Keracunan MBG Massif: DPR Soroti Kontrol Mutu, Konsumen Resah!

Admin

No comments

ANGGOTA Komisi IX DPR, Edy Wuryanto, menyoroti lemahnya pengawasan terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) di tengah maraknya kasus keracunan yang menimpa penerima manfaat. Kejadian di berbagai daerah seperti Baubau, Lamongan, Sumbawa, dan Gunungkidul, menjadi bukti nyata kurang optimalnya kontrol mutu program ini.

Edy Wuryanto, politikus PDI Perjuangan, menyampaikan keprihatinannya dan menekankan perlunya evaluasi menyeluruh. “Fakta adanya penerima manfaat MBG yang menunjukkan gejala keracunan menunjukkan lemahnya kontrol mutu,” tegasnya dalam keterangan tertulis, Jumat, 19 September 2025.

Menurutnya, akar masalah keracunan massal ini tak bisa dilepaskan dari peran Badan Gizi Nasional (BGN) yang terkesan lebih fokus mengejar kuantitas dapur demi meningkatkan serapan anggaran. Dari total anggaran BGN sebesar Rp 71 triliun, baru 18,6 persen yang terserap. Edy menduga, demi mencapai target serapan, BGN mengabaikan kualitas dan standar keamanan pangan.

“Yang dikejar sekarang itu jumlah dapur, bukan kualitas. Kuantitas dapur jadi target, sementara standar mutu dan keamanannya diabaikan. Akibatnya, dapur-dapur itu ada yang dibangun asal jadi atau belum memenuhi standar,” paparnya.

Lebih lanjut, Edy menyoroti penyerahan pembangunan dapur MBG kepada yayasan masyarakat yang dinilai belum memadai untuk mendirikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang sesuai standar. Ia mengusulkan pemberian pinjaman lunak kepada yayasan agar dapat membangun SPPG yang memenuhi ketentuan. “Pembenahan dari hulu ini penting karena membangun SPPG ini bukan hanya mendirikan bangunan saja. Dengan adanya standar, harapannya dapat mengurangi adanya cemaran yang masuk dalam makanan,” jelasnya.

Selain itu, Edy juga mengkritisi belum adanya akreditasi atau verifikasi dari lembaga independen di luar BGN untuk SPPG. Langkah ini penting untuk memastikan kelayakan dan standar mutu SPPG. “Jangan mudah mengizinkan SPPG yang belum sesuai standar untuk beroperasi agar penerima manfaat tidak dirugikan,” imbuhnya.

Tak hanya BGN, Edy juga menyoroti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan daerah yang dinilai belum optimal dalam menjalankan fungsi pengawasan. Ia menekankan pentingnya monitoring dan evaluasi berkala, minimal sebulan sekali, terutama mengingat BPOM telah menerima tambahan anggaran sebesar Rp 700 miliar untuk pengawasan SPPG. “Keselamatan penerima manfaat MBG jauh lebih penting daripada sekadar mengejar target pembangunan dapur atau angka serapan anggaran,” tegasnya.

Di sisi lain, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menemukan fakta mencengangkan: 5.360 anak di berbagai daerah mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyatakan bahwa insiden berulang ini telah menjadikan MBG sebagai ancaman serius bagi keselamatan siswa. Alih-alih meningkatkan gizi dan kesehatan, Ubaid menyebut program ini justru menjerumuskan anak ke dalam penderitaan dan risiko kehilangan nyawa.

“Kami tidak tega melihat anak-anak yang harus dilarikan ke rumah sakit, berjuang dengan selang infus di tangan mungil mereka. Presiden dan BGN jangan sekali-kali bermain-main dengan nyawa anak-anak bangsa,” ungkap Ubaid dengan nada prihatin.

Menyikapi temuan tersebut, JPPI mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan sementara program MBG dan melakukan evaluasi menyeluruh. Organisasi ini juga menyerukan agar keselamatan anak ditempatkan di atas target politik pemerintah.

Sebagai informasi, kasus keracunan terbaru menimpa 251 siswa dari berbagai jenjang pendidikan di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Mereka dilarikan ke rumah sakit pada Rabu, 17 September 2025, setelah menyantap makanan bergizi gratis.

Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor: Bukti Minyak Babi dalam Ompreng Makan Bergizi Gratis

Tags:

Share:

Related Post