Para ekonom, penggiat masyarakat sipil, dan anggota DPR memberikan tanggapan beragam terhadap pidato Presiden Prabowo Subianto mengenai Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dan Nota Keuangan. Pidato ini disampaikan dalam sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan sidang bersama DPR-DPD di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada 15 Agustus 2025. Berikut rangkuman tanggapan dari berbagai sumber:
Syafruddin Karimi, Dosen Departemen Ekonomi Universitas Andalas
Syafruddin Karimi menekankan bahwa APBN adalah peta jalan ekonomi Indonesia. Ia mengingatkan Presiden Prabowo untuk tidak hanya melihat APBN 2026 sebagai sekadar dokumen administratif. Menurutnya, pemerintah perlu memprioritaskan anggaran untuk kegiatan yang benar-benar produktif.
“Kuncinya adalah efektivitas belanja,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Jumat, 15 Agustus 2025. “Bila belanja publik benar-benar produktif, maka setiap rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan beban fiskal yang ditanggung.” Ia menambahkan bahwa APBN 2026 akan menjadi ujian keseimbangan. Jika pendapatan, belanja, dan pertumbuhan bergerak harmonis, Indonesia dapat memanfaatkan momentum global dengan percaya diri. Namun, jika belanja tidak produktif dan pendapatan melemah, defisit anggaran bisa menjadi masalah besar di kemudian hari.
Adhitya Wardhono, Dosen Ekonomi Universitas Jember
Adhitya Wardhono menyoroti alokasi anggaran sebesar Rp 402,4 triliun untuk ketahanan energi, mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mengembangkan energi baru terbarukan (EBT). “Proyek-proyek EBT seperti pembangkit listrik tenaga surya, hidro, dan panas bumi membutuhkan modal besar, teknologi canggih, serta sumber daya manusia yang memadai,” jelasnya.
Ekonom Universitas Jember ini menekankan bahwa tanpa skema pembiayaan kreatif dan keterlibatan sektor swasta, transisi energi ini akan menjadi beban fiskal yang signifikan. Ia juga menyoroti target pembangkitan listrik 100 persen dari EBT dalam 10 tahun sebagai visi progresif yang sejalan dengan komitmen pengurangan emisi karbon. Namun, menurutnya, pencapaian target ini memerlukan percepatan pembangunan infrastruktur, ketersediaan teknologi penyimpanan energi yang efisien, dan kebijakan insentif yang menarik bagi investor. “Pengalaman negara lain menunjukkan bahwa keberhasilan transisi energi membutuhkan kombinasi regulasi yang konsisten, dukungan pembiayaan, dan keterlibatan aktif sektor swasta,” imbuhnya.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga menjadi perhatian Adhitya Wardhono. Ia menilai program ini sebagai langkah penting untuk mengatasi stunting, namun implementasinya di lapangan akan menjadi tantangan utama. “Alokasi MBG sebesar Rp 335 triliun untuk mengatasi stunting dan meningkatkan kualitas SDM Indonesia merupakan langkah penting, namun tantangan utama terletak pada efektivitas implementasi di lapangan,” kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unej tersebut. Ia menambahkan bahwa alokasi anggaran yang besar ini harus diiringi pengawasan ketat untuk memastikan distribusi yang tepat sasaran, kualitas makanan yang baik, dan pemberdayaan UMKM serta ekonomi lokal yang benar-benar terdampak positif.
Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI)
JPPI menyampaikan keprihatinan mendalam atas pidato RAPBN 2026. Mereka menilai bahwa alokasi anggaran pendidikan telah melanggar Konstitusi dengan mengalihkan hampir separuh anggarannya (44,2%) untuk program MBG, sementara kewajiban konstitusional untuk pendidikan tanpa biaya justru diabaikan.
JPPI menyatakan bahwa pemerintah telah mengabaikan perintah Mahkamah Konstitusi (MK) terkait implementasi sekolah tanpa pungutan biaya. Perintah ini telah ditegaskan sebanyak dua kali, pada putusan perkara nomor 3/PUU-XXII/2024 (27/5/2025) dan putusan perkara nomor 111/PUU-XXIII/2025 (15/8/2025).
“Tidak ada perintah makan gratis dalam konstitusi kita. Tapi mengapa MBG ini sangat diprioritaskan, bahkan besaran dananya naik berlipat-lipat?” tanya Ubaid Matraji dalam rilisnya, 17 Agustus 2025. “Padahal, Pasal 31 UUD 1945 secara jelas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar. Konstitusi kita menekankan pembiayaan untuk pendidikan, bukan untuk makan gratis.”
Devie Rahmawati, Dosen Vokasi Universitas Indonesia
Devie Rahmawati menilai program Sekolah Rakyat memiliki potensi besar untuk mengatasi masalah anak putus sekolah, terutama dari keluarga miskin dan di wilayah tertinggal.
“Dengan target 100 lokasi Sekolah Rakyat di tahap awal dan fokus pada anak miskin-rentan, maka program ini mengisi celah akses sekaligus memberi jalan keluar dari lingkar kemiskinan,” ujarnya, seperti dikutip dari Antara, 16 Agustus 2025.
Namun, ia menekankan bahwa tantangan utama program ini meliputi ketepatan sasaran, pemanfaatan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, Data Pokok Pendidikan yang kini menjadi Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSE), kualitas pembelajaran inklusif dengan sistem asrama, dan pembiayaan jangka panjang yang perlu dipastikan oleh pemerintah. “Pemerintah juga perlu memastikan guru mendapat pelatihan berkala, dan menghubungkan lulusan Sekolah Rakyat dengan pelatihan vokasi agar mereka siap kerja,” katanya.
Adian Napitupulu, Politikus PDIP
Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDIP, Adian Napitupulu, menyatakan bahwa DPR RI harus menguji klaim yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan.
“Kita harus menguji apakah pernyataan itu sesuai tidak dengan kenyataan tentang lapangan kerja yang dibuka. Apakah demikian tentang pertumbuhan ekonomi? Apakah kenyataan demikian tentang persoalan problem-problem kerakyatan lain? apakah demikian?” kata Adian di kompleks parlemen.
Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal
Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mengapresiasi pidato pengantar RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangan. “Baru kali ini kita melihat pidato pengantar APBN yang begitu detail dan sangat-sangat pro rakyat program yang akan diturunkannya,” kata Cucun usai menghadiri Sidang Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun Sidang 2025-2026 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, seperti dikutip dari Antara.
Adil Al Hasan, Sultan Abdurrahman dan Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Bayangan Suram Dana Desa Menalangi Koperasi Merah Putih