Istri dari mendiang Menteri Keuangan periode 1993-1998, Mar’ie Muhammad, yaitu Ayu Resmiyati, berpulang pada hari Sabtu, 23 Agustus 2025. Kabar duka ini menyelimuti keluarga dan kerabat dekat Ibu Ayu, yang akrab disapa Etty. Beliau menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Medistra Jakarta pada pukul 18.03 WIB.
Kabar duka ini dikonfirmasi langsung oleh Sekretaris Yayasan Permata Sari, Asnadi Madiya. Etty Resmiyati sendiri merupakan salah satu tokoh penting pendiri Yayasan Permata Sari. “Benar,” ungkap Asnadi singkat saat dikonfirmasi oleh Tempo pada Sabtu malam, membenarkan kabar kepergian tokoh yang dikenal bersahaja ini.
Nama Mar’ie Muhammad tentu tak asing di telinga masyarakat Indonesia. Beliau adalah Menteri Keuangan di era pemerintahan Soeharto, dikenal luas sebagai sosok yang bersih dan jujur, hingga dijuluki “Mr. Clean.” Beliau menjabat sebagai Menteri Keuangan selama periode 1993 hingga 1998, masa-masa krusial bagi perekonomian Indonesia.
Namun, di balik sosok Mar’ie Muhammad yang dikenal publik, ada peran penting seorang istri yang selalu mendukung dan menginspirasi. Sebuah laporan dari Tempo pada 9 November 1998 mengungkap sisi humanis Etty Resmiyati. Ternyata, beliau pernah berjualan nasi bungkus untuk membantu mahasiswa yang kesulitan ekonomi.
Setiap hari Jumat, Yayasan Permata Sari membuka warung nasi bungkus sederhana di lingkungan kampus Universitas Indonesia (UI) Depok dan Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta. Etty, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Yayasan Permata Sari, terjun langsung dalam kegiatan sosial ini.
Yang membuat terenyuh, sebungkus nasi dengan lauk ayam goreng, sayur, dan air mineral dijual hanya seharga Rp 1.000. Padahal, di warung-warung lain pada masa itu, harga makanan serupa bisa mencapai Rp 5.000. Sebuah bentuk kepedulian nyata di tengah kesulitan ekonomi.
Setidaknya 150 bungkus nasi ludes terjual setiap harinya, memberikan keringanan bagi para mahasiswa yang tengah berjuang dengan masalah keuangan. Ketika ditanya mengenai usahanya ini, Etty dengan rendah hati hanya menjawab, “Kan cuma sedikit.” Sebuah ungkapan yang mencerminkan kesederhanaan dan ketulusan hatinya.
Pilihan Editor: Cara Anthony Reid Membaca Asia Tenggara