Harga Pangan Global Kembali Naik: Analisis Indeks Harga Pangan FAO Agustus 2025
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) baru-baru ini merilis laporan yang menunjukkan kenaikan indeks harga pangan global untuk bulan Agustus 2025. Indeks tersebut berada di angka 130,1 poin, sedikit meningkat dibandingkan dengan bulan Juli 2025 yang tercatat sebesar 130 poin.
Menurut keterangan tertulis di situs resmi FAO yang dirilis pada Jumat, 5 September 2025, “Kestabilan harga komoditas pangan dunia pada Agustus ini didorong oleh kenaikan harga daging, gula, dan minyak nabati yang mengimbangi penurunan harga sereal dan produk susu.”
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year), indeks harga pangan Agustus 2025 ini mengalami kenaikan sebesar 6,9 persen atau 8,4 poin. Namun, angka ini masih lebih rendah 18,8 persen atau 30,1 poin dari rekor tertinggi yang pernah tercapai pada Maret 2022. Kenaikan ini, sekali lagi, dipicu oleh lonjakan harga daging, gula, dan minyak nabati.
Penurunan Harga Sereal dan Susu
Di tengah kenaikan beberapa komoditas, FAO juga mencatat adanya penurunan harga pada sereal dan susu. Rata-rata indeks harga sereal berada di angka 105,6 poin pada Agustus 2025, turun sebesar 0,8 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk pasokan gandum internasional yang melimpah.
Penurunan harga gandum internasional terjadi seiring dengan ketersediaan pasokan yang besar, namun tidak diimbangi dengan permintaan impor yang signifikan, terutama dari pasar utama seperti Asia dan Afrika Utara. Selain itu, harga beras juga mengalami penurunan sebesar 2 persen, didorong oleh penurunan harga tanaman indica di tengah persaingan ketat antar-eksportir.
Indeks harga susu juga mengalami penurunan sebesar 1,3 persen, berada di angka 152,6 poin. Penurunan ini merupakan tren bulanan yang berkelanjutan. Meskipun demikian, harga susu masih 16,2 persen lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Penurunan indeks harga susu ini disebabkan oleh melemahnya harga mentega, keju, dan susu bubuk. Secara khusus, penurunan harga susu bubuk sebesar 0,3 persen mencerminkan lemahnya permintaan impor.
Lonjakan Harga Minyak Nabati, Daging, dan Gula
Berbanding terbalik dengan sereal dan susu, indeks harga minyak nabati justru melesat ke angka 169,1 poin pada Agustus 2025, level tertinggi sejak Juli 2022. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan harga minyak sawit, minyak bunga matahari, dan minyak kanola.
FAO menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak sawit global sebagian besar disebabkan oleh kuatnya permintaan impor global dan rencana pemerintah Indonesia untuk meningkatkan campuran biodiesel pada tahun 2026. Faktor-faktor ini memberikan tekanan pada pasokan dan mendorong harga naik.
Sementara itu, kenaikan harga minyak bunga matahari dan kanola dipicu oleh semakin ketatnya pasokan di wilayah Laut Hitam dan Eropa. Di sisi lain, harga minyak kedelai dunia sedikit lebih rendah karena prospek pasokan kedelai global yang melimpah di masa mendatang.
Indeks harga daging juga turut menyumbang kenaikan indeks harga pangan secara keseluruhan. Pada Agustus 2025, indeks harga daging berada di kisaran 128,0 poin, naik 0,7 poin dari Juli 2025 dan 5,9 poin dari tahun sebelumnya. Level ini merupakan rekor tertinggi yang pernah tercatat.
Kenaikan harga daging ini didorong oleh harga daging sapi dan domba yang terus meningkat, yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga daging babi yang relatif stabil dan harga daging unggas yang cenderung lebih rendah.
Peningkatan harga daging sapi internasional mencapai rekor tertinggi baru, didorong oleh tingginya permintaan dari Amerika Serikat yang memicu kenaikan harga di Australia. Selain itu, kuatnya permintaan impor dari Cina juga menjaga harga ekspor Brasil tetap stabil, meskipun penjualan ke Amerika Serikat berkurang akibat tarif yang berlaku.
Terakhir, indeks harga gula mencapai 103,6 poin pada Agustus, naik tipis 0,3 poin dari Juli. Kenaikan ini terjadi setelah lima bulan berturut-turut mengalami penurunan. Meskipun demikian, harga gula masih turun 10,3 poin dibandingkan tahun lalu.
FAO mencatat bahwa kenaikan harga gula ini terutama didorong oleh kekhawatiran atas berkurangnya prospek produksi tebu di Brasil, salah satu produsen gula terbesar di dunia. Selain itu, tingginya permintaan impor gula, terutama dari Cina, juga turut berkontribusi pada kenaikan harga.
Pilihan Editor: Akar Masalah Deflasi Bulanan 2025 Berulang Empat Kali