Saham Bank Murah? Investor Pesimis! Peluang atau Jebakan?

Admin

No comments

Sibisnis – JAKARTA. Harga saham-saham bank besar (big banks) saat ini dinilai menarik, menyusul koreksi harga yang berkepanjangan. Indikatornya, rasio PER (Price-to-Earnings Ratio) dan PBV (Price-to-Book Value) saham-saham bank jumbo ini sudah jauh di bawah rata-rata historisnya.

Ambil contoh, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) hingga Jumat (3/10) mencatatkan PER 15,93 kali dan PBV 3,55 kali. Sebagai perbandingan, pada 2 Oktober 2024, PER BBCA mencapai 24,08 kali dan PBV 5,38 kali. Dalam setahun terakhir, harga saham BBCA juga telah mengalami penurunan signifikan ke level Rp 7.525 per saham, terkoreksi 28,33% secara tahunan (YoY).

Kondisi serupa juga terjadi pada saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dengan PER sekitar 8,22 kali dan PBV sekitar 1,51 kali. Padahal, setahun sebelumnya, PER Bank Mandiri berada di level 12,26 kali dan PBV 2,56 kali.

Investor Masih Menunggu Katalis Baru di Saham Perbankan

Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, menjelaskan bahwa kondisi ini mencerminkan pasar sedang menyesuaikan ekspektasinya terhadap sektor perbankan, terutama terkait prospek pertumbuhan kredit, margin bunga bersih (NIM), dan tekanan biaya dana yang belum sepenuhnya mereda. “Artinya, pasar saat ini lebih konservatif,” ujarnya pada Jumat (3/10/2025).

Meskipun demikian, bukan berarti saham bank-bank besar kehilangan daya tariknya. Miftahul percaya bahwa investor institusi, terutama asing, lebih berhati-hati dalam mengambil posisi besar di tengah volatilitas yang tinggi. Akibatnya, kenaikan saham bank menjadi lebih lambat, meskipun fundamentalnya masih menunjukkan laba yang solid.

Bank dengan dana murah (CASA) yang tinggi dan profil risiko yang lebih konservatif, seperti BBCA, masih memiliki keunggulan relatif dalam menahan tekanan suku bunga dan likuiditas. “Jadi, penurunan valuasi ini bisa menjadi sinyal bahwa pasar sedang menunggu katalis kuat agar saham-saham *big banks* kembali dikoleksi,” tambahnya.

Analis Investindo Nusantara Sekuritas, Pandhu Dewanto, menambahkan bahwa secara valuasi, jika dibandingkan dengan rata-rata historis, saham-saham bank besar sudah cukup murah dan seharusnya tetap menarik untuk investasi, terutama bagi investor jangka panjang yang menyukai dividen.

Dalam kondisi pasar yang normal, Pandhu melihat bahwa posisi saat ini merupakan waktu yang tepat untuk kembali mengoleksi saham perbankan. Namun, ia mengingatkan bahwa pasar tidak selalu bergerak linier karena adanya faktor ekspektasi dari para investor, terutama pada potensi pertumbuhan di masa mendatang.

Kinerja Saham Big Banks Jumat (3/10): BBCA Naik, BMRI dan BBRI Melemah, BBNI Stagnan

“Sebagian investor mungkin menunggu *capital outflow* mereda, karena bagaimanapun akan sulit untuk bertahan jika investor asing terus melakukan penjualan,” jelas Pandhu. Ia memproyeksikan bahwa BBCA biasanya menjadi yang pertama *rebound*. Namun, jika kondisi pasar sudah membaik, BMRI dan BBNI berpotensi bergerak lebih cepat atau memiliki *upside* yang lebih besar karena valuasi yang lebih murah.

Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menambahkan bahwa saat ini investor asing juga masih mencermati perkembangan fundamental emiten secara kuartalan serta perkembangan ekonomi Indonesia. Dalam hal ini, perkembangan *loan growth* membuat investor asing terlihat belum cukup agresif untuk masuk ke saham perbankan.

“Menurut saya, BBCA dan BMRI masih menarik untuk *short term*. BBCA mungkin bisa naik ke level Rp 8.200-Rp 8.500, sementara BMRI Rp 4.800-Rp 4.900,” pungkasnya.

Tags:

Share:

Related Post