MBG Picu Polemik: Desakan Penghentian, Daerah Lain Terancam Keracunan?

Admin

No comments

Sejumlah lembaga mendesak pemerintah untuk menghentikan sementara program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyusul serangkaian kasus keracunan yang menimpa siswa. Insiden terbaru menimpa puluhan murid dan guru di SDN 12 Benua Kayong, Ketapang, pada Rabu, 24 September 2025, yang diduga keracunan setelah mengonsumsi ikan hiu goreng yang menjadi menu MBG hari itu.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat, hingga 21 September 2025, jumlah korban keracunan MBG mencapai 6.452 orang, melonjak 1.092 kasus dibandingkan data sepekan sebelumnya. Menyikapi data ini, Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mendesak pemerintah untuk segera menghentikan sementara program MBG.

“Kondisi ini tidak normal,” tegas Ubaid Matraji. “Pemerintah seharusnya segera menetapkan kejadian luar biasa dan menghentikan sementara MBG untuk evaluasi menyeluruh.”

Desakan serupa datang dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Indef berharap Presiden Prabowo Subianto menghentikan sementara program MBG yang menelan anggaran Rp 333 triliun untuk dievaluasi secara komprehensif. Mereka menilai program ini telah menimbulkan berbagai masalah meskipun baru berjalan delapan bulan.

Kepala Pusat Ekonomi Digital dan UMKM Indef, Izzudin Al Farras, mengungkapkan bahwa hingga 28 Agustus 2025, MBG telah menjangkau 23 juta penerima manfaat. Namun, ironisnya, lebih dari 4.000 orang menjadi korban keracunan. “Sayangnya, persoalan ini hanya dipandang sebagai angka statistik tanpa evaluasi serius,” ujar Izzudin dalam diskusi daring bertajuk “Menakar RAPBN 2026: Arah Kebijakan UMKM, Koperasi dan Ekonomi Digital” pada Kamis, 4 September 2025.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menyuarakan hal yang sama, menyarankan pemerintah untuk menunda pelaksanaan program MBG. Ketua YLKI, Niti Emiliana, menekankan pentingnya pembenahan menyeluruh, mulai dari pelatihan, standar, hingga jaminan sanitasi pada sarana dan prasarana dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Ia juga menekankan perlunya memperketat standar jaminan keamanan pangan MBG sebagai hak mutlak penerima manfaat.

“Jika tidak ada perbaikan secara menyeluruh dan komprehensif, MBG akan menjadi bom waktu bagi para penerima manfaat,” tegas Niti Emiliana dalam keterangan tertulis pada Kamis, 25 September 2025.

Bahkan, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak pemerintahan Prabowo untuk menghentikan operasional seluruh dapur MBG. ICW menilai berbagai permasalahan yang ada sudah tidak dapat ditoleransi lagi. “Dalam kondisi seperti ini, pemerintah harus segera menghentikan MBG agar tidak terus menimbulkan kerugian lebih besar bagi masyarakat,” kata Staf Divisi Riset ICW, Eva Nurcahyani, saat ditemui di Kantor ICW, Jakarta, Selasa, 23 September 2025.

ICW, yang telah membuka kanal pengaduan MBG sejak April 2025, menemukan berbagai persoalan, antara lain ketimpangan kualitas menu dan peralatan makan, porsi yang tidak sesuai, serta banyaknya makanan yang tidak dimakan siswa karena tidak selera. Inklusivitas menu makanan juga menjadi sorotan, terutama bagi siswa di sekolah luar biasa (SLB) yang menunya masih diseragamkan dengan siswa di sekolah reguler.

Selain itu, ICW menerima keluhan dari guru yang merasa terbebani tugas tambahan tanpa insentif yang jelas. Lebih jauh lagi, ditemukan indikasi keterlibatan anggota dewan, kepolisian, hingga anggota militer dalam proyek program makan bergizi gratis ini.

The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) juga menyampaikan desakan serupa. Peneliti bidang sosial TII, Made Natasya Restu Dewi Pratiwi, menekankan bahwa maraknya kasus keracunan harus menjadi alarm keras bagi pemerintah untuk segera melakukan evaluasi total terhadap program MBG. Ia berharap program ini dihentikan sementara untuk mengidentifikasi akar masalah terulangnya kasus keracunan, sehingga tidak semakin banyak korban berjatuhan.

