NEW YORK (Sibisnis) – Harga emas kembali mencetak rekor baru pada Jumat (5/9/2025), mendekati level psikologis US$3.600 per ons troi. Pemicunya adalah data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang mengecewakan, yang semakin memperkuat ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed). Sentimen pasar meyakini bahwa kebijakan pelonggaran moneter The Fed akan menjadi katalis positif bagi harga emas.
Pada perdagangan Jumat (5/9/2025), harga emas spot melonjak 1,4% menjadi US$3.596,55 per ons pada pukul 14.47 EDT (18.47 GMT). Bahkan, sebelumnya sempat menyentuh rekor tertinggi di US$3.599,89. Dengan performa ini, emas berada di jalur untuk mencatatkan kenaikan mingguan terkuat dalam hampir empat bulan terakhir. Sementara itu, harga emas berjangka AS untuk pengiriman Desember ditutup menguat 1,3% pada level US$3.653,30 per ons troi.
Sepanjang tahun 2025, harga emas telah meroket 37%, melanjutkan tren positif dari tahun 2024 yang mencatat kenaikan sebesar 27%. Lonjakan harga emas ini didorong oleh kombinasi faktor, termasuk pelemahan dolar AS, agresivitas pembelian oleh bank sentral, kebijakan moneter yang cenderung longgar, serta ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global yang terus membayangi.
Data terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan lapangan kerja di AS mengalami perlambatan signifikan pada bulan Agustus 2025. Di sisi lain, tingkat pengangguran justru mengalami kenaikan menjadi 4,3%, mengindikasikan adanya pelemahan dalam kondisi pasar tenaga kerja. Menyikapi data ini, para pelaku pasar kini memperkirakan peluang sebesar 90% untuk penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin, dan peluang 10% untuk penurunan yang lebih agresif sebesar 50 basis poin pada pertemuan The Fed di bulan September.
“Emas mencatatkan rekor tertinggi baru. Para investor optimistis melihat tren pelemahan lapangan kerja yang jelas-jelas akan berdampak pada pemangkasan suku bunga berkali-kali,” ungkap Tai Wong, seorang pedagang logam independen, seperti dikutip Reuters.
Wong menambahkan, “Prospek emas memang bullish karena kekhawatiran akan tenaga kerja mengalahkan inflasi dalam jangka pendek, bahkan mungkin menengah. Namun, menurut saya, kita masih terlalu jauh dari level US$4.000 kecuali jika terjadi dislokasi besar-besaran.”
Para analis juga menyoroti pentingnya independensi The Fed sebagai faktor penentu arah pergerakan harga emas. Isu ini menjadi semakin relevan setelah mantan Presiden AS Donald Trump berupaya untuk memecat Gubernur The Fed, Lisa Cook, dan berulang kali menekan bank sentral untuk menurunkan suku bunga.
Sebagai aset yang tidak memberikan imbal hasil berupa bunga, emas batangan cenderung menjadi primadona di tengah lingkungan suku bunga rendah dan ketidakpastian yang tinggi. Kondisi ini menjadikannya pilihan yang menarik bagi investor yang mencari instrumen investasi yang aman (safe haven).
Tiongkok dan India, sebagai dua konsumen emas terbesar di dunia, menunjukkan penurunan permintaan fisik emas pada minggu ini seiring dengan harga yang mencapai rekor tertinggi.
Data cadangan emas dari bank sentral Tiongkok untuk bulan Agustus, yang dijadwalkan rilis pada hari Minggu, diperkirakan tidak akan mencapai rekor tertinggi seperti pada bulan September. Namun, data ini tetap akan memberikan gambaran lebih lanjut mengenai bagaimana tingginya harga emas memengaruhi permintaan dari bank sentral.