Sibisnis – JAKARTA — Pergerakan saham-saham BUMN yang tergabung dalam indeks IDXBUMN20 menunjukkan variasi setelah pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mencapai kesepakatan mengenai rancangan revisi Undang-Undang (UU) BUMN.
Data Bloomberg mencatat, saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mengalami kenaikan sebesar 1,38% dan ditutup pada level Rp4.420 pada hari Jumat (27/9/2025). PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) juga mencatatkan penguatan sebesar 1,26%, dengan harga saham mencapai Rp3.210.
Selain itu, saham PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) turut menguat dengan kenaikan sebesar 0,72% menjadi Rp278. Namun, tidak semua saham BUMN bernasib sama. Saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) mengalami penurunan tipis sebesar 0,32% menjadi Rp3.110.
Penurunan juga dialami oleh saham PT Elnusa Tbk. (ELSA) yang turun 0,40% menjadi Rp492. Bahkan, saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mengalami penurunan signifikan sebesar 8,89% hingga mencapai level Rp82.
Secara keseluruhan, indeks IDXBUMN20 mengalami pelemahan sebesar 0,12% ke level 364,57. Meski demikian, performa ini masih sejalan dengan penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 0,73% yang berakhir pada level 8.099,33 pada penutupan perdagangan akhir pekan.
Disepakatinya rancangan revisi UU BUMN oleh DPR dan pemerintah memicu diskusi mengenai arah pengelolaan saham-saham BUMN. Investor kini tengah mencermati potensi peluang dan risiko yang mungkin timbul akibat perubahan regulasi tersebut. Lantas, bagaimana nasib pengelolaan BUMN seperti SMI dan SMF setelah UU BUMN direvisi?
Felix Darmawan, Equity Research Analyst Panin Sekuritas, berpendapat bahwa revisi UU BUMN dapat diinterpretasikan dalam dua perspektif oleh pasar. Dalam jangka pendek, revisi ini berpotensi menjadi katalis positif karena mencerminkan komitmen pemerintah untuk mempercepat restrukturisasi dan meningkatkan efisiensi BUMN.
“Memang ada potensi menjadi sentimen positif karena pasar melihat adanya upaya pemerintah untuk mempercepat restrukturisasi dan mendorong efisiensi BUMN,” ujar Felix saat dihubungi Bisnis pada Jumat (26/9/2025).
Sebagai informasi, Komisi VI DPR RI bersama pemerintah telah secara resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. RUU ini akan segera dibawa ke rapat paripurna DPR untuk pengesahan.
RUU BUMN ini memuat perubahan signifikan pada setidaknya 84 pasal dengan 11 pokok utama. Beberapa poin penting dalam revisi tersebut meliputi penghapusan status Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN), larangan rangkap jabatan bagi menteri dan wakil menteri di organ BUMN, serta pengaturan dividen saham seri A dwiwarna.
Selain itu, revisi UU BUMN juga mencakup klausul mengenai kesetaraan gender di jajaran direksi dan komisaris, perlakuan perpajakan atas transaksi holding, pengaturan pengecualian BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal, kewenangan pemeriksaan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta mekanisme peralihan kelembagaan dari kementerian ke BP BUMN.
Namun, Felix mengingatkan bahwa percepatan restrukturisasi ini juga dapat menimbulkan ketidakpastian. Pasalnya, aturan turunan dari revisi UU BUMN berpotensi membuka celah bagi intervensi politik atau mengubah tata kelola yang sudah berjalan selama ini.
“Percepatan ini bisa menimbulkan noise kalau detail aturannya justru membuka ruang intervensi politik atau mengubah lanskap tata kelola yang sudah ada,” imbuhnya.
Oleh karena itu, ia memperkirakan bahwa reaksi pasar terhadap saham-saham BUMN akan cenderung mixed dan investor akan bersikap wait and see hingga aturan turunan dari revisi UU BUMN diterbitkan dan arah kebijakan menjadi lebih jelas.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.