
Sibisnis JAKARTA. Di tengah harga nikel yang cenderung lesu sepanjang tahun ini, sejumlah emiten produsen nikel justru mencatatkan kinerja harga saham yang menggembirakan. Fenomena ini tentu menarik untuk dicermati lebih dalam.
Data Trading Economics menunjukkan bahwa harga nikel di pasar global berada di level US$ 15.395 per ton pada Jumat (3/10/2025), atau turun 14,01% secara tahunan (year on year/yoy). Namun, penurunan harga komoditas ini tampaknya tidak menghalangi laju positif saham-saham perusahaan nikel di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sebagai contoh, saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) melonjak 21,27% year to date (ytd) hingga mencapai Rp 4.390 per saham pada hari yang sama. PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) juga tak kalah mentereng dengan kenaikan 36,46% ytd, berada di level Rp 625 per saham. Kinerja positif juga ditunjukkan oleh PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), yang harga sahamnya naik 52,32% ytd menjadi Rp 1.150 per saham.
Bahkan, beberapa emiten mencatatkan kenaikan harga saham yang sangat signifikan. PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) misalnya, melesat 254,76% ytd ke level Rp 745 per saham. Sementara itu, PT PAM Mineral Tbk (NICL) mencatatkan rekor kenaikan harga saham hingga 326,92% ytd, mencapai Rp 1.110 per saham.
Harga Nikel Berfluktuasi, Simak Rekomendasi Saham Vale Indonesia (INCO)
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), yang juga memiliki lini bisnis emas, turut menikmati tren positif ini dengan kenaikan harga saham sebesar 109,84% ytd, mencapai Rp 3.200 per saham. Kenaikan ini didorong oleh kinerja emas yang sedang *bullish*, namun kontribusi nikel juga tidak bisa diabaikan.
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, berpendapat bahwa reli harga saham emiten nikel lebih banyak dipicu oleh ekspektasi jangka panjang investor terhadap hilirisasi mineral dan peran strategis nikel dalam industri baterai kendaraan listrik. Hal ini mendorong investor untuk memberikan valuasi premium pada saham-saham produsen nikel.
Wafi mencontohkan, stabilitas harga saham INCO didukung oleh sentimen positif terkait proyek smelter High Pressure Acid Lead (HPAL) dan dukungan dari mitra global. Sementara itu, lonjakan harga saham DKFT dan NICL lebih disebabkan oleh euforia pasar dan likuiditas saham yang relatif kecil.
“Jadi, pergerakan positif ini bukan murni karena harga nikel, tapi lebih ke narasi strategis dan spekulasi,” jelasnya pada Jumat (3/10/2025).
Senada dengan Wafi, Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo, Praska Putrantyo, menilai bahwa perbaikan fundamental yang signifikan juga menjadi faktor pendorong kenaikan harga saham emiten nikel. Khususnya untuk DKFT dan NICL, peningkatan penjualan bijih nikel pada paruh pertama tahun 2025 telah mendorong investor untuk mengevaluasi kembali valuasi yang wajar.
Hadapi Persaingan Ketat di Industri Baterai EV, Begini Prospek Saham Nikel
Dari faktor eksternal, antisipasi investor terhadap potensi kenaikan ekspor nikel ke China juga turut memberikan sentimen positif. Hal ini dipicu oleh kebijakan Pemerintah China yang menghapus subsidi bagi perusahaan yang membeli logam dasar dari Rusia. “Prospek jangka panjang yang masih cukup baik turut menopang harga saham emiten nikel,” imbuh Praska pada Jumat (3/10/2025).
Kenaikan harga saham emiten nikel tentu berdampak pada peningkatan valuasi. Bahkan, beberapa saham emiten nikel dinilai sudah *overvalued* secara fundamental. Namun, tren *bullish* tidak selalu sejalan dengan kinerja finansial jangka pendek, terutama bagi emiten yang masih dalam tahap ekspansi dan belum berproduksi secara optimal.
“Jadi, investor perlu membedakan antara saham yang reli karena fundamental kuat dan saham yang bergerak lebih karena sentimen dan momentum,” terang Wafi.
Menurut Praska, valuasi emiten-emiten nikel saat ini berada dalam rentang wajar hingga cukup mahal, berdasarkan rata-rata historis satu tahun. Kenaikan harga saham ini mencerminkan perbaikan fundamental emiten nikel dibandingkan tahun sebelumnya.
United Tractors (UNTR) Siap Perluas Bisnis Emas, Nikel hingga EBT pada Tahun 2026
Besar kemungkinan tren kenaikan harga saham emiten nikel akan berlanjut dalam beberapa waktu mendatang. Namun, rilis laporan keuangan kuartal III-2025 berpotensi memengaruhi arah harga saham masing-masing emiten. Investor akan kembali menilai valuasi wajar berdasarkan kinerja dan progres ekspansi emiten.
“Selain itu, sentimen pendukung lainnya masih dari China yang menghapus subsidi, kondisi komoditas nikel yang saat ini masih *oversupply* (kelebihan pasokan), serta tren kendaraan listrik yang cukup masif,” ungkap Praska pada Jumat (3/10/2025).
Dari sekian banyak emiten nikel yang mengalami lonjakan harga saham, Praska merekomendasikan untuk membeli saham NICL dengan target harga Rp 1.250 per saham.
Sementara itu, Wafi merekomendasikan pembelian saham INCO dengan target harga Rp 5.200 per saham. Saham NCKL, MBMA, dan ANTM juga direkomendasikan untuk dibeli dengan target harga masing-masing Rp 1.500 per saham, Rp 950 per saham, dan Rp 4.300 per saham. Adapun saham DKFT dan NICL disarankan untuk *trading buy*.
Indo Tambangraya (ITMG) Ekspansi ke Sektor Nikel, Intip Peluang Tambah Saham NICE





