Rupiah Terkini: Melemah ke Rp 16.570, Analis Ungkap Penyebabnya!

Admin

No comments

Sibisnis – JAKARTA. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan volatilitas tinggi sepanjang pekan ini, yang berujung pada pelemahan tipis. Sentimen global dan domestik menjadi faktor penentu arah mata uang Garuda.

Menurut data Bloomberg, Jumat (10/10), rupiah ditutup melemah tipis sebesar 0,01% ke level Rp 16.570 per dolar AS. Secara mingguan, rupiah spot tercatat melemah 0,04% dari posisi Rp 16.562 per dolar AS pada pekan sebelumnya.

Sementara itu, berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah melemah 0,30% pada hari yang sama ke level Rp 16.585 per dolar AS. Namun, jika dilihat secara keseluruhan, rupiah Jisdor justru menguat 0,15% dari posisi Rp 16.611 pada pekan lalu. Perbedaan data ini menunjukkan dinamika pasar yang kompleks.

Analis mata uang dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah pekan ini tak lepas dari penguatan dolar AS. Penguatan tersebut didorong oleh pernyataan hawkish (agresif) dari para pejabat The Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS.

Di sisi lain, harapan akan adanya perkembangan positif dalam upaya perdamaian di Gaza memberikan angin segar bagi mata uang negara-negara berkembang (emerging market), termasuk rupiah.

“Sentimen utama adalah penguatan besar dolar AS akibat pernyataan hawkish dari pejabat-pejabat The Fed, serta perkembangan seputar perdamaian di Gaza,” ujar Lukman kepada Kontan, Jumat (10/10/2025).

Selain itu, dolar AS juga diuntungkan oleh koreksi yang terjadi pada Euro akibat gejolak politik di Prancis. Kemenangan Sanae Takaichi di partai Liberal Demokratik Jepang turut berperan, karena meredupkan ekspektasi kenaikan suku bunga oleh Bank of Japan (BoJ).

“Rupiah sendiri tentunya sangat tertekan, namun cukup terkendali oleh intervensi BI,” imbuh Lukman. Langkah-langkah stabilisasi yang dilakukan BI menjadi penahan laju pelemahan rupiah.

Ketidakpastian terkait shutdown (penutupan sebagian) pemerintahan AS juga memberikan dampak terhadap pergerakan rupiah. Minimnya data ekonomi AS akibat shutdown menambah sentimen negatif di pasar.

Meskipun perdamaian di Gaza berpotensi mendukung mata uang emerging market melalui sentimen risk on (kepercayaan investor terhadap aset berisiko), kekhawatiran akan terjadinya bubble (gelembung) yang terus disuarakan oleh para ahli dan lembaga, termasuk IMF, dapat memicu risk off (penghindaran aset berisiko) dan menekan rupiah.

Untuk sepekan ke depan, Lukman memproyeksikan rupiah akan bergerak dalam kisaran Rp 16.450 – Rp 16.750 per dolar AS.

Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, menyoroti faktor lain yang memengaruhi pergerakan rupiah, yaitu penurunan cadangan devisa Indonesia. Cadangan devisa tercatat menurun menjadi US$ 148,7 miliar pada September 2025, lebih rendah dari posisi akhir Agustus 2025 sebesar US$ 150,7 miliar. Artinya, terjadi penurunan sebesar US$ 2 miliar pada September 2025.

Penurunan cadangan devisa ini dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global.

Ibrahim memperkirakan bahwa pada pekan depan, rupiah akan bergerak di rentang Rp 16.450 – Rp 16.700 per dolar AS. Pergerakan rupiah ke depan akan sangat bergantung pada sentimen global dan domestik.

Tags:

Share:

Related Post