Cukai Minuman Berpemanis: Bocoran Implementasi Kemenkeu, Harga Naik?

Admin

No comments

Sibisnis – JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berupaya menyeimbangkan antara peningkatan pendapatan negara dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Salah satu caranya adalah dengan merencanakan implementasi kebijakan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) secara hati-hati.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu, menegaskan bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam menerapkan kebijakan yang dapat mempengaruhi pendapatan negara. Tujuannya adalah untuk memastikan pertumbuhan ekonomi jangka pendek tetap terjaga.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (17/11/2025), Febrio menyoroti pentingnya mempertimbangkan dampak cukai MBDK terhadap sektor ketenagakerjaan. Sektor makanan dan minuman merupakan industri padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja.

“Data terakhir menunjukkan bahwa sektor manufaktur makanan dan minuman mempekerjakan 6,3 juta orang,” ungkapnya.

Untuk itu, Kemenkeu sangat memperhatikan masukan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait, termasuk Kementerian Perindustrian, guna meminimalkan dampak negatif kebijakan ini terhadap lapangan kerja. Pertimbangan ini penting agar implementasi cukai MBDK tidak justru menghambat pertumbuhan ekonomi nasional yang tengah diakselerasi.

Pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen (year-on-year) pada kuartal IV 2025. Dengan demikian, diharapkan total pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini dapat mencapai target 5,2 persen.

Berbagai stimulus jangka pendek telah diluncurkan pemerintah untuk mencapai target tersebut. Di antaranya adalah penyaluran Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke lima bank BUMN sejak 12 September, serta paket stimulus Bantuan Langsung Tunai (BLT) senilai Rp 31,5 triliun.

Febrio menjelaskan bahwa stimulus tersebut mulai menunjukkan hasil positif. Hingga 22 Oktober, perbankan telah menggunakan 84 persen dari dana yang ditempatkan, sehingga membantu menurunkan biaya dana (cost of fund) mereka.

Lebih lanjut, BLT yang diberikan terbukti mampu meningkatkan tingkat kepercayaan konsumen (consumer confidence index) secara signifikan.

Confidence dari konsumen itu membaik cukup signifikan. Peningkatan consumer confidence ini nantinya akan tercermin dalam (tingkat) konsumsi rumah tangga,” jelasnya.

Meskipun cukai MBDK telah tercantum dalam Undang-Undang APBN 2026 sebagai salah satu sumber pendapatan negara, Febrio menekankan bahwa kebijakan ini masih dalam tahap pembahasan intensif antar kementerian dan lembaga.

Ia memastikan bahwa kebijakan ini akan tetap dilanjutkan karena dinilai penting sebagai instrumen pengendalian konsumsi gula demi menjaga kesehatan masyarakat.

Nantinya, cukai akan dikenakan pada produk siap minum (ready to drink) dan konsentrat dalam kemasan eceran. Namun, kebijakan ini tidak akan menyasar minuman yang dijual dan dikonsumsi di tempat, seperti es teh manis di warung makan.

Kemenkeu mencatat bahwa sudah ada sekitar 115 negara dan yurisdiksi di dunia yang menerapkan cukai MBDK. Beberapa negara di Asia Tenggara juga telah menerapkan kebijakan serupa, seperti Kamboja, Laos, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Timor Leste.

“Rata-rata yang diterapkan di kawasan ASEAN itu sekitar Rp 1.771 per liter. Ini akan menjadi acuan penting agar kami dapat melihat pentahapannya ketika kami punya ruang untuk menetapkan ini sebagai sumber penerimaan negara, tetapi juga sekaligus sebagai instrumen untuk mengendalikan konsumsi,” pungkas Febrio.

Tags:

Share:

Related Post