Penghapusan Klasifikasi Beras: Mengapa Kebijakan Ini Dinilai Keliru?

Admin

No comments

Sibisnis – Jakarta – Rencana pemerintah untuk menghapus klasifikasi beras medium dan premium, menggantinya dengan kategori beras reguler dan beras khusus, menuai kritik. Eliza Mardian, peneliti pertanian dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, berpendapat bahwa langkah ini bukanlah solusi yang tepat. Menurutnya, pemerintah justru seharusnya menghapus harga eceran tertinggi (HET) untuk beras premium.

Eliza Mardian menegaskan bahwa penghapusan klasifikasi mutu beras tidak menyelesaikan masalah inti. “Segmentasi konsumen tetap penting agar pemerintah dapat melakukan intervensi yang efektif untuk melindungi masyarakat menengah ke bawah,” jelasnya kepada Tempo, Sabtu, 2 Agustus 2025.

Ia berpendapat bahwa konsumen beras premium, yang umumnya berasal dari kalangan ekonomi menengah ke atas, memiliki kemampuan untuk membeli sumber pangan alternatif. Oleh karena itu, pemerintah tidak perlu mengatur HET untuk beras jenis ini. “Daya beli masyarakat menengah ke bawah yang harus dijaga. Beras medium dan HET wajib ada untuk melindungi mereka,” tegasnya.

Lebih lanjut, Eliza menekankan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menstabilkan harga pasar jika harga beras medium melampaui HET yang ditetapkan. Hal ini krusial mengingat sebagian besar pengeluaran masyarakat menengah ke bawah dialokasikan untuk kebutuhan pokok. Kenaikan harga beras dapat memaksa mereka untuk mengubah pola konsumsi, seperti mengurangi konsumsi protein atau mengorbankan belanja non-makanan demi memenuhi kebutuhan karbohidrat.

Alih-alih menghapus klasifikasi mutu beras, Eliza menyarankan agar pemerintah memperkuat pengawasan. Beras premium tetap dapat dipasarkan tanpa perlu intervensi HET. “Produsen tetap bisa mendapatkan keuntungan, dan konsumen kelas atas puas dengan kualitas yang sepadan dengan harga,” ujarnya.

Namun, jika pemerintah bersikeras untuk menghapus klasifikasi beras berdasarkan mutu, Eliza mengingatkan akan perlunya revisi terhadap Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31 Tahun 2017 tentang Kelas Mutu Beras.

Menurutnya, penghapusan klasifikasi mutu berpotensi lebih menguntungkan produsen dan pemerintah karena mengurangi beban pengawasan serta menekan biaya distribusi dan pelabelan. Akan tetapi, dampak negatifnya dapat dirasakan langsung oleh konsumen.

Tanpa adanya diferensiasi mutu, beras berkualitas rendah berpotensi mendominasi pasar dan merugikan konsumen yang tidak mampu membedakan kualitas. “Potensi kecurangan tetap ada. Misalnya, jika standar ditetapkan tunggal, produsen bisa saja memproduksi beras di bawah standar. Jadi, penghapusan klasifikasi bukan solusi karena potensi *moral hazard* tetap membayangi,” ungkap Eliza.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengumumkan rencana pemerintah untuk membagi beras menjadi dua kategori utama: beras biasa dan beras khusus. Kategori beras khusus akan mencakup varietas seperti ketan atau beras impor, misalnya basmati dan japonica.

Zulhas menyatakan bahwa penentuan kualitas dan harga beras akan dibahas lebih lanjut bersama Badan Pangan Nasional (Bapanas). “Apakah Rp 13 ribu, Rp 13,5 ribu, atau Rp 12,5 ribu, nanti akan diputuskan oleh Bapanas,” ujarnya pada Jumat, 25 Juli 2025.

Keputusan ini, lanjut Zulhas, didasari oleh maraknya praktik beras oplosan, di mana beras medium dikemas ulang dengan label premium. “Karena kemasannya bagus, mengilap, padahal isinya tidak sesuai. Ini yang tidak boleh terjadi lagi,” tegasnya.

Pada hari yang sama, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyatakan bahwa Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) terkait persyaratan mutu beras akan disesuaikan. “Kualitasnya pasti, misalnya kadar air 14 persen wajib. Di atas itu beras cepat basi,” jelasnya.

Sebagai informasi, Perbadan Nomor 2 Tahun 2023 mengatur tujuh parameter mutu pada empat kelas beras: premium, medium, submedium, dan pecah. Derajat sosoh maksimal adalah 95 persen, dengan kadar air maksimal 14 persen. Batas maksimal butir menir untuk beras premium adalah 0,5 persen, sedangkan untuk beras medium adalah 2,0 persen. Sementara itu, butir patah dibatasi maksimal 15 persen untuk beras premium dan 25 persen untuk beras medium.

Alfitria Nefi Pratiwi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Strategi Lanjutan Setelah Tarif Trump Berlaku

Tags:

Share:

Related Post