JAKARTA, Sibisnis – Bank Indonesia (BI) mengambil langkah strategis dengan memangkas suku bunga acuan menjadi 5% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada hari Rabu, 20 Agustus 2025. Keputusan ini diprediksi akan membawa dampak signifikan terhadap prospek investasi Surat Berharga Negara (SBN) ritel dalam waktu dekat.
Pemerintah telah mengumumkan rencana penerbitan SBN sukuk ritel seri SR023 yang akan mulai ditawarkan pada hari Jumat, 22 Agustus 2025. SR023 menawarkan kupon dengan sistem fixed rate atau tingkat bunga tetap, dengan dua pilihan tenor investasi: 3 tahun dan 5 tahun.
Ramdhan Ario Maruto, Head of Fixed Income Anugerah Sekuritas, berpendapat bahwa penurunan suku bunga acuan BI berpotensi menekan tingkat kupon yang ditawarkan pada SR023. Meskipun menggunakan sistem fixed rate, penentuan tingkat kupon awal sangat mungkin dipengaruhi oleh momentum pemangkasan suku bunga, karena acuannya akan mengikuti yield Surat Utang Negara (SUN) dengan tenor 10 tahun.
“Dengan tren suku bunga yang berlaku saat ini, imbal hasil SUN 10 tahun berada di kisaran 6,3%. Penurunan suku bunga tentu akan diikuti oleh penurunan imbal hasil,” jelas Ramdhan kepada Kontan pada hari Kamis, 21 Agustus 2025.
Sebagai informasi tambahan, berdasarkan data Trading Economics pada Kamis (21/8/2025) pukul 16.23 WIB, imbal hasil SUN 10 tahun tercatat berada di level 6,309%, menunjukkan penurunan sebesar 0,12% secara harian.
Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Ramdhan memproyeksikan bahwa kupon ideal untuk kedua tenor SR023 akan berada di rentang 6,0%–6,1%.
Sementara itu, Domingus Sinarta Ginting, Head of Investment Specialist Sinarmas Asset Management, memberikan perkiraan yang sedikit berbeda. Ia memprediksi kupon SR023 tenor 3 tahun akan berkisar antara 6,15%–6,25%, sedangkan untuk tenor 5 tahun berada di rentang 6,3%–6,4%.
Lebih lanjut, Domingus menilai bahwa penurunan suku bunga acuan BI menjadi 5% merupakan sentimen positif bagi pasar obligasi ritel. Hal ini dikarenakan suku bunga acuan yang rendah akan menurunkan biaya pinjaman, sehingga mendorong investor untuk mencari instrumen fixed income yang menawarkan imbal hasil lebih menarik dibandingkan deposito.
Domingus menyoroti bahwa SR023 tetap menjadi pilihan investasi yang menarik, mengingat selisih kupon (spread) terhadap suku bunga acuan masih berada di angka sekitar 1%. “Ini cukup menguntungkan bagi investor yang ingin mengamankan return tetap, terutama di tengah tren penurunan suku bunga,” ungkapnya.
Keuntungan lain yang perlu diperhatikan adalah pajak kupon SBN ritel yang hanya sebesar 10%, jauh lebih rendah dibandingkan pajak deposito yang mencapai 20%.
Pergerakan imbal hasil SUN saat ini juga diperkirakan akan memengaruhi kupon dua seri SBN ritel lainnya yang akan diterbitkan pada tahun ini. “Dengan tren pemangkasan suku bunga yang berlanjut dan ekspektasi stabilitas global, yield SUN berpotensi untuk terus menurun,” jelas Domingus. Ia memproyeksikan bahwa hingga akhir tahun, yield SUN 10 tahun dapat bergerak di rentang 6,2% – 6,3%.
Senada dengan Domingus, Ramdhan juga melihat potensi penurunan yield SUN hingga akhir tahun. “Terutama jika melihat likuiditas pasar yang baik dan arus modal asing (inflow) yang belakangan ini masuk,” ungkapnya. Ia pun memperkirakan yield SUN 10 tahun dapat berada di rentang 6,1% – 6,3%.