Bisnis, JAKARTA – Bitcoin (BTC) diprediksi mengakhiri bulan Agustus dengan catatan merah. Penurunan ini menjadi yang pertama sejak April, memicu kekhawatiran akan koreksi yang lebih dalam menjelang bulan September. Pada hari Minggu (31/8), BTC diperdagangkan di kisaran US$108.355, turun 5,29% dalam sepekan terakhir.
Secara historis, performa Bitcoin di bulan September memang kurang menggembirakan. Sejak tahun 2013, Bitcoin cenderung mencatatkan penurunan harga di bulan September, terjadi dalam delapan dari dua belas tahun terakhir, dengan rata-rata penurunan sekitar 3,80%. Fenomena ini dikenal di kalangan pelaku pasar sebagai “September effect”.
Seperti yang dilaporkan Cointelegraph pada hari Minggu (31/8), “September effect” ini biasanya disebabkan oleh aksi *profit-taking* setelah reli di musim panas, atau sebagai strategi *repositioning* portofolio menjelang kuartal keempat.
American Bitcoin yang Didukung Eric Trump Akan Diperdagangkan Mulai September
Area US$105.000 – US$110.000 sebelumnya berfungsi sebagai resistensi di awal tahun, namun kini telah berubah menjadi level *support* untuk BTC. Ini merupakan indikasi *bullish* klasik dalam analisis teknikal.
Sinyal positif lainnya muncul dari apa yang disebut “divergensi *bullish* tersembunyi”. Walaupun harga Bitcoin mengalami penurunan, *Relative Strength Index* (RSI) tidak ikut turun sebanyak itu.
Analis ZYN bahkan memprediksi Bitcoin berpotensi mencapai rekor tertinggi baru (all-time high) di atas US$124.500 dalam 4-6 minggu ke depan. Proyeksi ini didasarkan pada pola-pola teknikal yang mendukung potensi reli di bulan September.
Sementara itu, para pelaku pasar valuta asing bersikap *bearish* terhadap dolar AS. Perlambatan ekonomi AS dan ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed membebani sentimen terhadap mata uang Paman Sam. Mereka memperkirakan dolar AS akan melemah 8% lagi tahun ini, diperparah oleh kritik dari Donald Trump terhadap The Federal Reserve.