Dividen Danantara di SBN: Analis Apindo Sanggah Kritik Menkeu!

Admin

No comments

Sibisnis – Kebijakan Danantara Indonesia dalam menginvestasikan dividen ke Surat Berharga Negara (SBN) sempat memicu pertanyaan dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Padahal, strategi serupa jamak diterapkan oleh lembaga pengelola investasi negara (Sovereign Wealth Fund/SWF) lain di berbagai belahan dunia.

Ajib Hamdani, Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, menjelaskan bahwa rencana Danantara ini perlu dipahami dalam konteks yang lebih luas. Penempatan dana seperti ini adalah praktik umum bagi SWF di berbagai negara.

Menurutnya, investasi pada SBN merupakan strategi yang lazim digunakan oleh SWF global, terutama pada tahap awal pembentukan dana atau masa ramp-up.

“Proyek strategis seperti energi baru terbarukan, infrastruktur, atau industri teknologi tidak bisa langsung didanai,” ungkap Ajib, Minggu (19/10). Proyek-proyek tersebut memerlukan studi kelayakan mendalam, koordinasi yang matang, dan waktu yang tidak singkat. Oleh karena itu, sambil menunggu, dana harus tetap produktif, bukan hanya diam di rekening.

Ajib menambahkan, instrumen seperti SBN yang likuid dan berdenominasi Rupiah dipilih untuk menjaga nilai modal negara tanpa mengambil risiko yang belum terukur dengan baik. “Ini adalah langkah jangka pendek untuk memastikan kemampuan jangka panjang,” jelasnya.

Namun, alokasi dana ke pasar publik tidak hanya terjadi di awal. Menurutnya, investasi di instrumen publik akan tetap menjadi bagian permanen dari portofolio, meskipun proporsinya akan menurun atau menyeimbang seiring dengan meningkatnya alokasi pada investasi langsung di proyek-proyek strategis.

“Hal ini sangat umum dalam dunia SWF. Norges Bank Investment Management (NBIM), GIC Private Limited, Temasek Holdings, semuanya tetap mempertahankan sebagian portofolio di pasar publik sebagai jangkar likuiditas dan diversifikasi risiko,” terangnya.

Ia mencontohkan Temasek di Singapura, Kuwait Investment Authority (KIA), hingga Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) juga memulai dengan investasi publik, seperti obligasi dan saham, sebelum berinvestasi ke proyek-proyek sektor riil.

“Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua SWF memiliki fokus yang sama,” katanya. Ada SWF yang lebih berorientasi pada pelestarian modal, sementara yang lain lebih menekankan pembiayaan pertumbuhan nasional.

Dengan kata lain, Ajib menegaskan bahwa pembelian SBN bukanlah sebuah penyimpangan, melainkan bagian dari tahapan normal bagi SWF dalam membangun portofolio dan tata kelola investasi jangka panjang.

Menurutnya, masyarakat seringkali keliru mengira bahwa dana besar dapat langsung diinvestasikan ke proyek-proyek. Sebagai contoh, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) saja dapat membutuhkan waktu enam tahun untuk konstruksi dan sepuluh tahun untuk mencapai titik impas (break-even).

“Jika seluruh dana langsung dikucurkan, itu justru berisiko tinggi,” ujarnya.

Selama masa transisi ini, menempatkan dana di SBN memiliki dua manfaat utama: likuiditas tetap terjaga dan uang negara tetap berputar di sistem keuangan nasional.

Ke depan, komposisi antara *public investment* dan *private investment* akan semakin seimbang, sejalan dengan arah Strategic Asset Allocation (SAA) yang telah disusun oleh Danantara.

“*Public market* tetap penting, tetapi porsinya akan semakin proporsional ketika *pipeline* proyek strategis mulai berjalan,” katanya.

Ia menekankan bahwa kritik publik terhadap Danantara seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan literasi mengenai peran dan mekanisme kerja SWF. “Sovereign wealth fund itu bukan lembaga yang mencari untung instan. Mereka menjaga nilai aset negara lintas generasi,” tegasnya.

Mandat Danantara tetap, yaitu membiayai industrialisasi dan memperkuat kemandirian ekonomi. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan waktu dan proses yang jelas. “Dan semua itu sedang dibangun sekarang,” pungkasnya.

Seperti diketahui, kritik tajam terhadap Danantara muncul dari Menteri Keuangan sekaligus Dewan Pengawas Danantara, Purbaya Yudhi Sadewa. Ia mempertanyakan langkah Danantara yang menempatkan sebagian dananya di SBN.

“Anda ini dapat dividen dari BUMN, lalu uangnya diparkir lagi ke SBN. Uang kembali lagi ke pemerintah. Lantas keahlian Anda apa?” ujar Purbaya. Komentar tersebut langsung memicu perdebatan, apakah Danantara hanya memutar uang tanpa menciptakan nilai tambah yang signifikan.

Tags:

Share:

Related Post