Relaksasi Impor Dievaluasi: Kemendag Wajibkan Rapat Terbatas!

Admin

No comments

KEMENTERIAN Perdagangan menegaskan bahwa evaluasi terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 idealnya dilakukan melalui forum Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian). Hal ini menjadi penting untuk memastikan regulasi yang dihasilkan benar-benar efektif dan berpihak pada kepentingan nasional.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, Isy Karim, menjelaskan dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 5 September 2025, bahwa setiap masukan dan usulan terkait Permendag harus melewati serangkaian tahapan yang telah ditetapkan sebelum akhirnya disahkan. Proses ini, menurutnya, sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan. Kesepakatan akhir terkait masukan dan usulan tersebut harus dicapai dan ditetapkan melalui Rakortas Kemenko Perekonomian.

Kementerian Perdagangan sendiri, lanjut Isy, sangat terbuka terhadap berbagai masukan dari berbagai elemen masyarakat serta kementerian/lembaga terkait aturan relaksasi impor yang telah diputuskan dalam Rakortas Kemenko Perekonomian pada 6 Mei 2025. Keterbukaan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menampung aspirasi dari berbagai pihak.

Lebih lanjut, Isy menekankan bahwa Permendag Nomor 16 Tahun 2025 disusun berdasarkan masukan dari berbagai kementerian/lembaga, menjadikannya sebuah keputusan bersama. Kementerian Perdagangan juga berkomitmen untuk terus memantau dan mengevaluasi dampak implementasi aturan relaksasi impor tersebut. Tujuannya adalah untuk “memastikan kebermanfaatannya bagi dunia usaha dan masyarakat luas,” tegasnya.

Dalam Permendag Nomor 16 Tahun 2025, terdapat empat kelompok barang prioritas yang mendapatkan relaksasi kebijakan dan pengaturan impor. Kelompok ini mencakup bahan baku dan bahan penolong industri, seperti komoditas bahan baku plastik, bahan bakar lain (etil alkohol/etanol dan biodiesel), serta pupuk bersubsidi. Relaksasi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan industri dalam negeri.

Menurut Isy, berdasarkan hasil Regulatory Impact Analysis (RIA), relaksasi kebijakan dan pengaturan impor untuk bahan baku dan bahan penolong industri berpotensi mendorong peningkatan daya saing industri hilir yang menggunakan bahan-bahan tersebut. Dengan kemudahan impor, diharapkan industri hilir dapat berkembang lebih pesat.

Akses terhadap bahan baku dan bahan penolong yang lebih beragam dan dengan harga yang lebih kompetitif, imbuh Isy, dapat meningkatkan produktivitas industri hilir. Kondisi ini juga berpotensi menarik investasi baru ke industri hilir, terutama bagi industri yang memanfaatkan bahan baku dan bahan penolong asal impor sebagai komponen utama dalam proses produksinya.

Namun, kebijakan ini tidak lepas dari kritik. Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI) mengeluhkan kebijakan impor yang baru ini karena dinilai dapat mengancam kelangsungan industri dalam negeri. Kekhawatiran ini mencerminkan pentingnya menyeimbangkan kepentingan berbagai sektor ekonomi.

Ketua Umum APTRI, Soemitro Samadikoen, menjelaskan bahwa Permendag Nomor 16 Tahun 2025 berpotensi mengancam produksi gula nasional. Pasalnya, aturan tersebut membebaskan impor etanol tanpa memerlukan persetujuan impor, syarat, dan rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Hal ini dapat membuka celah bagi masuknya etanol impor secara besar-besaran.

Menurut Soemitro, pembebasan impor tersebut tertuang dalam Pasal 93 huruf c, yang menyatakan bahwa persetujuan impor bahan bakar lain, bahan bakar, dan campuran bahan bakar untuk Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) dan API Umum (API-U) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku secara elektronis melalui sistem INATrade. Kondisi ini, menurutnya, dapat merugikan petani tebu lokal.

Soemitro memaparkan bahwa etanol merupakan produk hilir tebu yang memiliki kontribusi signifikan terhadap berbagai industri, mulai dari farmasi dan kosmetik hingga minuman beralkohol. Jika impor etanol dibuka terlalu lebar, ia khawatir pengusaha industri akan beralih membeli dari luar negeri karena harganya yang lebih murah.

Ia bahkan mengaku telah menerima laporan bahwa produsen dalam negeri mengalami penurunan penjualan sebelum pelonggaran atau relaksasi impor diberlakukan. “Negara lain tergiur masuk ke sini karena ada peluang,” ucapnya, mengindikasikan persaingan yang semakin ketat.

Soemitro khawatir bahwa industri dalam negeri akan menghadapi persaingan yang tidak sehat akibat terbukanya keran impor. Terlebih lagi, ia melanjutkan, produk pertanian Indonesia secara umum masih kalah saing dengan produk dari negara lain. Oleh karena itu, perlu ada langkah-langkah strategis untuk melindungi industri dalam negeri.

Pilihan Editor: Deflasi Agustus 2025: Bukti Daya Beli Masyarakat Makin Turun

Tags:

Share:

Related Post