Sibisnis – JAKARTA – Sebuah langkah mengejutkan diumumkan Presiden Donald Trump: Pemerintah Amerika Serikat mengakuisisi hampir 10% saham di raksasa produsen chip, Intel Corp.
Menurut laporan Bloomberg, Sabtu (23/8/2025), kesepakatan bersejarah ini tercapai setelah pertemuan antara Trump dan CEO Intel Corp., Lip-Bu Tan, di Gedung Putih. Pertemuan puncak ini menjadi klimaks dari negosiasi intensif untuk memperkuat posisi AS dalam industri semikonduktor global.
Detail kesepakatan menunjukkan AS akan menggenggam 433,32 juta lembar saham biasa Intel, yang setara dengan 9,9% dari total saham beredar setelah dilusi penuh. Sebagai gantinya, pemerintah AS berkomitmen mengucurkan dana sekitar US$8,87 miliar dari program Chips and Science Act, sebuah inisiatif yang bertujuan untuk mendorong inovasi dan produksi chip di dalam negeri. Sumber yang mengetahui detail kesepakatan ini mengungkapkan bahwa saham yang dimiliki pemerintah bersifat non-voting (tanpa hak suara) dan tidak memberikan hak kursi di dewan direksi.
Baca Juga: Trump Ancam Pecat Gubernur The Fed Lisa Cook Terkait Dugaan Penipuan KPR
“Mereka sudah setuju, dan saya rasa ini kesepakatan hebat bagi mereka,” ujar Trump dengan nada optimis di Gedung Putih, menggambarkan perjanjian ini sebagai langkah strategis yang akan menghidupkan kembali kejayaan Intel di kancah global. Lip-Bu Tan sendiri dikabarkan berada di Departemen Perdagangan pada hari Jumat untuk menyelesaikan detail-detail akhir kesepakatan.
Baca Juga: Trump Umumkan Investigasi Tarif Besar-Besaran untuk Impor Furnitur
Keputusan AS untuk mengambil sebagian kepemilikan di Intel menandai intervensi yang luar biasa terhadap perusahaan domestik. Langkah ini terbilang jarang terjadi di luar situasi perang atau krisis ekonomi sistemik yang mengancam stabilitas negara. Namun, kesepakatan ini juga membuka jalan bagi Trump untuk memaksimalkan manfaat dari dana Chips Act. Sebelumnya, Trump kerap mengkritik undang-undang yang merupakan warisan Presiden Joe Biden ini karena dianggap kurang memberikan keuntungan bagi pembayar pajak AS, meskipun Intel menjadi salah satu penerima manfaat terbesarnya.
Baca Juga: Tarif Trump Meluas ke 70 Negara, BI Ingatkan Risiko Pelemahan Ekonomi Global
Trump menyatakan bahwa Intel telah tertinggal jauh dibandingkan para pesaing chip globalnya. Ide kepemilikan saham ini muncul saat pertemuan dengan Tan awal bulan ini, meskipun sebelumnya Trump sempat menyerang Tan dan mendesak agar dia dicopot karena dinilai memiliki konflik kepentingan terkait hubungan bisnisnya dengan China. Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menegaskan bahwa Trump menginginkan setiap pendanaan bagi perusahaan-perusahaan kunci memberikan manfaat langsung bagi negara, bukan sekadar hibah belaka. Lutnick pun menjadi tokoh kunci dalam mengawal finalisasi kesepakatan ini sejak pertemuan pertama antara Trump dan Tan.
Gedung Putih mengisyaratkan bahwa kesepakatan Intel ini bisa menjadi cetak biru bagi perusahaan lain di masa depan, meskipun belum menyebutkan kandidat berikutnya. Sumber dari AS menyatakan bahwa perusahaan seperti Taiwan Semiconductor Manufacturing Co. (TSMC) dan Micron Technology tidak akan dipaksa untuk menawarkan saham sebagai imbalan pendanaan. Namun, langkah ini tetap membawa risiko baru, mulai dari potensi distorsi pasar hingga potensi kerugian besar bagi pembayar pajak. Sebaliknya, suntikan dana hampir US$9 miliar ini bisa menjadi pertaruhan yang menguntungkan bagi Intel, yang saat ini tengah berjuang untuk mengejar ketertinggalan teknologi.
“Trump seolah menjadi tenaga penjual mereka,” komentar Dan Morgan, manajer portofolio senior di Synovus Trust, menggambarkan peran aktif Trump dalam kesepakatan ini.
Namun, para analis Wall Street menilai bahwa uang saja tidak cukup untuk memulihkan Intel, yang sudah lama kehilangan pangsa pasar. Intel dinilai membutuhkan klien-klien besar untuk memanfaatkan fasilitas produksi domestiknya, selain modal untuk ekspansi. Analis Bernstein, Stacy Rasgon, memperingatkan bahwa membangun pabrik tanpa pelanggan tidak akan memberikan hasil yang baik bagi pemegang saham – termasuk pemerintah AS yang kini menjadi salah satu pemegang saham terbesar.
Kesepakatan ini mencerminkan strategi ekonomi baru Trump di periode keduanya, yang menekankan penguatan manufaktur dalam negeri, penyeimbangan perdagangan, dan dominasi AS di sektor-sektor strategis. Awal Agustus lalu, Trump juga mengumumkan kesepakatan dengan Nvidia Corp. dan Advanced Micro Devices Inc. (AMD), yang mewajibkan mereka menyerahkan 15% pendapatan dari penjualan chip AI ke China kepada pemerintah AS. Selain itu, Trump mengamankan golden share dari Nippon Steel Corp. yang memberikan hak veto atas keputusan United States Steel Corp. Sementara itu, Departemen Pertahanan AS bulan lalu juga mengambil saham senilai US$400 juta di perusahaan logam tanah jarang MP Materials Corp.