Sibisnis – JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat (AS) membuka wacana untuk memperluas kepemilikan sahamnya ke perusahaan pertahanan dan sektor industri strategis lainnya. Langkah ini menyusul keberhasilan akuisisi 10% saham di produsen chip raksasa, Intel Corp.
Dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg pada Rabu (27/8/2025), Howard Lutnick, seorang tokoh berpengaruh di Wall Street, mengungkapkan adanya diskusi serius mengenai kemungkinan pemerintah AS mengambil peran kepemilikan di perusahaan-perusahaan yang selama ini diuntungkan oleh kebijakan pemerintah, khususnya di sektor pertahanan. “Oh, ada diskusi besar soal pertahanan,” ungkap Lutnick.
Lutnick secara spesifik menyoroti Lockheed Martin Corp., sebuah perusahaan yang pendapatannya mayoritas berasal dari pemerintah AS. Ia berpendapat bahwa Lockheed Martin pada dasarnya adalah perpanjangan tangan pemerintah. “Mereka membuat persenjataan yang sangat canggih. Pertanyaannya: apa nilai ekonominya?” tanyanya.
Nilai ekonomi sektor pertahanan ini, menurut Lutnick, akan dikaji secara mendalam oleh Menteri Pertahanan dan Wakil Menteri Pertahanan AS. “Tapi saya katakan, kita perlu banyak pembahasan tentang bagaimana membiayai akuisisi persenjataan kita,” tegasnya.
Data resmi menunjukkan bahwa sekitar 73% penjualan bersih Lockheed Martin pada tahun sebelumnya berasal dari kontrak dengan pemerintah AS. Perusahaan ini merupakan pemasok utama bagi militer AS, termasuk untuk jet tempur canggih seperti F-35 dan F-22.
Menanggapi hal ini, Lockheed Martin dalam pernyataan tertulisnya menegaskan komitmennya untuk terus bekerja sama dengan pemerintahan Trump dalam memperkuat pertahanan nasional AS.
Sementara itu, juru bicara Boeing Co., RTX Corp., dan General Dynamics Corp. memilih untuk tidak memberikan komentar terkait pernyataan Lutnick maupun kemungkinan adanya diskusi dengan pemerintah. Northrop Grumman Corp. dan SAIC juga belum memberikan tanggapan.
Wacana ini sontak membuat saham kontraktor pertahanan AS melonjak. Saham Lockheed Martin naik hingga 1,7%, mencatat kenaikan intraday terbesar dalam hampir dua pekan, sementara Northrop Grumman menguat 1,2%.
Komentar Lutnick ini muncul setelah kesepakatan mengejutkan pada Jumat lalu, di mana pemerintah AS memperoleh hampir 10% saham di Intel guna mendukung raksasa chip tersebut. Berdasarkan kesepakatan itu, Washington menerima 433,3 juta saham biasa Intel senilai US$8,9 miliar yang didanai melalui hibah US Chips and Science Act dan program Secure Enclave. Ditambah dengan US$2,2 miliar dana sebelumnya, total investasi pemerintah mencapai US$11,1 miliar.
Intel menegaskan bahwa pemerintah hanya akan menjadi pemegang saham pasif tanpa hak suara dalam dewan direksi maupun hak tata kelola perusahaan. Meskipun demikian, langkah ini mengejutkan Wall Street dan Washington, dan menandai strategi ekonomi baru Presiden Donald Trump di periode keduanya.
Juru bicara Gedung Putih, Kush Desai, menyatakan bahwa pemerintahan Trump akan terus menjajaki kesepakatan serupa demi memastikan para pembayar pajak mendapat manfaat dari investasi pemerintah. “Dari perjanjian dagang hingga kesepakatan damai, Presiden Trump secara konsisten menjaga keamanan nasional dan ekonomi, sembari memastikan kesepakatan terbaik bagi pembayar pajak Amerika,” kata Desai.
Dalam wawancara yang sama, Lutnick juga menyinggung tentang pentingnya pendanaan pemerintah bagi universitas yang menghasilkan paten, serta dukungan terhadap rantai pasok AS bagi perusahaan yang bergantung pada magnet tanah jarang yang saat ini didominasi oleh China.
Sebelumnya, Departemen Perdagangan AS bahkan sempat mengancam program riset di Harvard University yang didanai federal, termasuk hak kekayaan intelektual yang dihasilkan.
Meskipun menepis kemungkinan pemerintah AS mengambil ekuitas besar-besaran di sektor swasta, Lutnick menekankan manfaat kesepakatan Intel bagi para pembayar pajak. “Kalau perusahaan AS mendapat investasi pemerintah, wajar bila pemimpin menuntut kesepakatan lebih baik. Mari dapatkan keuntungan dari kesepakatan itu. Anda harus menekan mereka, jangan jadi pihak yang lemah,” pungkasnya.