluar modal asing dalam bentuk surat utang domestik. Sementara itu, investasi lainnya justru mencatat surplus, dipengaruhi oleh penarikan pinjaman luar negeri sektor swasta. Dengan demikian, secara keseluruhan transaksi modal dan finansial pada triwulan II 2025 mencatat defisit sebesar US$5,2 miliar.

Sebagai hasil dari perkembangan tersebut, Bank Indonesia mencatat keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal II/2025 sebesar US$6,7 miliar. Di tengah dinamika ini, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2025 tetap sangat kuat, mencapai US$152,6 miliar. Jumlah ini setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh di atas standar kecukupan internasional yang umumnya sekitar 3 bulan impor. “Posisi cadangan devisa tersebut berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” pungkas Junanto.

Share:

Related Post