Korupsi CSR BI-OJK: KPK Kembali Panggil Heri Gunawan dan Satori

Admin

No comments

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana CSR Bank Indonesia (BI), yaitu Heri Gunawan dan Satori. Pemanggilan ini dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Sebelumnya, kedua tersangka telah dipanggil pada Senin, 1 September 2025. Selain itu, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Dolfie Onthniel Frederic Palit, seorang Anggota DPR-RI Komisi XI, pada hari yang sama, Senin (15/9/2025).

“KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait dan saksi dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) terkait program sosial atau CSR di Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” jelas Budi dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/9/2025). Sayangnya, Budi belum dapat memberikan rincian materi pemeriksaan sebelum prosesnya selesai.

Heri Gunawan dan Satori, yang merupakan Anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2023, ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyelewengan dana program bantuan sosial yang diselenggarakan oleh BI dan OJK. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan penyalahgunaan dana publik yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat.

KPK bahkan telah menyita 15 mobil milik Satori, sebagai bagian dari penyidikan kasus ini. Pihak Satori membantah bahwa pembelian mobil tersebut menggunakan uang hasil korupsi dana CSR BI-OJK.

Hasil pemeriksaan KPK menunjukkan bahwa Heri Gunawan diduga menerima total Rp15,86 miliar. Dana tersebut berasal dari berbagai sumber, yaitu Rp6,26 miliar dari BI melalui Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa Heri Gunawan diduga melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan memindahkan seluruh dana yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya ke rekening pribadi melalui transfer.

Modus operandi yang dilakukan Heri Gunawan adalah dengan meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang kemudian digunakan untuk menampung dana pencairan melalui setoran tunai. Dana tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat.

Sementara itu, Satori diduga menerima total Rp12,52 miliar, yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

Serupa dengan Heri Gunawan, Satori juga diduga menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi, seperti deposito, pembelian tanah untuk pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya. Satori bahkan melakukan rekayasa perbankan dengan meminta salah satu bank untuk menyamarkan penempatan deposito agar pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kasus ini menjadi pengingat penting tentang pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik.

Share:

Related Post