Setelah crash pasar saham yang mengguncang pada April 2025, wajar jika banyak investor dilanda kecemasan. Survei Gallup pada Juni 2025 mengungkapkan bahwa 60% investor di Amerika Serikat (AS) merasakan kekhawatiran mendalam terkait volatilitas pasar. Bahkan, 58% di antaranya meyakini bahwa masa-masa sulit masih akan berlanjut.
Namun, di tengah ketidakpastian ini, pakar keuangan Rachel Cruze tampil melalui kanal YouTube-nya untuk memberikan angin segar. Ia menekankan pentingnya bagi investor untuk tidak terpancing kepanikan saat pasar saham bergejolak. Keputusan yang didorong emosi, menurutnya, justru dapat memicu kesalahan fatal yang merugikan masa depan finansial. Lantas, strategi cerdas apa yang bisa diterapkan saat menghadapi turbulensi pasar? Cruze membagikan tiga langkah jitu.
1. Tenang dan Hadapi: Investasi itu Seperti Roller Coaster
Cruze dengan cerdas menganalogikan investasi saham dengan menaiki roller coaster. Penuh dengan tanjakan dan turunan yang mendebarkan, fluktuasi adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan investasi. Kuncinya adalah tetap fokus pada tujuan jangka panjang yang ingin dicapai.
Secara historis, pasar saham menawarkan tingkat pengembalian rata-rata sekitar 11,8% per tahun. Untuk membantu memahami potensi hasil investasi, Cruze merekomendasikan penggunaan kalkulator investasi Ramsey. Sebagai contoh, seorang investor berusia 30 tahun yang secara rutin menyisihkan 500 dolar AS per bulan hingga usia pensiun 67 tahun, berpotensi mengumpulkan aset hingga 3,9 juta dolar AS. Angka yang fantastis, bukan?
Namun, Cruze mengingatkan bahwa investor yang mendekati masa pensiun sebaiknya berkonsultasi dengan penasihat keuangan. Menjual aset atau menghentikan kontribusi karena panik dapat mengunci kerugian dan menghilangkan kesempatan untuk menikmati pemulihan pasar.
2. Pilah dan Pilih: Tabungan atau Investasi?
Cruze menekankan pentingnya memisahkan dana untuk tujuan jangka pendek (kurang dari lima tahun) dari investasi jangka panjang. Dana jangka pendek sebaiknya disimpan dalam tabungan, bukan diinvestasikan. Mengapa demikian? Karena fluktuasi pasar dapat menyebabkan kerugian jika Anda terpaksa menjual aset lebih awal untuk keperluan mendesak seperti uang muka rumah, biaya pendidikan, atau liburan impian.
Pilihan yang lebih bijak adalah menyimpan dana tersebut dalam rekening tabungan berbunga tinggi yang dijamin oleh pemerintah. Dengan demikian, Anda tetap memperoleh imbal hasil, meskipun lebih kecil, tanpa harus menanggung risiko kehilangan modal. Sementara itu, untuk tujuan jangka panjang seperti pensiun, dana sebaiknya tetap diinvestasikan. Blog Ramsey Solutions merekomendasikan alokasi 15% dari pendapatan sebelum pajak ke tabungan pensiun, misalnya melalui akun 401(k) atau IRA.
3. Lihat Sisi Terang: Diskon Besar di Pasar Saham!
Meskipun melihat nilai portofolio menyusut sementara tentu tidak menyenangkan, Cruze menekankan bahwa penurunan pasar justru dapat menjadi peluang emas.
“Ketika Anda berinvestasi secara konsisten, penurunan pasar memungkinkan Anda membeli lebih banyak saham dengan jumlah uang yang sama,” jelasnya.
Dengan kata lain, Anda sedang mendapatkan diskon untuk aset yang berpotensi melonjak di masa depan. Alih-alih panik menjual aset, membiarkan investasi tetap berjalan sambil menambah posisi justru dapat menghasilkan keuntungan jangka panjang yang signifikan. Cruze juga menyarankan untuk bekerja sama dengan penasihat keuangan guna memastikan strategi investasi Anda tetap selaras dengan tujuan dan kondisi finansial Anda.
Gejolak pasar saham memang bisa memicu kekhawatiran, terutama setelah crash besar. Namun, kepanikan hanya akan memperburuk situasi. Dengan tetap tenang, memisahkan dana jangka pendek dan jangka panjang, serta memanfaatkan peluang saat harga turun, investor dapat menjaga kesehatan portofolio dan bersiap menghadapi segala perubahan pasar.
IHSG Sepekan Positif, Kapitalisasi Pasar Tembus Rp15.079 T
Warren Buffett Jual Sahamnya di BYD, Ada Apa?
4 Jenis Saham yang Harus Diketahui Investor Baru