“Merujuk teori keamanan pangan dan epidemiologi, pemerintah tidak boleh menoleransi satu pun kasus keracunan,” tegas Natasya dalam keterangan tertulis pada Jumat, 19 September 2025. Baginya, nol kasus harus menjadi target mutlak karena setiap kejadian keracunan adalah indikator kegagalan sistem keamanan pangan yang berisiko meluas.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) turut mendesak pemerintah untuk segera memberlakukan moratorium atau penghentian sementara program MBG. FSGI menilai program unggulan Prabowo ini tidak disertai perencanaan yang matang, sehingga menimbulkan risiko kesehatan bagi siswa, menambah beban bagi guru dan sekolah, serta membuka potensi kerugian negara.

Sekjen FSGI, Fahriza Marta Tanjung, menyatakan bahwa kasus keracunan massal adalah bukti lemahnya pengawasan MBG. “Ini soal menunggu giliran keracunan saja di setiap daerah karena memang program MBG lemah perencanaan dan pengawasannya,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Rabu, 24 September 2025.

FSGI mencatat, masalah MBG terjadi di 14 provinsi, dari Aceh hingga Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Utara. Masalah yang muncul pun beragam, mulai dari makanan basi, berbelatung, berbau tidak sedap, porsi minimalis, hingga temuan kecoa.

Di tengah gelombang desakan untuk menghentikan program MBG, Badan Gizi Nasional (BGN) justru menolak usulan tersebut. Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyatakan akan melakukan perbaikan sambil tetap mengejar target penerima manfaat MBG. Ia berdalih, pemerintah berada dalam dilema antara melengkapi sumber daya manusia agar program berjalan lancar atau mengejar target jumlah penerima manfaat. Dadan memilih untuk memprioritaskan pencapaian target. “Utamanya adalah bagaimana target bisa dipenuhi,” kata Dadan di kantornya, Jakarta, pada Senin, 22 September 2025.

Menanggapi maraknya kasus keracunan, Dadan mengaku memahami kekhawatiran berbagai pihak. Ia bahkan berseloroh setiap hari tidak bisa tidur nyenyak karena khawatir ada siswa yang keracunan. Namun, menurutnya, kasus keracunan yang terjadi saat ini masih dalam batas wajar. Ia mengklaim bahwa hanya 4.711 porsi makanan yang menyebabkan keracunan dari total 1 miliar porsi yang sudah dimasak selama sembilan bulan program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini berjalan. “Jadi, alhamdulillah sebagian besar anak memang senang dengan program makan bergizi,” ujarnya.

Dadan kemudian memaparkan sejumlah perbaikan yang akan dilakukan untuk mengatasi terulangnya kasus keracunan, termasuk membentuk tim investigasi kasus keracunan MBG, menghentikan sementara operasional dapur yang bermasalah, dan memperpendek jangkauan pemantauan.

BGN juga berencana membuka kantor di setiap kabupaten dan kota mulai tahun 2026 untuk memperpendek jarak pemantauan. Saat ini, pengawasan masih dilakukan terpusat oleh Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan BGN. “Kami setiap hari berkomunikasi langsung dengan SPPG,” kata Dadan.

Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro, menyatakan bahwa pemerintah mendengar masukan dari berbagai elemen masyarakat terkait penghentian sementara hingga evaluasi total MBG. Pemerintah, kata dia, berupaya menanggulangi masalah keracunan. Namun, Juri menegaskan bahwa pemerintah tidak dapat menghentikan program unggulan Presiden Prabowo tersebut secara total.

“Sambil jalan kami perbaiki, tapi tidak perlu menghentikan secara total,” katanya sambil menambahkan, “Kata Presiden Prabowo Subianto, MBG harus betul-betul menjadi program yang memang dibutuhkan anak-anak.” Juri menyatakan bahwa pemerintah tidak ingin program MBG mengalami demoralisasi akibat kasus keracunan makanan. “Pasti akan kami cari jalan keluar untuk mengatasi kejadian yang tidak diharapkan ini,” pungkasnya.

Dinda Shabrina, Dede Leni Mardianti, Nandito Putra, Alfitria Nefi Pratiwi, Hendrik Yaputra, dan Aqila Izatul berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Sosiolog IPB Ingatkan Potensi Pembangkangan Sipil dari Gerakan Stop Tot Tot Wuk Wuk

Tags:

Share:

Related Post