Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan latar belakang penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 35 Tahun 2025 tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Menurutnya, regulasi baru ini hadir untuk menggantikan peraturan lama yang dianggap sudah usang dan tidak lagi relevan dengan dinamika industri saat ini.
“Ketika ada dinamika dan kebutuhan baru di lapangan, pemerintah harus berani melakukan regulasi ulang,” tegas Agus dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 15 Oktober 2025. Perubahan ini diharapkan dapat memberikan angin segar bagi pertumbuhan industri dalam negeri.
Salah satu poin penting dalam peraturan terbaru ini adalah pemberian insentif nilai TKDN tambahan hingga 20 persen bagi pengusaha yang berinvestasi dalam penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan sumber daya manusia (brainware) lokal. Agus meyakini bahwa regulasi ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat ekosistem industri nasional melalui kebijakan yang lebih efisien, mudah diakses, cepat, dan berorientasi pada insentif. Tujuan utamanya adalah mendorong inovasi dan daya saing industri dalam negeri.
Agus mengungkapkan bahwa pembahasan revisi peraturan TKDN ini telah berlangsung sejak Maret 2025. Ia juga membantah anggapan bahwa penerbitan aturan baru ini terkait dengan kebijakan tarif impor Amerika Serikat ke Indonesia yang sempat menjadi perhatian. “Kalau kita ingat, tarif Trump baru diberlakukan 1 April 2025. Sedangkan pembahasan revisi sudah kami mulai sebulan sebelumnya. Jadi, ini bukan respons terhadap tarif Trump,” jelasnya.
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan bahwa kebijakan TKDN berlaku untuk semua jenis produk industri yang dibeli pemerintah melalui mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa. Ia menekankan bahwa jika industri dalam negeri mampu memproduksi produk yang dibutuhkan, pemerintah wajib memprioritaskan pembelian produk lokal tanpa harus melakukan impor. Hal ini sebagai bentuk dukungan konkret terhadap industri nasional.
Namun, pemberlakuan kebijakan TKDN terhadap produk industri yang dibeli oleh rumah tangga dan sektor swasta akan disesuaikan dengan kebijakan masing-masing kementerian atau lembaga pembina sektor terkait. “Jadi, penerapan kebijakan TKDN pada produk high-tech tidak tergantung pada apakah industrinya tergolong high-tech atau tidak,” imbuh Agus, memberikan klarifikasi terkait penerapan kebijakan tersebut.
Dalam konferensi pers pada Kamis, 11 September lalu, Agus memaparkan bahwa reformasi aturan TKDN ini mencakup 13 poin relaksasi. Selain insentif nilai TKDN bagi investasi di dalam negeri, pemerintah juga memberikan fleksibilitas kepada pengusaha dalam memilih komponen untuk memenuhi nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) sebesar 15 persen. Tujuannya adalah untuk mempermudah pengusaha dalam memenuhi persyaratan TKDN.
Pemerintah juga berupaya mempercepat proses penerbitan sertifikasi TKDN melalui lembaga verifikasi independen, dengan target waktu 10 hari kerja. Bahkan, untuk pengusaha berskala kecil, sertifikat dapat terbit dalam waktu tiga hari. Agus menambahkan bahwa industri kecil juga diberikan kesempatan untuk melakukan deklarasi mandiri TKDN yang berlaku hingga lima tahun. Ini merupakan upaya pemerintah untuk memberikan kemudahan dan dukungan bagi UMKM.
Lebih lanjut, Agus menjelaskan bahwa pengusaha tidak lagi diwajibkan untuk memiliki sertifikat TKDN, kecuali ada regulasi yang mengharuskan izin edar. Meskipun demikian, kepemilikan sertifikat TKDN tetap memberikan keuntungan bagi pengusaha yang ingin mendaftarkan produknya ke dalam e-katalog, sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam program pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Pilihan Editor: Sinyal Buruk Industri Manufaktur dari Tutupnya Pabrik BATA
Alfitria Nefi berkontribusi dalam penulisan artikel ini